Chapter 26

481 98 19
                                    

Hoseok mengatur ulang napasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hoseok mengatur ulang napasnya. Mencoba sedikit lebih tenang namun nyatanya ia tak akan pernah bisa. Jemarinya bergerak mengusap pelan surai Yessa yang berada dalam rengkuhannya. Well, ini sungguh terlihat seperti apa yang dilihatnya di dalam mimpi. Duduk di sebuah bangku sembari menatap matahari yang hampir kembali bersembunyi di bagian barat.

Cahaya kuning menelusup di balik dedaunan apel yang kini mulai berjatuhan ke atas tanah. Berbaur dengan angin yang kini mulai berhembus menggelitik kulit Hoseok. Iris sipitnya kemudian mengarah pada pergelangan Yessa yang masih dibalut dengan infus. Tetes demi tetes cairan bening itu mengalir dari selang kecil menuju tubuh ringkihnya. Seberapa lama Yessa akan bertahan dengan semua ini?

Praduga-praduga buruk memenuhi kepala Hoseok. Berandai-andai bagaimana kalau besok hari ia tidak akan melihat gadis dalam dekapannya ini bernapas seperti biasanya. Berandai-andai kalau bibir merah Yessa akan berubah menjadi kebiru-biruan, juga kulit pucatnya yang berangsur-angsur mendingin karena jantungnya tak lagi bekerja.

Apa Hoseok bisa?

Apa Hoseok bisa hidup seperti biasanya dan menganggap kalau sosok Yessa yang barang kali lenyap esok hari sebagai kilasan mimpi buruk semata?

Heck. Semut merah di dinding pun rasanya akan tergelak. Tertawa keras hingga terbanting ke atas tanah dan mati dengan konyol.

Hoseok tersenyum sendu. "Kenapa kau tidur nyenyak sekali, sih?"

Cicit burung gereja yang hinggap di salah satu dahan pohon apel membuat Hoseok memiringkan kepalanya. Awalanya ia tak cukup teliti, namun, saat menyadari kalau salah sayap burung itu terluka, Hoseok dengan cepat memindahkan kepala Yessa yang masih dalam dekapannya ke sandaran kursi. Barangkali itu cukup tidak nyaman untuk dijadikan sebagai alas kepala, terlebih Hoseok juga sedikit tidak rela karena kehangatan yang sempat melingkupinya harus menghilang tepat ketika ia bangkit dan berjinjit guna meraih burung gereja itu.

"Malang sekali kau burung kecil."

Hoseok mengusap pelan burung tersebut di bagian kepala. Membawanya ke dekat air mancur taman dan memercikan air tersebut ke luka yang menganga lebar di bagian sayap. Ia sendiri harus bergidik ngeri kala melihat luka yang tercetak di sana cukup parah. Masih mengeluarkan darah dan menguarkan bau tak sedap.

Hoseok terus asik dengan kegiatannya mengobati burung gereja yang ada dalam genggamannya, hingga tak sadar Yessa sudah terbangun dari tidur singkatnya dan mengusap kedua matanya secara bergantian. Berulang kali mencari sosok pemuda yang tadi menyediakan dekapan yang sangat nyaman dan berakhir menemukan presensi itu berdiri membelakanginya.

Yessa ingin bangkit dan menghampiri Hoseok. Tapi, kedua tungkainya terlalu lemah untuk sekadar berdiri. Kepalanya pun sedikit pening dengan dadanya yang berdenyut pelan. Ah, tidak. Kau tidak boleh muncul sekarang. Memejamkan mata dan mencoba mengatur napas yang kiranya bisa mengurangi rasa sakit, pun akhirnya Yessa mengulas senyum tipis kala mendapati Hoseok berbalik dengan tangan yang tengah menggenggam burung gereja.

Undelivered | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang