Ulala, helo.
@_@
"Tidak apa, Gab. Aku bisa jaga diri. Lagipula biasanya Carren juga tidak menjemputku."
"Minta supir mengantarmu."
"Tidak, Gab. Aku ingin pergi sendiri."
Gabriel mengacak rambutnya. Rasanya hampir gila saat Krysan tak kunjung mengangkat panggilannya. Gabriel mengacak rambutnya dan mendengus keras. Harusnya ia tadi memaksa Krysan agar mau ikut bersamanya. Gadis itu pasti akan menurut pada akhirnya walaupun bersikeras menolak sejak awal. Gabriel tahu dia terlihat berlebihan saat ini. Tapi sesuatu dalam hatinya menjerit kala Krysan mungkin saja ada dalam bahaya. Gabriel cemas untuk sesuatu yang belum pasti dan ia merasa bodoh akan hal itu.
"Gab, meeting tidak akan dapat dimulai kalau kau masih uring-uringan di dalam ruanganmu!" teriakan Toby membuat Gabriel terkejut. Ia menatap Toby yang bersedekap kesal melihat kelakuan Gabriel yang layaknya remaja ingusan bodoh yang tengah jatuh cinta. Sudah Toby bilang dari dulu kalau benci dan cinta itu hanya setipis benang. Sekarang pria itu merasakan sebuah kegundahan yang menyiksanya.
"Daripada menatapku seperti itu, lebih baik kau mengemasi laptopmu dan ikut aku ke ruang meeting sekarang." kata Toby.
Gabriel mengusap kasar wajahnya dan meraih laptopnya. Ia mengangsurkan laptopnya pada sekretarisnya dan mengomeli wanita itu, "harusnya kau bilang padaku kalau ada rapat."
"Dia sudah mengetuk ruanganmu dan kau malah mengusirnya, bodoh." Kali ini Toby yang menyahut.
Sekretaris Gabriel menunduk, tak berani menatap wajah bosnya yang sedang dalam mood buruk. Toby juga aneh sekali hari ini. Seakan Toby dan Gabriel adalah sepasang manusia kembar yang memiliki emosi sama. Keduanya sepertinya sedang dalam suasana hati yang buruk.
"Kau kenapa?" tanya Gabriel.
Toby tak menjawab. Gabriel mengedikkan bahunya. Gabriel tak bertanya apapun lagi setelahnya, ditambah lagi mereka sekarang tengah berada di dalam ruang rapat.
Selesai rapat anggota dewan direksi pun Toby masih diam. Gabriel yang tidak tahan akan perilaku sahabatnya itu lantas menepuk pundak Toby dan menegurnya, "kau kenapa?"
Toby menghembuskan napasnya. Seperti lelah akan sesuatu hal.
"Tidak usah bertingkah aneh. Kau selalu membantu masalahku, jangan menganggapku orang lain." kata Gabriel lagi.
"Tiba-tiba Ibu membicarakan masalah anak perempuannya."
"Apa itu sesuatu yang aneh?"
"Tidak kalau aku, Ibu dan anak perempuannya itu kini tinggal bersama. Kenyataannya dia tidak mengenal anaknya itu." Gabriel mengusap dagunya.
"Jadi anak itu hilang?"
"Seperti kau tidak tahu siapa Ibuku saja. Ibuku sedang dirawat di RS." kata Toby.
"Ibumu sakit? Kenapa kau tidak bilang?"
"Dia lebih suka bersama kekasihnya yang baru. Ku akui, kekasihnya kali ini agak lain. Yah, dia cukup baik dan tidak brengsek." Meski Toby tampak tenang, namun sejatinya hatinya cukup sesak membicarakan ibunya itu. Toby bukannya malu memiliki ibu seperti itu, namun... Memangnya ada, seorang anak yang ingin dilahirkan oleh seorang wanita nakal? Tapi toh Toby tak bisa memilih takdir.
"Lalu kenapa dia membicarakan anaknya itu?" tanya Gabriel.
"Entahlah."
Toby masuk ke ruang perawatan ibunya. Wanita itu tengah tidur sendirian. Kekasihnya entah berada di mana saat ini. Toby meletakkan keranjang buah yang ia bawa di atas nakas, lalu menarik kursi dan duduk di samping ibunya. Jika disuruh memilih, lebih baik ia tidak dilahirkan siapapun. Tapi melihat wajah tenang dan damai ibunya, rasa iba langsung menggelayuti hati Toby. Pastilah ada alasan mengapa ibunya harus berperilaku layaknya jalang bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shabby Girl ✔
RomanceBiarkan aku lari! Menjauh dari semua kegilaan dunia yang abadi. Biarkan aku bersembunyi! Membuang segala kenangan yang menyakitkan hati. Tidak ada yang tahu siapa namanya, karena memang ia terbiasa tanpa nama. Ditendang dan dimaki. Raganya masih ut...