Plan Something

276 51 48
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.











Aku berjalan cepat melewati koridor rumah sakit. Sesuai apa kata Niall, aku menuju kamar Kendall. Yang sebelumnya rasa ini hanya marah, sekarang sangat marah. Yang tadi gusar, sekarang sangat gusar. Rasanya ingin mengeluarkan banyaknya sumpah serapah untuk gadis itu. Tapi tidak sekarang, mengingat dia baru saja sadar, dan aku tidak ingin melakukannya itu dengan ukuran penuh.

Ini pukul empat pagi. Dan selama itu mataku masih terjaga agar diriku bisa melakukan semua ini. Yeah...
Walaupun sekarang aku masih berdiri tepat di depan pintu kamarnya. Belum berani masuk, tapi aku mencoba melihat ke dalam melalui pintu kaca, dan memastikan diriku sudah menyiapkan kata-kata yang pas untuknya. Tapi kelihatannya harus kutunda, karena di dalam sana masih ada Anne dan juga Brad.

Manarik napas panjang, setelah itu mengeluarkannya dengan perlahan. Setelah itu, aku membuka pintunya hingga mengeluarkan suara decitan. Itu membuat mereka yang ada di dalam menoleh ke arahku. Termasuk Kendall. Matanya melihat lurus ke arahku. Begitupun juga aku,  benar-benar melihat bagaimana keadaannya sekarang.

Niall benar, Kendall tidak dipasangi banyak perban dan tidak terlihat seperti mumi. Tapi ini tetap saja menakutkan karena ini menyakitkan. Yang menurutku begitu banyak luka  lebam di wajah, tangan dan juga kakinya yang dipasangi gip. Hell! Ini terburuk dari yang terburuk.

"Harry, dari mana saja kau?" Anne berjalan ke arahku. Tapi aku lebih memilih untuk mengabaikannya saja. Selain tidak mungkin aku menjawab, 'menenangkan diri', pikiranku juga masih kosong saat melihat keadaan Kendall. Sungguh, ini benar nyata!

Anne memutar bola matanya. "Baiklah... Pagi ini kami akan pulang. Ayahmu harus bekerja, dan aku harus pulang mengambil baju ganti. Dan aku mohon padamu, satu kali saja. Ka--"

"Dengan senang hati," jawabku datar dengan menatap lurus ke arah Kendall.

"Baiklah... Jangan ditunda lagi sebelum dia merubah  pikirannya." Brad menginterupsi. Lalu dia berjalan lalu menarik tangan Anne nampak tergesa-gesa. Tapi sebelum Anne benar-benar meninggalkan kami, dia berkata, "Jaga dia dengan baik-baik." Setelah itu mereka benar-benar pergi. Syukurlah... karena diriku sudah tidak tahan lagi untuk menundanya.

Sebelumnya kupastikan pintunya benar-benar tertutup. Setelahnya, sepenuhnya diriku fokus pada Kendall.

Aku memberikannya tatapan tajam. "Bagaimana rasanya?" tanyaku datar tanpa ekspresi.

"Kau bertanya tentang apa? Hatiku, atau diriku?" Dia sama, kami seperti saling adu mata laser, dan tinggal menunggu siapa yang akan meleleh dalam artian kalah.

"Apa kau gila? Apa yang kau lakukan, Ken? Kau menyiksa dirimu!" Tidak keras, tapi dengan yakin  dia pasti tahu kalau diriku sedang dalam keadaan marah. Sangat marah bahkan.

Aku berjalan mendekat  satu langkah lagi. "Apa maksudmu melakukan semua itu? Kau pikir kau punya banyak nyawa seperti kucing? Mengapa kau sebodoh itu?" Napasku sampai terengah-engah. Jika ingin tahu, aku sudah menahannya sudah dari tadi. Dan aku tidak bisa untuk mengontrol diriku agar tidak marah. Ini seperti pelepasan dari semua emosiku.

Cousin [Hendal]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang