15

19.6K 983 30
                                    

Althareza Point of view.

Rhaline mabuk berat. Alkohol semakin mengendalikan pikirannya dan aku tidak bisa menyalahkan dia yang mengamuk di sepanjang perjalanan karena ini adalah salahku, aku yang meninggalkannya di pesta itu seorang diri sehingga istriku yang polos meminum tiga gelas anggur dan menganggap itu hanyalah minuman biasa. Sekarang yang ada di pikiranku adalah sampai di rumah secepat mungkin lalu membuat Rhaline  kembali menjadi tenang. Shit, melihatnya mengomel sambil menangis adalah level tertinggi dari kegusaran yang pernah kualami. Tak kusangka ia akan semengerikan ini ketika mabuk.

Aku mendesah lega setelah memasuki pekarangan rumah. Rhaline hendak turun dari mobil dan dengan sigap aku menyusulnya karena tahu apa yang akan terjadi jika dia turun seorang diri.

"Awh!"

Ya sial, aku terlambat. Gadis itu sudah lebih dulu tersungkur.

Aku menunduk lalu mengangkat tubuhnya ke dalam gendonganku, tak peduli dengan umpatan dan sumpah serapah yang terus meluncur dari bibirnya. Dia memberontak kecil di dalam gendonganku, bahkan hingga aku membaringkannya di ranjang ia masih sempat-sempatnya mendorong dadaku agar menjauh.

"Pergi!" pekiknya.

"Rhaline tenang" ucapku. Aku hendak menggenggam kedua lengannya tapi sialan dia punya kuku yang panjang, oh wanita ini cukup membuatku kerepotan.

Aku memutuskan untuk pergi ke dapur lalu mengambil segelas air karena Rhaline pasti kehausan setelah mengomel di sepanjang perjalanan pulang. Saat aku kembali ke kamar ia masih duduk di atas ranjang dengan mata yang terbuka setengah, rambut panjangnya jauh lebih acak-acakan, dan meskipun ia lelah dan mengantuk mode garangnya kembali hidup saat ia mendengar langkahku yang mendekat.

"Kenapa kamu balik?" tanyanya, menyalak.

Aku menyodorkan segelas air kepadanya, "Minum"

Rhaline mendorong gelas di tanganku dengan kasar sehingga isinya tumpah dan membasahi pakaiannya.

"Rhaline, cukup!" bentakku, "Lihat kekacauan yang telah kamu lakukan"

Sontak gadis itu terdiam dengan air mata yang berkumpul di matanya sehingga aku menyesal telah berbicara dengan nada yang tinggi kepadanya.

"Kamu jahat" ia terisak pelan.

Menarik nafas dalam, aku meletakkan gelas yang sudah kosong di meja nakas kemudian duduk di tepi ranjang, tepat di hadapan istriku. Ia tak berani menatapku setelah aku membentaknya, sungguh aku merasa bersalah tapi aku cukup lega karena sekarang ia sudah jauh lebih tenang. Aku tidak peduli jika dia marah kepadaku, aku sangggup mengatasi amarah itu, tapi yang kuinginkan saat ini adalah Rhaline mendapatkan istirahatnya. Aku yakin ia lelah, dan mabuk pasti membuat kepalanya pusing.

"Aku minta maaf"

Rhaline menatapku dengan matanya yang basah dan agak memerah. Aku mengusap pipinya, memintanya berhenti menangis tapi yang ia lakukan malah masuk ke dalam pelukanku tanpa meminta izin. Tubuhku menegang kaku menerima serangan mendadak itu, aku harap pelukannya tidak berakibat buruk bagi jantungku.

"Kamu masih suka sama Nadine?" tanyanya di sela-sela isakannya.

"Tidak, Rha" jawabku, "Kami hanya masa lalu"

Mama's boy (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang