Chapter 20

349 99 24
                                    

Tak pernah sedikitpun terbesit di dalam kepala Hoseok jikalau ada salah seorang temannya memiliki sebuah penyakit yang mematikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak pernah sedikitpun terbesit di dalam kepala Hoseok jikalau ada salah seorang temannya memiliki sebuah penyakit yang mematikan. Terlebih jika itu gadis yang bernama Song Yessa. Gagal jantung. Hei, itu bukan penyakit yang bisa dilihat sebelah mata. Itu penyakit berbahaya.

Dan dalam detik berikutnya Hoseok membayangkan bagaimana sulitnya hidup yang Yessa jalani. Bernapas dengan bergantung pada puluhan butir pil yang ditenggak setiap harinya.

Seharusnya Hoseok sudah menyadari akan keanehan yang Yessa miliki. Terlebih ketika hari di mana gadis itu menghilang tanpa kabar dan kembali masuk sekolah beberapa hari setelahnya. Seharusnya Hoseok bertanya. Seharusnya Hoseok tidak diam saja. Iya, seharusnya.

Jika ditanya apakah Hoseok menyesal? Jawabannya adalah; ya, Hoseok menyesal. Sangat.

"Ma, Hoseok pamit sebentar, ya?"

"Mau kemana malam-malam begini?"

Mama menautkan kening kala melihat presensi anak lelakinya tengah memasang sepatu kets di betis kiri seraya memegang sebuah kunci motor yang sempat diambil di atas meja dekat televisi.

"Cari angin," jawab Hoseok singkat. "Ohya, aku pinjam sepeda motornya ya, Ma," lanjutnya.

Belum sempat mama menjawab, Hoseok sudah lebih dulu berlari ke arah garasi, mengeluarkan sebuah sepeda motor matic berwana hitam dengan lis merah. Ini pilihan yang bagus dibanding mengendarai sepeda di sepanjang malam. Terlebih waktu yang ia miliki tidak cukup banyak.

Hoseok sempat bertanya pada Ruth mengenai keluarga Yessa. Dan ia mendapatkan informasi kalau selama ini Yessa memiliki saudara bernama Taehyung. Heck, Hoseok bahkan hampir mengambil selembar kantong kresek di dalam rumah guna menyembunyikan wajahnya, mengingat bagaimana ia begitu terbakar api cemburu kala melihat Taehyung merangkul Yessa.

Dan sekarang, di sinilah Hoseok. Rumah milik Taehyung yang berdiri megah di perumahan elit dekat danau. Hoseok sempat mengirim pesan pada nomor ponsel Taehyung yang dimintanya pada si culun Jungkook sepulang sekolah. Isinya terkesan kaku, sebab mengingat kelakuan keduanya yang tidak pernah akur sejak masa sekolah menengah pertama, pun membuat Hoseok enggan untuk terlalu banyak mengetik kalimat panjang. Jarinya bisa pegal.

"Masuk."

Wow. Sambutan yang sungguh dingin, pikir Hoseok.

Taehyung membuka pintu gerbang dengan rambut setengah acak-acakan. Baju rumahannya juga terlihat lusuh. Berbanding terbalik dengan rumah yang ia tempati. Bahkan jika saja Hoseok tidak memiliki kepentingan, ia pasti akan mengolok-olok Taehyung dengan sebutan 'gelandangan'.

"Jadi, apa maksudmu kemari?"

Hoseok menautkan jemarinya dalam kegelisahan yang menyelimuti. Kaus lengan pendeknya berkibar diterpa angin malam yang dingin, membuat pemuda tersebut berkali-kali menggertakkan giginya. "Begini, kurasa kau tahu di mana Yessa sekarang, bukan?"

"Mau apa kau bertemu dengan Yessa?"

"Aku—"

"Setelah taruhan yang kau buat dan membuat Yessa menangis semalaman penuh?" Taehyung menggeleng tak habis pikir. "Yang benar saja, Jung."

Benarkah? Oh Tuhan, aku benar-benar laki-laki yang jahat.

"Kupikir kau lebih baik pulang sekarang. Sebab Yessa telah membencimu."

Hoseok menggeleng. "Tidak. Aku perlu bertemu dengan Yessa. Masih ada hal yang perlu kuselesaikan dengannya malam ini juga. Tolong, Taehyung."

Tawa Taehyung memecah heningnya malam. Hampir mengeluarkan setitik air di sudut matanya yang mana langsung diseka oleh jari telunjuk. "Oh, astaga. Lelucon macam apa ini, huh?" Taehyung menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa empuk yang tengah ia duduki. Sedangkan kelima jarinya beralih menggapai sekaleng soda yang belum terbuka. "Sudahlah, lebih baik kau pulang saja."

Hoseok bersikeras tidak mau. Ia bahkan nampak tak bergeser satu senti pun kala Taehyung berusaha menarik lengannya agar bangkit dari sofa yang ia tempati. Hingga satu suara lemah menginterupsi keduanya.

"Tinggalkan kami berdua, Kak."

"Yessa!"

Kedua mata Hoseok berbinar kala mendapati sosok gadis yang telah merebut hatinya turun meniti undakan tangga dengan hati-hati. Wajahnya pucat sekali. Bahkan ia terlihat dua kali lebih kurus dibanding sebelumnya.

Sedikit berat, tapi Taehyung tetap menuruti perintah adik sepupunya. Sesaat sebelum melangkah pergi, ia sempat memberi tatapan peringatan pada Hoseok yang tak mengalihkan pandangan pada Yessa barang sedetik pun.

"Ada apa, Jung?"

Hoseok meraih tangan Yessa sesaat gadis tersebut menempatkan diri di sofa yang sempat ditempati oleh Taehyung, namun dengan cepat gadis itu menepisnya.

"Aku minta maaf, Yess." Hoseok menatap penuh harap gadis di hadapannya yang dibaluti piyama berwarna pink pucat. "Aku tahu aku salah. Aku harusnya tidak menerima taruhan itu. Aku minta maaf." Hampir saja Hoseok mengisak tapi ia berusaha menahannya. Tidak boleh terlihat lemah dihadapan perempuan yang disukai. "Sekali lagi aku benar-benar minta ma—"

Buru-buru Yessa menempatkan jari telunjuknya di depan bibir Hoseok. Membuat pemdua tersebut terdiam kaku dengan iris yang membulat sempurna. "Permintaan maaf diterima. Tapi aku tidak bisa merubah keadaan seperti semula."

"Maksudmu?"

"Memangnya apa yang kau harapkan pada seorang gadis yang hanya memiliki waktu satu minggu lagi untuk bertahan hidup?

Undelivered | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang