Chapter 9

42 17 2
                                    

Slamet sedang berada di tangga, mengecat dinding madrasah, ketika Isna datang bersama ketiga temannya.

“Ustaz!” Isna memanggil Slamet dengan sebutan ustaz karena punya maksud tertentu.

Slamet menoleh ke bawah. “Oh, kamu, Isna!”

“Aku bawa pasukan yang siap membantu, Ustaz!”

Slamet mengerjap gembira. “Alhamdulillah, mereka teman-teman kamu?”

“Yup!” Isna memberi isyarat agar ketiga temannya mendekat. “Perkenalkan diri kalian sama Ustaz!”

Ketiga teman Isna mendekat.

“Ini Uday, nama aslinya Saefudin!” Isna mengenalkan seorang anak berbadan gempal di sebelahnya.

Slamet melambai kepada Uday.
“Yang kurus ini Giant.” Isna menunjuk seorang anak bertubuh jangkung, tidak jauh darinya.

Slamet tersenyum geli. Tokoh Giant dalam film animasi Doraemon bertubuh gemuk. Sedangkan yang ada di hadapannya kebalikannya, tinggi kurus.

“Dan si cantik ini, namanya Ningsih, tetapi seluruh cowok di kampung ini memanggilnya dengan sebutan Sissy.” Isna merengkuh tubuh sintal Sissy.

Slamet mengangguk sopan.

Isna mengedarkan pandangan ke setiap sudut gedung. “Madrasahnya sudah kelihatan cantik!”

“Semoga saja lusa sudah siap difungsikan.” Slamet menuruni anak tangga. Ia bersalaman dengan kedua teman lelaki Isna, kecuali kepada Sissy, ia hanya mengatupkan kedua telapak tangan.

“Nanti kami bantu besok. Hari ini kami ada acara.” Isna berujar.

“Oh, ya?” Slamet tersenyum. “Terima kasih sebelumnya.”
Wajah Isna mendadak cemberut. “Tapi acara itu bisa batal kalau Ustaz tidak bisa membantu kami.”

Sepasang alis Slamet terangkat. “Memang apa yang bisa aku bantu?”

Mata Isna berbinar. “Jadi ceritanya begini. Kami ini anak band. Minggu depan ada festival band tingkat kabupaten. Hari ini rencananya kami mau mendaftar. Tetapi bapak tidak mengizinkan.”

Ketiga teman Isna serempak mengangguk.
“Tolong bantu kami agar bapak mau memberi izin.” Isna membujuk.

Slamet mengerutkan dahi. “Kenapa bapak tidak mengizinkan?”

Wajah Isna cemberut. “Bapak suka melarang-larang.”

Slamet tersenyum bijak, menatap satu per satu Isna dan teman-temannya. Ia menangkap harapan di mata mereka.

“Tolonglah kami, Ustaz!” Isna merengek. “Bapak kan respek sama Ustaz.”

“Sebelum membantu kalian, aku harus tahu dulu apa alasan Haji Bakir tidak mengizinkan kalian ikut festival.”

Giant menimpali. “Pak Haji tidak melarang kami, tetapi Isna. Tanpanya kami kekurangan personel, tidak bisa ikut festival itu.”

Slamet menoleh kepada Isna. “Kenapa bapak melarangmu? Pasti ada alasannya.”

Isna mendengus, merasa percuma meminta tolong kepada Slamet.

Uday angkat bicara. “Dulu Pak Haji membolehkan Isna main band tetapi dengan syarat-syarat yang berat. Ia harus pulang sebelum maghrib. Setiap kami latihan, ia harus didampingi kakaknya. Dan yang paling mustahil adalah, kami harus salat berjamaah di mushola. Bukannya kami tidak mau salat, tetapi soal salat kan urusan kami sama Allah. Juga tidak harus berjamaah di mushola bukan?”

Slamet mengangguk-angguk, menangkap maksud Uday.

“Kami salat kok!” Sissy menimpali. “Kami juga tidak melakukan yang aneh-aneh. Kami bukan anak kecil yang harus terus diawasi.”

Bulan Dalam GenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang