7

251 58 36
                                    



:: Selamat Membaca ::



"Sebab Mencintaimu Tak Membutuhkan Alasan"



Sungyeol kerja di pabrik garmen Koreatextile, kalau pembantunya Nyonya Yoon tidak salah ingat, jadi Jiyeon mengasumsikan tinggalnya tak jauh dari pabrik garmen tersebut. Kesanalah dia dan Myungsoo pergi. Untung ada Goshiwon (kos-kosan) khusus karyawan, setidaknya dapat dijadikan tempat potensial untuk bertanya. Salah seorang penghuni bilang kalau ada tiga orang yang bernama Sungyeol, Shin Sungyeol yang bekerja di pabrik las robot, Lee Sungyeol dan Song Sungyeol yang bekerja di pabrik garmen. Karena Jiyeon tidak tahu nama marga kekasih Yein itu, tidak ada jalan lain kecuali menemui mereka satu per satu.

Yang bernama Song Sungyeol itu bukan orang yang dicari, dia tidak kenal dengan Yein. Harapan tinggal pada orang yang bernama Lee Sungyeol, yang saat ini sedang tidak ada di kos-kosan. Baru keluar, katanya tidak lama, jadi mereka menunggu. Tetangganya itu meminjamkan dua kursi plastik untuk keduanya duduk.

"Makasih ya, sudah mau menemaniku ke sini," kata Jiyeon membuka perbincangan. Myungsoo tidak bersuara. "Perempuan tadi kekasihmu?" tanya Jiyeon iseng, berusaha basa-basi agar suasana tidak jadi aneh begini. Namun, tanggapan yang didapatkan adalah lirikan tajam yang mematikan. Oke, jadi benar dia pacarnya. Tapi kenapa juga tadi menyebutku pacarnya? Ah, buat manas-manasin pacarnya itu. Biasalah, cemburu tanda cinta. "Kalian sudah baikan kan? Kalau perlu penjelasanku kenapa aku di apartemenmu tadi, aku bersedia mendatangi kekasihmu. Biar tidak kelamaan berantemnya...."

"Ada batasan antara orang yang suka menolong dengan orang yang suka turut campur urusan orang. Kamu itu yang kedua. Nosey," potong Myungsoo.

"Soalnya tadi dia nangis-nangis begitu, kan kasihan. Nanti disangkanya aku kekasihmu sungguhan."

"Ge-er," cibir Myungsoo.

Uh, siapa pula ge-er. Siapa juga mau terjebak dalam drama satu babak begitu, maki Jiyeon dalam hati.

"Aku juga tidak minat jadi kekasihmu, tahu," balasnya. Emosi. Niat baiknya disalahartikan. Mungkin si Myungsoo itu tidak pernah ikut pramuka, lupa Dasa Dharma kesepuluh, Suci dalam Pikiran, Perkataan, dan Perbuatan.

(d Korea ada pramuka jg, tp aku gak tahu detailnya, heheh)

"Bagus." Jawabnya. Jiyeon jadi tidak bisa menangkis lagi.

Mereka diam. Menunggu. Sudah hampir petang, tetapi Sungyeol belum pulang juga.

"Jadi, kapan kalian mau menikah?" tanya Jiyeon. Lima belas menit diam saja benar-benar membuatnya alergi. Dia mendengar Myungsoo menggeram. Laki-laki itu hampir saja melampiaskan kekesalannya pada Jiyeon kalau tidak melihat seseorang datang.

"Lee Sungyeol-ssi? Sungyeol kekasihnya Jung Yein?" Jiyeon berdiri menghampirinya. Sikap tubuh laki-laki itu terlihat waspada.

"Kalian siapa?" Dia makin jaga jarak.

"Yein kerja di rumahku. Dia tidak pulang dari kemarin. Kami sekeluarga khawatir dengannya. Apa Sungyeol-ssi tahu kira-kira kemana Yein pergi?"

Dia, yang Jiyeon yakin adalah Lee Sungyeol, tidak menjawab.

"Dia baik-baik saja?" Myungsoo bicara. "Asal dia baik-baik saja, tidak masalah." Kata Myungsoo dan cara dia mengucapkannya, tenang dan terkendali, membuat Sungyeol melonggarkan pertahanannya.

SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang