Helo
***Krysan banyak menghabiskan waktunya dengan melamun. Akhir-akhir ini otaknya dipaksa untuk mengulang memori pahit masa lalunya. Banyak air mata dan rasa sakit yang ia rasakan. Bagaimana ia bisa berada di sisi Gabriel yang sempurna dengan tubuh penuh luka dan cacat? Krysan bisa saja egois, sekali saja mengklaim Gabriel untuk jaminan kebahagiaannya. Namun bisakah ia tidak menunduk kala berdiri di samping pria itu? Bisakah ia menjadi sosok yang dapat dibanggakan Gabriel di depan orang banyak?
Pernikahan memang hanya tentang kau dan orang yang akan menjadi pasanganmu, tapi kalian tidak hidup sendiri di dunia ini. Jika mereka hanya mencemooh Krysan, ia tak merasa keberatan. Namun jika mereka ikut mencemooh Gabriel, lebih baik ia mundur.
Dunia masih terlalu luas untuk ia arungi, dan Krysan yakin itu yang terbaik.
Sibuk melamun, Krysan tak sadar jika Gabriel telah berdiri di belakangnya. Tiba-tiba saja tubuh mungilnya terangkat karena ulah usil Gabriel. Pria itu membawa Krysan ke dalam mobilnya dan dengan cepat melajukan mobil itu.
"Gab!!! Kau menculikku!" teriak Krysan.
"Pejamkan matamu. Kita akan sampai sore nanti." kata Gabriel.
"Kita akan kemana?" tanya Krysan.
"Tempatnya jauh. Tapi kau akan merasa bahagia nantinya." Krysan malas bertanya lagi kalau Gabriel sudah menjawab pertanyaannya dengan jawaban tidak jelas seperti itu.
"Kenapa menatapku dengan tatapan seperti itu?" tanya Gabriel saat melirik Krysan yang tengah melotot padanya.
"Kau menyebalkan."
Sepanjang perjalanan, Krysan telah menatap berbagai macam pemandangan yang berbeda-beda. Mulai dari bangunan tinggi pencakar langit yang penuh sesak. Kawasan perumahan dengan dinding yang dicat warna-warni. Lautan biru dengan ombak yang tenang. Hutan pinus yang hijaunya menyejukkan mata. Sampai pada padang rumput yang luas. Banyak binatang gembala seperti sapi, domba, dan kerbau yang dilepas bebas di sana. Ada pula kuda dan rusa.
Krysan mengernyit heran. Kemana Gabriel membawanya? Seingatnya ia tadi berangkat saat jam masih menunjukkan pukul 10. Lalu sekarang hari sudah sore. Bahkan matahari sudah mulai tenggelam di balik bukit kecil yang ditumbuhi rumput hijau.
Krysan menoleh pada Gabriel tepat saat pria itu membelokkan mobilnya pada sebuah cottage dua lantai dengan dinding yang terbuat dari batu dan kayu. Dinding batuannya dirambati oleh bunga-bunga yang membentuk sulur, naik hingga ke atapnya. Sementara di depan cottage itu ada halaman yang lumayan luas dengan bunga-bunga warna-warni khas daerah tropis dan sub tropis. Terdapat lampu taman berbentuk bagunan segi lima yang sudah mulai dinyalakan karena hari sudah mulai gelap. Selain itu, cat warna coklat susu dan putih gading nampak melapisi dinding dan pilar sederhana cottage tersebut.
Krysan menginjakkan kakinya di atas lantai kayu berwarna coklat sambil mengedarkan tatapannya ke sekeliling cottage. Terdapat sebuah bel berbentuk lonceng dan tulisan Selamat Datang yang menyambut mereka. Krysan menatap Gabrile. Namun pria itu malah mengabaikan Krysan dan langsung membuka pintu cottage acuh tak acuh.
"Kenapa hanya diam?" tanya Gabriel saat Krysan masih terpaku sambil menatapnya heran.
"Kau masuk rumah orang tanpa izin, Tuan Sok Kaya." kata Krysan ketus.
"Oh, aku memang kaya. Mau apa kau Nona Sok Tahu." balas Gabriel.
"Gab!" panggil Krysan saat Gabriel malah berlalu meninggalkannya dan masuk ke dalam cottage.
Bangunan dua lantai khas pedesaan eropa itu nampak cukup biasa dari luar, akan tetapi Krysan kembali dibuat takjub dengan interior kuno nan sederhana yang biasa dimiliki rumah-rumah yang ada di desa dan peternakan. Ada sebuah ruang tamu dengan perabotan bergaya vintage dan klasik. Unik. Berbeda tapi terlihat menyatu. Ada satu set sofa berwarna coklat madu dengan meja kayu berwarna putih usang. Lalu semakin masuk ke dalam, ada sebuah ruang santai keluarga dengan perapian dan karpet bercorak belang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shabby Girl ✔
RomanceBiarkan aku lari! Menjauh dari semua kegilaan dunia yang abadi. Biarkan aku bersembunyi! Membuang segala kenangan yang menyakitkan hati. Tidak ada yang tahu siapa namanya, karena memang ia terbiasa tanpa nama. Ditendang dan dimaki. Raganya masih ut...