Chapter 23

360 93 20
                                    

Kata pengumuman yang berasal dari speaker sih, bakal ada libur selama satu minggu karena kelas tiga akan mengikuti ujian sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kata pengumuman yang berasal dari speaker sih, bakal ada libur selama satu minggu karena kelas tiga akan mengikuti ujian sekolah. Hoseok yang mendengar langsung kegirangan, mengepalkan tangan sembari berucap 'yes' di dalam hati. Sebab, dengan begitu ia bisa menjaga Yessa setiap hari.

"Kabar Yessa bagaimana?" tanya Namjoon disela sesapan soda yang tengah ia teguk. Pemuda berlesung pipi itu menyiratkan gurat khawatir yang dapat Hoseok ambil dari air wajahnya.

Sejenak Hoseok menimang jawaban. Apakah harus menjawab jujur saja? Tapi, setahu Hoseok, Yessa itu mati-matian menyembunyikan penyakitnya dari semua orang, termasuk dirinya.

Jadi, dengan gelengan singkat, Hoseok menjawab, "Entahlah. Yessa tak pernah mengabariku lagi. Ia seperti hilang ditelan bumi."

Kemudian Namjoon membuang kaleng miliknya yang sudah kosong ke dalam bak sampah. Ia menepuk pelan pundak Hoseok. "Perihal kejadian tempo hari, aku minta maaf ya. Memang aku yang salah. Seharusnya aku menerima tawaranmu saja untuk membelikanku album ketimbang taruhan ciuman itu."

Hoseok mendecih. "Ey, kenapa kau jadi sok melow begini 'sih? Seperti bukan Namjoon yang kukenal saja." Pemuda itu kemudian menepis telapak tangan Namjoon yang masih menempel di pundaknya. "Sudahlah. Lebih baik kau bayarkan makananku."

"Oke."

Sedikit tergelak, tentu saja. Ini bukan Namjoon yang kukenal, pikir Hoseok. Memang benar, sejak kejadian tempo hari, Namjoon berubah menjadi seseorang yang pendiam. Bahkan saat mereka duduk berdampingan di kelas, tak ada yang bisa menjadi bahan obrolan. Namjoon selalu menghindari kontak mata juga pembicaraan. Kerap kali pemuda itu secara terang-terangan menghindar. Beruntung, sebelum bel istirahat berbunyi, Hoseok mengajaknya untuk ke kantin bersama dan percakapan canggung pun mulai terjadi.

"Di sini, apakah ada yang tahu apa perbedaan dari arteri dan vena?"

Hoseok mendecak kesal. Ia sudah duduk di atas kursi selama tiga puluh menit lewat empat puluh detik dan Tuan Yoon belum juga menutup mulutnya. Masih sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan yang ia lemparkan pada murid di kelas.

"Ey, kau!" tuding Tuan Yoon pada si culun Jungkook. Sedangkan yang dituding kelabakan membuka buku paket yang berada di atas meja. Keringat dingin membasahi pelipisnya.

Well, melihat bagaimana jemari Jungkook bergetar hebat kala membuka lembar demi lebar buku paket, membuat Hoseok mau tak mau menahan tawanya. Sama seperti yang lain juga. Kelas semakin cekikikkan kala melihat bagaimana buku tersebut ditutup oleh Tuan Yoon, menyisakan Jungkook yang menunduk sembari mengucapkan kata maaf.

Hoseok kemudian kembali mengalihkan atensinya pada luar kelas. Hawa di luar kiranya cukup panas, debu-debu terbang terbawa angin bersamaan dengan dedaunan kering yang jatuh. Musim yang aneh, pikirnya.

Samar-samar Hoseok masih dapat mendengar bahwa Tuan Yoon sedang mengomeli Jungkook karena tidak memperhatikan pelajarannya. Sebenarnya, semua murid di sini tidak ada yang memperhatikan beliau—kecuali Kim Namjoon. Pemuda itu bahkan kini sibuk mencatat sesuatu di balik lembaran kertas yang ia lipat bagian atasnya.

Drrtt..

Hoseok dengan sigap mengambil ponsel yang terselip di saku celana miliknya. Meneliti sebuah pesan yang berasal dari nomor tidak dikenal. Awalnya Hoseok ingin mengabaikannya saja, namun, ia takut jika isi pesan tersebut ternyata cukup penting. Maka, dengan memastikan bahwa Tuan Yoon masih mengomeli Jungkook di bagian belakang, Hoseok pun membukanya.

Yessa dilarikan ke rumah sakit. Kau bisa kemari jika kau ingin.

"Sial," desis Hoseok pelan-mampu membuat sepasang iris hitam Namjoon mengarah padanya.

"Kenapa?" tanya Namjoon pelan.

Hoseok mulai mengemasi barang-barang yang sempat berserakan di atas mejanya. "Aku ada keperluan mendadak, Joon. Tolong izinkan aku pada Tuan Yoon, ya."

Segera Hoseok menghambur ke luar kelas. Dengan derap langkah yang menghentak permukaan lantai koridor, ia membenarkan letak tas punggungnya. Keringat dingin mulai membasahi kening. Pikirannya sudah berkelana jauh, terlalu jauh hingga tak bisa berpikir dengan jernih. Bagaimana kalau Yessa kenapa-kenapa?

Tuhan, tolong selamatkan Yessa kali ini.

Gesekan roda dengan aspal terdengar menderu di telinga. Beberapa pasang mata bahkan sempat menoleh ke arah Hoseok yang memacu sepedanya kelewat cepat. Bahkan ada seorang pejalan kaki yang hampir Hoseok tabrak, untungnya ia cukup gesit. Dengan memiringkan sepedanya sedikit, Hoseok pun bisa lolos dari kejadian itu.

Napasnya terengah-engah. Bangunan rumah sakit sudah di depan mata namun entah kenapa terasa sangat jauh untuk digapai. Tungkai kakinya sudah terlalu lelah untuk mengayuh pedal sepeda. Bahkan seingat Hoseok, ia belum memasukkan apa-apa ke dalam perutnya kecuali segelas susu di saat sarapan pagi dan sekaleng soda saat istirahat. Kendati demikian, Hoseok tidak menyerah. Ia turun dari sepeda dan memilih untuk menuntunnya.

Selagi menunggu jalanan sedikit lengang agar bisa menyebrang, Hoseok terus memanjatkan beberapa doa di dalam hati. Barangkali Tuhan telah bosan mendengar doa yang tertuju untuk Yessa dan memilih menyembuhkan gadis itu dari penyakitnya. Dan saat kendaraan tidak ada yang melintas lagi, Hoseok pun menyebrangi jalan dan menyandarkan sepedanya di tiang parkir.

Bibirnya ia gigit pelan, sedangkan iris pekatnya menatap ke sana kemari. Mencari ruang tempat dimana Yessa dirawat. "Sial", desis Hoseok. Taehyung bahkan tak memberi tahu nomor kamar Yessa. Rupanya pemuda tersebut memang berniat untuk menyusahkan Hoseok.

"Permisi, pasien atas nama Song Yessa ada di kamar berapa, ya?"

Perawat yang sedang berjaga saat itu mengecek sebentar ke arah layar komputer sebelum memberi seulas senyum tipis. "Lantai tiga, kamar 56."

Setelah mengucapkan terima kasih, Hoseok pun berbegas menuju lift yang hampir menutup. Ruangan sempit ini terasa begitu sesak saat dirinya ikut menghambur masuk ke dalam. Orang-orang yang berada di dalam sana juga nampak setengah kesal sebab oksigen di ruangan kecil ini semakin menipis. Tapi Hoseok tak perduli. Satu detik pun terlalu berharga baginya.

Ketika kakinya kembali berlari, mengindahkan tatapan memincing yang ditujukan padanya, iris Hoseok mendapati Taehyung yang duduk merosot di depan pintu yang diyakininya sebagai kamar rawat Yessa.

Hoseok memelankan langkahnya, terus mendekat ke arah Taehyung dengan napas yang memburu. Pandangannya menghitam untuk sejenak sebelum ia menjatuhkan diri tepat di samping Taehyung.

"Yessa," Hoseok meraup oksigen dengan rakus. "Bagaimana keadaannya?"

Taehyung mengangkat wajahnya yang tertunduk sedari tadi. Kepalanya memberat seiring dengan pening yang mendera. Hoseok yang berada di samping hanya bisa diam sembari mengamati bagaimana kedua mata itu sedikit membengkak dan merah. Sebelum memberikan jawaban, Taehyung nampak menimang-nimang sebentar, kiranya perlu 'kah hal ini disampaikan? Jadi, setelah membasahi bibir bawahnya yang mengering, Taehyung bersuara, "Terlambat satu menit saja, Yessa pasti sudah tiada."

Undelivered | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang