Epilogue

753 103 27
                                    

Hoseok terdiam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hoseok terdiam. Duduk di rerumputan panjang dengan kedua tangan yang ditempatkan di depan kakinya. Sudah sore, pikirnya. Namun ia tetap tidak beranjak juga dari sana barang sedikit pun.

Sepeda yang biasa Hoseok gunakan terparkir di bawah sana, dengan standar yang terpasang juga sebuah untaian bunga liar yang terlilit di sekitar stang sepeda. Bunganya sudah mengering. Tapi harumnya bahkan masih dapat tercium dengan jelas hingga rasanya mampu menusuk relung hati Hoseok dengan kuat.

Selalu saja begini, kesal Hoseok dalam hati. Jemarinya bergerak menuju pelupuk matanya yang sudah digenangi oleh cairan bening yang ia benci. Pandangannya memburam untuk sesaat, sama seperti masa depannya yang telah ia rancang sedemikian rupa, namun harus hancur dalam sekejap mata. Harapannya telah luluh lantak seminggu yang lalu.

"Pembohong."

Seragam sekolahnya sudah basah akan keringat yang dihasilkannya dari mengayuh sepeda kelewat kencang di sepanjang jalan, pun kini ditambah dengan rembesan air mata yang tak bisa dihentikan kendati jempolnya sudah bergerak menyapu puluhan kali. Mengabaikan teriakan Namjoon yang mencoba mengajaknya untuk bermain game online bersama di rumahnya beberapa saat yang lalu. Pemuda berlesung pipi itu tentu tahu bagaimana hancurnya perasaan Hoseok saat ini.

"Gadis pendusta," gumam Hoseok. Kali ini sedikit lebih kecil sebab suaranya mulai bergetar seiring dengan kedua bahunya yang merosot ke bawah. Air sungai di hadapannya kelewat tenang dengan hamparan awan tipis yang berarak pelan di angkasa. Membelah sinar kemerahan dengan deru mesin yang membuatnya terlampau muak. Lelah akan semua hal yang ia alami. Hoseok tersenyum miris pada dirinya sendiri. Ternyata begini rasanya ketika kau kehilangan akan sesuatu yang tak ternilai harganya.

"Gadis sialan. Aku membencimu."

Persetanan dengan orang-orang yang menatap aneh kepadanya. Hoseok hanya ingin kembali ke masa lalu, mengubah takdir dan menggantinya dengan hal yang baru. Setidaknya dengan begitu, sosok tersebut tak akan masuk ke dalam hidupnya. Tetap menjadi Jung Hoseok-pemuda yang akan bersikap kelewat nakal jika sudah bersama Namjoon.

"Aku ingin tidur, Seok. Tidur yang amat panjang." Yessa melepas jemari Hoseok yang melekat di lengannya. Memilih mendekat ke arah ranjang dan merebahkan diri di sana. "Jangan ganggu aku. Aku lelah."

Hoseok memejamkan matanya. Keadaan semakin rumit setelah insiden ciuman yang baru saja terjadi. Alih-alih senang, Hoseok justru merasakan hatinya tertusuk oleh ribuan jarum tajam. Terlalu sakit. Terlebih saat gadis itu memutuskan untuk membuang muka dan mengatakan bahwa ia perlu istirahat yang panjang. Barangkali ia berbohong, sebab ada sirat rasa sakit yang terbesit di kedua bola mata yang kini menatapnya dengan sayu itu.

"Yess, jangan seperti ini. A-aku, harus berbuat apa?"

"Tetap di sana. Jangan melakukan apa pun selain bernapas."

Menggigit bibir bawah bagian dalam, Hoseok tak mengindahkan perkataan yang Yessa lontarkan. Pemuda itu mendekat, menarik salah satu kursi untuk ditempati dan mendaratkan telapak tangan hangatnya pada pundak Yessa. "Dengar. Aku tahu kau lelah. Aku juga tahu kau sedang tidak baik-baik saja. Tapi ... " Jeda sebentar. Hoseok tak kuasa menahan tubuhnya yang bergetar hebat dengan desir darah yang mengalir di tubuhnya. " ... bisakah kau berjuang? Sekali lagi. Untukku. Tidak. Maksudku untuk kita berdua."

Yessa memejamkan matanya. Ingin sekali membalikkan badan dan menarik Hoseok ke dalam pelukan, menangis sepuasnya hingga membasahi pakaian pemuda itu. Nyatanya ia tak bisa, masih kukuh dengan otaknya yang berpikir demikian.

Ini jelas bukan kemauan Yessa. Sama sekali tidak. Hei, memangnya ada ya seseorang yang ingin hidup berdampingan dengan penyakit mematikan seperti yang dideritanya? Tidak ada. Jelas sekali.

"Kita berdua," ulang Hoseok dengan jemarinya yang kini meremas pelan pundak Yessa. "Apa kau masih belum paham juga, Yess?"

"Makan malam du-lu."

Pintu kamar rawat terbuka sedikit, menampilkan sosok Taehyung dengan ponsel yang masih melekat di telinga kanan. "Nanti kutelpon lagi, Bu," ucapnya dengan nada rendah.

"Yessa, makan dulu. Sudah waktunya."

Hoseok sama sekali tidak telihat raut kesal di wajah Taehyung-hanya sedikit terkaget saja. Pemuda itu lebih memilih menghembuskan napas panjang dan masuk ke dalam tanpa banyak bicara. Irisnya sesekali menatap khawatir pada Yessa di sela-sela ia menumpahkan bubur yang berada dalam sterofoam ke dalam mangkuk. Mengambil dua butir kapsul berwarna putih pucat dan meletakkannya di piringan kecil.

Taehyung menaikkan satu alisnya saat menyadari tubuh Yessa sama sekali tak berbalik. Pun ia melempar tatapan penuh tanya pada Hoseok yang ternyata tengah menatapnya balik dengan iris sayu. Seolah mengatakan bahwa saat ini Yessa ingin istirahat. Namun, Taehyung seolah tak peduli dengan hal tersebut. Ia mendekat dan menarik bahu Yessa kasar. "Yessa! Jangan banyak bertingkah. Kau harus makan agar cepat sembuh."

Gadis itu menatap kosong. Tak menaruh sedikit pun minat pada benda lembek yang tersaji di dalam mangkuk. "Sembuh, ya?" kemudian Yessa menghela napas. Terlampau muak dengan semua yang tertangkap dalam pandangannya. "Kalau begitu biarkan aku istirahat. Aku lelah sekali, Kak."

Kendati berat, Taehyung memutuskan untuk menekan egonya. Meletakkan kembali mangkuk dan piringan kecil yang sempat dibawanya ke atas nakas. Menepuk singkat bahu Hoseok dan berujar sebelum pergi dari sana, "tolong jaga Yessa. Jam delapan aku akan kembali dengan Ibuku."

Hoseok menyesal. Ribuan kali lipat menyesal. Sebab, ia telah membuat kesalahan fatal. Seandainya saja Hoseok tak memejamkan kedua matanya karena diserang kantuk yang luar biasa, hal ini tentu tidak akan terjadi. Tidak akan.

Malam-pukul delapan. Semuanya berakhir. Tepat saat pintu kamar rawat Yessa dibuka kembali dan menampilkan sosok Ibu Taehyung dengan kantung plastik berisi makanan lezat, juga di sampingnya ada Taehyung yang membawa selimut tebal untuk digunakannya malam ini selagi menjaga Yessa.

Barangkali hanya Hoseok yang kembali membuka kedua mata karena kedua gendang telinganya mendengar bunyi gaduh dari luar. Sedangkan Yessa ...

Gadis itu masih terlelap dengan kedua mata yang memejam rapat. Terlalu rapat hingga tak kuasa lagi untuk membukanya. Hoseok panik. Begitu pula Ibu Taehyung dan Taehyung. Mereka bertiga mengguncang tubuh Yessa kelewat panik sebab tak lagi merasakan sesuatu yang seharusnya berdetak. Jantungnya berhenti memompa darah. Hidungnya pun tak lagi bernapas. Semuanya terasa dingin dan kaku di saat yang bersamaan.

Detik itu juga, harapan Hoseok untuk hidup bersama Yessa di kemudian hari, harus runtuh dalam waktu yang singkat. Keduanya bahkan tak sempat untuk mengungkapkan perasaan yang sebenarnya. Aku menyukaimu. Aku mencintaimu. Hei, itu amat mudah untuk diucapkan bukan? Bahkan kau hanya perlu waktu tiga detik untuk mengatakannya.

Dan kini, semuanya sudah berakhir. Hoseok dan Yessa. Dua insan yang mencoba untuk hidup bersama, namun tak juga kunjung terwujud, sebab Tuhan tak pernah menuliskan kisah tersebut pada lembar takdir mereka.

•••

Undelivered«yang tidak disampaikan»

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Undelivered
«yang tidak disampaikan»

Undelivered | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang