Chapter 16

347 99 11
                                    

Hari ini Hoseok bangun pagi sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini Hoseok bangun pagi sekali. Kira-kira pukul tiga pagi ia sudah bangkit dari kasur dan menyelipkan beberapa buku pelajaran ke dalam tas punggungnya. Menyiapkan air hangat untuk mandi juga berpakaian rapi. Bahkan ketika ia menyisir rambut yang mulai memanjang itu, jam masih menunjukkan pukul lima. Lampu kamar mama juga baru saja menyala.

Hoseok tersenyum riang. Dirinya mengambil ponsel yang masih dicharger di atas meja. Mengetik beberapa kata, lalu dikirim ke nomor tujuan. Bukan kalimat yang penting, sih. Hanya berupa; Cepat bangun, anak gadis tidak boleh terlambat.

Klik..

Pintu terbuka. Nampak kepala Mama menyembul masuk dan masih dalam keadaan setengah mengantuk. "Eiy, pagi sekali kau bangun."

Hoseok melempar ponselnya ke atas kasur tanpa memerdulikan kabel yang masih terhubung, tertawa cengengesan lalu berujar, "Sekali-kali rajin, Ma."

Mama menggeleng pelan dan kembali menutup pintu kamar. Hoseok memegang dadanya sendiri. Jantungnya berdetak tak karuan ketika mama memergokinya. Kau tahu, seperti anak yang sedang jatuh cinta. Eh, bukannya Hoseok memang sedang jatuh cinta, ya?

Lupakan.

Tepat ketika jam tujuh, Hoseok mengeluarkan sepedanya dari garasi, berpamitan pada mama yang sedang menyiram tanaman dan mengayuh sepeda miliknya dengan kecepatan sedang. Bersenandung santai dengan lagu milik Green day yang dilantunkan oleh bibir tebal miliknya.

Sepuluh menit, kira-kira—kalau tidak salah perkiraan, Hoseok sampai di depan sekolahnya. Terlihat beberapa anak laki-laki sedang sibuk berebut bola basket untuk dimasukkan ke dalam ring lawan. Hoseok hanya menggeleng pelan menyadari betapa bodohnya mereka. "Masih pagi dan mereka mau-maunya berkeringat."

Pilihannya datang kesekolah ini sebenarnya ada dua. Yang pertama agar bisa bermain dengan Namjoon juga temannya yang lain. Dan yang kedua, untuk bertemu Yessa. Peduli setan dengan belajar, bagi Hoseok, yang terpenting ia bisa lulus. Tak masalah jika memiliki nilai yang pas-pasan.

"Oy!"

Di ujung lorong, nampak Namjoon juga Daniel berjalan beriringan dengan setumpuk kertas putih di tangan juga wajah yang cemberut. Hoseok jadi ingin menampar pipi Namjoon, sebab, bukannya terlihat imut, ia malah terlihat seperti tikus yang terjepit.

"Hei, Niel," sapa Hoseok sembari menepuk punggung Daniel yang sedikit basah. "Sial, Joon. Jangan berlagak seperti itu. Kau mau kupukul?" sambung Hoseok dengan nada bercanda.

Namun, yang diajak bercanda malah tetap memertahankan ekspresinya. Hoseok bertaruh bahwa temannya itu memang sedang mengalami hari yang buruk. Jadi, menarik tangan Daniel menjauh, Hoseok pun bertanya pelan, "Ada apa, sih? Kenapa bisa wajah Namjoon jadi jelek?"

Daniel menahan tawa. Teman sialan, pikirnya. "Nyonya Choi memberinya tugas. Dia 'kan ketua kelas. Ya, jadi begitu."

Hoseok mengangguk mengerti. Saat ingin bergabung kembali dengan Namjoon, Daniel melihat sosok Yessa yang baru saja memasuki gerbang.

"Yessa datang."

Sontak Hoseok menoleh ke sembarang arah. "Mana?"

Daniel pun menunjuk Yessa menggunakan jarinya. "Aku sama Namjoon duluan, ya? Ingat, taruhan akan segera kami tagih."

Taruhan?

Sial. Taruhan itu. Mencium Yessa. Hoseok bisa gila.

Undelivered | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang