Chapter 10

440 121 17
                                    

"Bersikaplah dengan normal Hoseok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bersikaplah dengan normal Hoseok. Jangan memainkan makananmu!"

Suara mama meninggi tatkala Hoseok dengan malas menggapai sendok perak dan mencelupkannya ke dalam mangkuk berisi sup jagung. Ini sudah jam setengah delapan malam, waktu yang tepat untuk makan malam sembari berbincang mengenai hal-hal kecil yang telah dilalui. Hanya saja kali ini terasa sedikit berbeda. Sebab kursi di depan Hoseok yang biasanya kosong sudah di tempati oleh Dawoon.

Hoseok sendiri jadi kehilangan selera makannya sejak ia mendaratkan bokongnya di atas kursi. Sup jagung yang tersajikan dengan kepulan asap putih halus menguar di udara, memenuhi indera penciuman dengan aromanya yang sedap.

Sejenak Hoseok menunduk, menatap makanan kesukaannya yang telah di hadapan. Satu detik kemudian keningnya mengernyit, ia sadar ada satu hal yang seharusnya tidak dicampur di dalamnya.

Labu.

Sayur bertekstur lembek dengan warna orange. Hoseok sendiri bahkan bisa mengingat bahwa ia pernah mencoba puluhan kali agar bisa menyukai sayuran jenis ini. Namun, usahanya selalu gagal. Hoseok selalu berakhir di toilet dan memuntahkan apa yang telah ia makan.

Dan menurut Hoseok, ini jelas adalah kekeliruan mama.

"Aku tidak akan memakan makanannya."

Iris Hoseok berkedip sebanyak tiga kali sebelum menyandarkan punggungnya yang berbalut kaus putih polos di sandaran kursi. Mengamati mama yang kini tengah berhenti mengunyah makanan dan beralih mengambil segelas air putih.

Hela napas panjang keluar dari katup bibir Hoseok. Jelas pemuda itu enggan untuk mengeluarkan banyak kalimat karena ia tahu, semua akan berakhir dengan perdebatan tiada akhir.

Hoseok mendecih kala melihat Dawoon menatapnya dengan prihatin. Mungkin merasa khwatir, atau kasihan? Terserah apalah itu. Yang jelas Hoseok tidak akan peduli. Hoseok tidak akan pernah menganggap perempuan itu ada di dalam rumahnya.

"Mama pikir permasalahannya sudah selesai."

Memutar bola matanya sebal, Hoseok memilih mengambil ponsel miliknya yang ia letakkan di dekat teko berisi air. Sebisa mungkin Hoseok menekan emosinya yang sudah separuh naik di dalam dada. Tenang, hobi.

"Hoseok! Mama sedang berbicara denganmu! Dimana sopan santunmu?"

Kali ini Hoseok benar-benar sudah kehabisan kesabarannya. Ia seketika lupa bagaimana rupa sang mama ketika sedang tersenyum senang kala mendapati Hoseok pulang dengan piala perak di tangan. Yang Hoseok ingat hanyalah wajah mama ketika sedang memarahinya karena ketahuan membolos di saat jam pelajaran. Dan kalian tahu apa? Wajah mama sama persis dengan waktu itu. Merah padam dengan kedua bola mata yang melotot.

Hoseok sungguh tidak sedang ingin berdebat dengan mama. Diletakkannya kembali ponsel yang telah ia genggang, bukan ke atas meja, melainkan ke dalam saku celana rumahannya. Bangkit dari kursi dan berkata pelan tanpa gairah, "Maaf, Ma."

Keadaan hening. mama masih mengatur napasnya yang memburu, Dawoon yang duduk di sisi mama mulai mengulurkan telapak tangannya ke punggung wanita yang menjabat sebagai ibunya; berusaha menenangkan walau Hoseok tahu itu tidak akan pernah cukup menurunkan amarah mama.

Tanpa banyak bicara lagi, Hoseok berjalan menjauh, tak lupa mengembalikan kursi ke tempat semula dan membalik sendok yang ia gunakan. Meninggalkan semuanya dalam hening malam yang dingin.

Well, Hoseok jadi ingin satu hal. Bisakah Tuhan mempercepat kematiannya?

Undelivered | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang