Goddamnit!

442 58 129
                                    

Warning, typo's!



Mataku membulat penuh dan ingin copot. "What the fuck?! Aku sudah memperingatikan mu tapi kau tetap bersikeras, hah?" Jelas, apa yang baru saja dikatakan Kendall membuatku mendidih seketika. Apa maksudnya? Apa dia mencoba mengetes batas kemarahanku? Jika dia ingin tahu, itu sudah pernah dia lakukan. Karena setiap berbicara dengannya membuat amarahku memuncak.

Dia tergelak. "Jangan bilang kau melarangku. Kau terkesan menjadi  ibu dari pada sebagai sepupu."

Sial, dia mengejekku. "Hanya saja kau tidak tahu pesta macam apa itu. Itu akan mengerikan jika pesta itu untuk gadis macam seperti mu." Suaraku lebih tinggi lagi.

Kendall tergelak untuk kesekian kalinya. Shit! Aku merasa seperti badut sekarang. "Itu jika tamu Bryce adalah hantu." Dia memberi jeda sejenak. "Mungkin kau lupa, aku  akan merasa aman, karena  sepupuku yang sekarang  bersikap ke ibu-ibuan juga ada di sana."

Baik, aku mencoba mengendalikan emosiku walaupun sebenarnya itu sangat susah.

Mengatur napasku, dengan mengambil napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya. "Baik, terserah kau. Aku sudah memperingatikan mu."

"Oh, thank you very much, my cousin." Dia menekankan setiap ucapannya. Dan itu nampak berlebihan bagiku.
Jadi, kuputuskan untuk meninggalkannya saja dan pergi ke kamar.

"Maaf, aku sudah memutuskan teleponnya. Tadi ada monyet tetangga yang masuk ke rumah."

Kuhentikan langkahku saat hendak menaiki tangga.  Apa maksudnya? Monyet?

"Yeah... Aku juga rindukan Ayah..."

Sebenarnya aku ingin protes, tapi setelah   diriku  sadar dia menelepon ayahnya, kuurungkan niatku untuk itu.
Karena kupikir dia sedang menelepon Bryce. Hah, syukurlah...

Wait... What?

"Ada lagi, Styles?"

Aku terkesiap ketika Kendall menyebut namaku. Itu juga membuatku sadar diriku masih   berdiri di tempat hanya untuk menguping pembicaraannya.

"Tidak..." jawabku singkat. Lalu aku benar-benar pergi meninggalkannya. Maksudku, hanya ke kamar.







*****

Paginya, aku sedang sarapan dan menunggu Kendall yang masih belum keluar dari  kamarnya. Tapi tidak lama kemudian, dia menuruni tangga dan itu membuatku menoleh ke arahnya.

"Kau sudah selesai?" tanyaku.

Dia berjalan ke arahku. "Yeah... Karena sebentar lagi Bryce akan menjemputku."

Shit!

Langsung kujatuhkan sendokku ke mangkuk sereal.

Oke, ambil napas, lalu keluarkan.
"Kau bisa meneleponnya untuk membatalkannya. Kau terlalu merepotkannya, kau tahu itu?"

"Jika kau ingin tahu, sebenarnya dia yang selalu memaksaku." Dia tersenyum.

Tin...

Baru saja kami mendengar ada suara klakson mobil. Dengan sangat yakin, itu pasti Bryce.

Aku berdiri dari kursiku, meninggalkan sarapanku. Lalu berjalan melewatinya.

"Mau ke mana kau?" tanyanya heran.

Kuusahakan raut wajahku tetap santai dan terus tersenyum. "Menemui Bryce," jawabku tanpa memerdulikannya. Dan kudengar, langkahnya mengikutiku dari belakang.

Aku keluar dari rumah, melihat Bryce sudah bersandar di mobilnya dengan menggunakan kaca mata hitam.

Aku keluar dari rumah, melihat Bryce sudah bersandar di mobilnya dengan menggunakan kaca mata hitam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cousin [Hendal]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang