Hari ini hari Rabu, hari yang paling dibenci sama Hoseok tentunya. Hari di mana ia akan menghabiskan waktu seharian penuh di laboratorium hanya untuk meneliti hal-hal yang menurutnya sangat tidak berguna. Terlebih kali ini ia harus membedah seekor katak.
"Namjoon, kalau Tuan Yoon datang, bilang kalau aku sedang di toilet, ya."
Temannya-Kim Namjoon, menoleh sebentar sementara tangannya sibuk memegang erat katak yang besarnya sekepalan tangan anak kecil.
Pemuda itu mendecak sebal. "Tidak mau. Kau itu hanya alasan saja. Cepat gantikan aku memegang katak ini atau aku akan menaruhnya ke dalam celanamu."
Well, ancaman tersebut membuat Hoseok yang tadi hendak membereskan alat tulisnya mengurungkan niat. Berdiri tegap dengan tangan kanan yang ia letakkan di atas kening, seolah memberi hormat. "Siap bos."
Selepas itu Hoseok hanya bisa menggerutu di dalam hati. Mengumpat pelan saat Tuan Yoon datang dengan tas plastik yang berisi peralatan membedah binatang miliknya sendiri. Embus napas berat keluar dari bibir merahnya. Nasib sial untukmu, hobi.
Tiga puluh menit yang melelahkan. Hoseok melepas sarung tangan karetnya segera setelah mendengar bel istirahat yang berbunyi. Namun kelas tidak usai sampai di sana, ia harus melanjutkan setelah istirahat selesai.
Daripada berdiam diri di dalam laboratorium yang berbau amis ini, Hoseok dengan lekas menarik lengan Namjoon, menghiraukan pemuda berlesung pipi itu yang tengah berjuang membersihkan pisau bedah.
"Sialan kau, Jung. Hati-hati sedikit, dong. Jariku bisa putus karenamu."
Sebagai pelaku, Hoseok hanya bisa meringis pelan kala melihat wajah Namjoon yang berubah menjadi sedikit menyeramkan. Huh, pemuda itu memang agak sensitif akhir-akhir ini. Hoseok sendiri tidak tahu sebabnya kenapa, atau mungkin ia sedang bertengkar dengan kekasihnya, ya?
Tunggu, kekasih? Hoseok rasa ia harus menarik kembali ucapannya. Kenapa juga Namjoon memiliki kekasih, sedangkan mereka berdua pernah melakukan perjanjian konyol di bawah pohon belakang sekolah.
"Namjoon dan Hoseok, jomblo sampai mati."
Hoseok meringis pelan kala mengingat ucapannya. Ia juga tidak bermaksud untuk menolak memiliki kekasih. Heck, memangnya ia akan membiarkan tubuh seksinya ini lapuk di makan usia? Yang benar saja.
"Kau tahu, kelas sebelah kedatangan murid baru, loh," ucap Namjoon setengah menggebu-gebu, terlihat bersemangat sekali hingga tak sadar tangannya memukul lengan Hoseok.
Pemuda bermarga Jung itu mendengus pelan. "Tidak tertarik, tuh. Memangnya apa urusannya denganku? Lagipula, harus ya sampai memukul lengan mulusku ini?"
Suara riuh teriakan anak laki-laki sedikit mengganggu volume bicara mereka. Jadi, Namjoon menaikkan sedikit suaranya. "Jangan mengelak. Gadis ini berbeda dengan teman sekelas kita. Dia itu cantik."
"Semuanya saja kau sebut cantik."
Lagi, Namjoon memukul lengan Hoseok. Kali ini sedikit lebih kencang hingga menimbulkan bunyi. "Awas saja kalau kau suka dengannya."
Kini keduanya melewati kelas mereka. Kosong melompong. Ya, bagaimana tidak kosong, mereka semua pasti menetap di kantin hingga bel berbunyi lagi.
Sesaat Hoseok ingat ucapan Namjoon, ia melirik ke arah kelas sebelah. Ada seorang gadis dengan surai pendek sebahu duduk sendirian di meja paling depan. Kedua telinganya disumpal earphone, jemarinya bergerak mengalihkan lembar demi lembar novel yang dipegang.
Demi Dewa, Hoseok harus menarik kata-katanya. Benar kata Namjoon, gadis ini berbeda. Rasanya, ia telah jatuh cinta pada pandangan pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Undelivered | ✔
Fanfiction[COMPLETED] "SERIES 1" Just be brave, Hoseok. ©ᴘʀᴀᴛɪᴡɪᴋɪᴍ ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇᴅ | ᴇꜱᴛ. 27/07, 2018