Chapter 18

351 100 10
                                    

Kehidupan Hoseok kembali berputar seratus delapan puluh derajat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kehidupan Hoseok kembali berputar seratus delapan puluh derajat. Sejak insiden dua hari yang lalu, dimana dirinya memberikan ciuman itu dan diketahui hanya sebatas taruhan semata, Yessa menghilang dari peredarannya. Tidak masuk sekolah selama dua hari. Bahkan tidak ada satu pesan pun yang Hoseok kirim terbalaskan. Nomornya pun tidak aktif saat dihubungi.

Bibir pucat tersebut sesekali menyesap teh hangat yang diseduh oleh mama beberapa saat yang lalu. Malamnya terasa hampa. Biasanya di saat-saat seperti ini, hal yang biasa Hoseok lakukan adalah menelpon Yessa. Sekadar menanyakan bagaimana harinya hingga diserang oleh kantuk.

Omong-omong, Hoseok mendadak mengingat kisah Apollo yang pernah ia ceritakan pada Yessa. Gadis itu bahkan belum mengetahui bagaimana akhir kisahnya. Aneh tapi nyata, sebenarnya Hoseok membenci cerita itu. Sebab, pertama kali ia tahu cerita itu, berawal dari buku cerita milik Dawoon yang terselip di antara meja belajar.

Hoseok terus-terusan merengek agar Dawoon meminjamkan buku tersebut kepadanya. Namun, kakaknya itu bersikeras menolak. Untungnya Hoseok saat itu memiliki suara yang cempreng, jadi sesaat ia berteriak, mama datang dan memaksa Dawoon agar menceritakannya saja dibanding meminjamkan buku tersebut pada Hoseok. Takut saja kalau si kecil tersebut merobek buku milik perpustakaan tempat Dawoon bersekolah.

Diakhir cerita, Dafne meminta ayahnya untuk mengutuknya menjadi pohon salem. Ia pikir Apollo mencintainya karena rupa cantik yang ia miliki. Ternyata, setelah berubah menjadi pohon pun, Apollo tetap mencintainya.

Akhir yang tragis namun juga romantis. Tapi Hoseok benar-benar harus menekankan dengan sangat bahwa ia membenci cerita itu. Entah bagaimana asumsi bahwa kisah Apollo tersebut sedikit mirip dengan kisahnya yang sekarang tercipta dalam benaknya. Tentang bagaimana Apollo yang tetap mencintai Dafne kendati gadis itu dengan mentah-mentah menolak. Serupa dengan Hoseok. Ia yang tetap mencintai Yessa walau gadis itu telah membencinya.

Sebelum tidur, Hoseok tak lupa mematikan lampu dan berbisik pada semilir angin yang menyelinap masuk dari celah ventilasi, "Selamat malam, Yessa."

Pagi hari dimulai dengan naiknya matahari ke permukaan. Samar-samar aroma sup jagung menggelitik hidung lancipnya—menggoda untuk segera disantap. Bergegas Hoseok menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya yang berbalut kaus putih tipis juga celana pendek abu-abu. Lantas segera berlari-lari kecil ke arah kamar mandi guna mencuci wajah yang berbalur minyak.

"Pagi, Ma," sapa Hoseok dengan sumringah. Mama terlihat lebih baik dibanding dengan hari sebelumnya. Meski ia tahu bahwa senyum yang sedang dipahat oleh beliau hanya sebatas topeng guna menutupi segala kesedihan yang tengah melanda hatinya. Melihat mama yang berusaha semaksimal mungkin melakukan hal tersebut agar bisa menyenangkan hatinya, Hoseok pun juga harus sebisa mungkin menutupi kisah cinta yang tengah ia hadapi. Ia tidak ingin membawa banyak masalah lagi ke dalam lingkup rumah yang kini kembali menghangat.

"Pagi juga, Seokkie."

Ah, nama itu. Sudah lama Mama tidak memanggilnya seakrab ini. Hoseok bahkan hampir lupa kapan terakir kali Mama memanggilnya dengan sebutan tersebut. Paling tidak dengan sapaan yang dilontarkan beliau kali ini, biaa menjadi pelipur lara bagi Hoseok untuk sesaat.

"Kali ini tanpa labu." Hoseok bergeming, jemarinya sudah meraih sendok yang berada di pinggir mangkuk, pun ia sempat melirik wajah Mama yang kini kembali murung. "Maafkan Mama waktu itu, ya? Seharusnya Mama memang tidak pernah mencampurnya dengan sup kesukaanmu."

Mendadak Hoseok teringat akan kejadian dimana semangkuk sup tersaji di hadapan dengan dua orang perempuan yang berada di sekitarnya. "O-oh, itu. Tidak apa-apa."

Mama kembali tersenyum, lantas menarik satu kursi di dekat sang anak sembari mengambil beberapa sendok nasi dan meletakkannya di piring milik Hoseok. "Pulang sekolah nanti ajak pacarmu, ya?"

"Pacar?" tanya Hoseok keheranan.

Mama mengangguk. "Iya. Yang kemarin ke sini dengan buah jeruk itu."

Hoseok mengembuskan napas. Tangannya yang semula bersemangat untuk menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulut, mendadak lesu seketika.

"Maaf, Ma. Tapi sepertinya aku tidak bisa."

"Kenapa?"

"Karena ia telah membenciku, mungkin?"

Undelivered | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang