♡t h r e e : a slice of a goodness♡

4.2K 258 3
                                    

Gadis itu terdiam. Berdiri dengan kepala menunduk kaku dan tubuh gemetaran. Seumur hidup, ia tak ingin mencuri. Bukan karena ia terlalu suci, gadis itu tak memungkiri jika ia mau mencuri mungkin ia tak akan kelaparan, ia hanya takut ketahuan dan mendapat siksaan dari orang-orang. Tubuh ringkihnya sudah remuk redam. Ia tak ingin membayangkan seandainya nanti ia dipukuli dan dibunuh oleh orang-orang karena ketahuan mencuri.

Namun apa yang terjadi padanya hari ini? Senja kali ini tak sejalan dengan hari-harinya yang telah lalu. Mengapa hanya demi sepotong roti itu ia kehilangan akal sehatnya dan masuk ke dalam toko roti mewah itu?

Gadis itu hanya bisa mematung. Menanti penghakiman dari sang empunya toko yang mungkin akan membunuhnya karena ketahuan masuk ke dalam toko mewahnya.

"Jangan diam saja, kau pasti mau mencuri kan? Dasar pengerat!" bibir gadis itu bergetar. Rasanya pria di hadapannya ini benar-benar seperti raksasa kejam pemilik harta karun. Dirinya yang kecil tak berdaya harus berhadapan dengannya.

"Jawab! Apa kau bisu?!" mendapat bentakan itu akhirnya gadis itu mendongak. Mendongak hanya untuk mendapati tatapan jijik dan benci dari seorang pria yang luar biasa tampan itu.

"Ada apa Kak?" lamunan gadis itu buyar ketika seorang wanita muda berjalan menghampiri mereka.

"Hanya seekor tikus yang hendak mencuri." Kejam, namun ia bisa apa? Jika biasanya dikatai jalang dan pelacur sudah terlalu biasa di telinganya, kini dikatai sebagai tikus pengerat terasa lebih menggelitik hatinya.

"Kakak! Tolong jangan bicara sekasar itu pada perempuan." tanpa gadis itu duga, wanita yang tengah memakai celemek itu berjalan menghampirinya dan menuntunnya ke tempat duduk. Tangan halusnya menyentuh tangan gadis itu dengan lembut. Benar-benar di luar dugaan.

Wanita itu tersenyum hangat, "jangan dengarkan kata-kata pria itu. Kau mau roti? Aku masih punya banyak." gadis itu mengangguk antusias. Perutnya terasa pedih. Mungkin saja lambungnya telah lengket satu sama lain.

Carren berdiri dan mengambil beberapa potong roti. Berjalan melewati Gabriel. Gabriel memelototkan matanya, "kau gila? Untuk apa memberi makanan pada tikus pengerat macam dia? Dia itu pencuri, lama-lama semua barangmu akan habis." Gabriel berkata sembari meluruskan tatapannya pada gadis yang tengah terpekur di atas sofa. Bisakah ia pergi saja? Tak apa jika ia tak bisa merasakan lembut dan manisnya roti itu asalkan ia bisa pergi dan tak mendengar suara jahat itu.

"Kak cukup! Kau memperlakukan manusia layaknya binatang, apa kau tak berpikir jika gadis itu bisa merasa sakit hati?" ucap Carren.

"Sakit hati? Bukankah dia sering mendengar kata-kata yang sama denganku? Apa kau akan memberi makanan pada semua gelandangan pengemis atau bahkan pada pencuri seperti dia?" Gabriel dengan keras kepalanya menahan lengan Carren.

Gelandangan? Yah, memang ia seorang gelandangan. Tapi pengemis? Ia sama sekali tak pernah meminta-minta. Apalagi mencuri. Tapi nyatanya ia tadi mencuri kan? Gadis itu berdiri dengan tiba-tiba. Ia menunduk dan segera keluar dari toko Carren, membuat Carren melepaskan tangan Gabriel dan mencoba mengejarnya. Namun dengan keras Gabriel menghentikannya.

"Apa? Toh itu hanyalah roti gandum yang tak habis terjual. Katamu aku harus membuangnya. Daripada aku membuangnya, bukankah gadis itu lebih berhak menikmatinya?" Carren menghempaskan tangan Gabriel, lalu meraih beberapa potong roti dan memasukkannya ke dalam tas. Ia segera berlari keluar dari tokonya dan mendapati gadis itu duduk di tepi jalan.

Kedua tangannya ia letakkan di atas lutut untuk menyangga kepalanya. Tak bisa dipungkiri, perutnya terasa nyeri dan mungkin sebentar lagi ia tak akan merasakan apapun. Namun mendengar serangkaian kata kasar dari pria itu membuat rasa sakit dua kali lebih terasa di hatinya. Sakit sekali. Padahal ia suka dengan kedua mata biru itu. Ia suka karena keduanya sangatlah indah.

The Shabby Girl ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang