Chapter 12

433 122 15
                                    

Pelajaran sejarah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pelajaran sejarah. Pelajaran yang paling membosankan sepanjang masa. Di mana Hoseok harus rela bertahan di atas kursi dengan kedua mata yang terus membuka lebar untuk menatap lembar demi lembar kertas berisi sejarah tentang berbagai negara. Terlebih guru yang mengajar itu sudah tua, bungkuk pula. Perlu tongkat kayu untuknya sekadar berdiri.

Hoseok bahkan berkali-kali bertanya pada dirinya sendiri, kenapa masih mempekerjakan guru yang sudah tua sih? Bikin rugi saja. Ditambah suara gurunya itu sering tidak terdengar. Dan jikalau beliau melemparkan sebuah pertanyaan, bersiap-siap saja tongkat miliknya itu melayang ke kepala atau pinggang jika tidak bisa menjawabnya dengan benar.

Hoseok mendesah berat. Kepalanya diletakkan di atas meja. Cuaca hari ini memang sangat tidak bersahabat. Hujan masih mengguyur. Langit kelabu pun masih terlukis jelas di atas sana. Dan Hoseok tidak tahu kapan cuaca akan berubah menjadi cerah. Kalaupun tidak bisa cerah, setidaknya hujan harus berhenti agar ia bisa pulang tanpa kebasahan lagi.

"Ey, kau!"

Hantaman kecil di punggung dapat Hoseok rasakan. Iya, dia tahu. Ini risiko dari tindakan yang ia ambil. Si tua bangka itu pasti.

Hoseok menegakkan punggungnya. Iris sabitnya menyipit kala pandangannya kabur dalam hitungan detik. Entah kenapa selalu saja begini. Bibirnya bergumam kecil, "Maaf."

"Kenapa tidur di kelas? Pelajaran saya membosankan, ya?"

Seiring dengan pandangannya yang kembali jelas, Hoseok menggeleng cepat sebanyak dua kali sebelum menyahut, "Tidak. Saya hanya merasa sedikit tidak enak badan."

Memang benar, sih. Pusing. Mual. Kening yang berdenyut. Semuanya seolah menyerbu tubuh Hoseok dalam satu waktu bersamaan. Jadi, ia tidak sepenuhnya berbohong di sini.

Sebelah tangan guru tua itu mendarat di keningnya. Mengecek apakah suhu tubuh Hoseok benar-benar berbeda. Dari raut wajahnya, Hoseok tidak bisa menebak apakah akal-akalannya ini berhasil atau tidak. Kacamata dengan bingkai bulat, rambut yang di sanggul tinggi dengan kilauan putih yang terselip dan seragam hijau yang biasa dipakai oleh guru-guru yang sudah tua. Datar sekali. Hoseok benar-benar pasrah.

"Ma-"

"Kau bisa pulang duluan." Hela napas keluar dari bibir berpoles lipstik merah menyala itu. "Tapi ingat, langsung pulang ke rumah."

Hoseok mengangguk. Tersenyum simpul sebelum berucap, "Terima kasih, Bu."

Buku-buku yang terbuka sudah di selipkan di dalam loker meja. Bolpoin hitam yang satu-satunya Hoseok miliki telah ia simpan di dalam tas. Dan di atas meja masih tersisa dua gumpalan kertas yang berisi coretan yang ia buat satu jam yang lalu.

Setelah berpamitam, Hoseok keluar dari kelas. Pesan guru tadi menyuruhnya agar langsung pulang, tapi Hoseok ingin memastikan kalau sahabatnya tidak mati di dalam toilet. Ya, Namjoon tidak kembali sejak setengah jam yang lalu. Berkedok ingin pergi ke toilet, tapi sampai sekarang pun belum kembali juga. Dasar pembohong ulung!

Ketika hendak berbelok ke arah kiri, Hoseok kembali melihat Yessa. Kali ini gadis itu keluar dari ruang kesehatan. Rupanya tatapan Hoseok langsung memberikan efek yangg luar biasa. Yessa melihatnya-dalam radius lima meter di depannya, melambaikan tangan sebentar lalu berlari menghampiri Hoseok.

"Kau pulang duluan?"

Dengan dua tangan yang ia jejalkan ke dalam saku celana, Hoseok menyahut dengan suara yang sengaja dibuat lemah, "Sepertinya, iya. Mungkin akibat hujan tadi."

"Astaga."

Bibir Yessa membuka lebar. Duh, lucu sekali, pikir Hoseok.

"Kalau begitu kau harus pulang cepat. Sampai di rumah kau harus minum obat dan tidur sebentar. Kebetulan obat di ruang kesehatan sudah banyak yang habis, jadi, aku tidak bisa membantumu." Yessa berbicara terlalu cepat, namun Hoseok masih bisa menangkap kesimpulannya. "Maaf ya," lanjutnya.

"Tak apa. Hanya saja aku tidak bisa pulang sekarang."

"Eh, pasti karena hujan 'kan?"

Hoseok mengangguk membenarkan. "Iya."

Tiba-tiba Yessa menarik lengan Hoseok menuju parkiran sepeda. Alat transportasi itu masih mengisi penuh lahan parkir. Jejeran payung juga di letakkan di dekat tiang penyangganya. Gadis itu pun menarik satu payung yang berwarna pink cerah.

"Ini, pakailah. Kuharap kau tidak malu saat menggunakannya."

Undelivered | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang