18

266 75 155
                                    


:: Selamat Membaca ::



"Sebab Mencintaimu Tak Membutuhkan Alasan"

Tiga minggu kemudian...,

Sudah dua jam di depan laptop, dia tidak juga memulai bekerja. Entahlah, hari ini rasanya malas sekali. Ponsel yang tergeletak di sebelah mouse diambilnya, lalu dikembalikannya lagi. Myungsoo menyesap kopi keduanya.

Berdiri dia dari duduknya, mondar-mandir, mengacak-acak rambutnya. Apa yang dia lakukan itu benar? Untuk apa dia sampai berbuat begitu? Apa sesuatu sungguh telah terjadi pada hatinya?

Pikirannya mengatakan tidak mungkin. Tidak semudah itu. Tiga tahun dia bisa membuat hatinya bergeming terhadap pesona perempuan lain. Namun, mengapa hanya dalam waktu tiga minggu saja kegelisahan aneh itu sudah menguasainya?

Logikanya, dengan adanya kesempatan bersama Soojung akan semakin menguatkan rasa cintanya pada perempuan itu kembali. Namun, nyatanya dia justru semakin sering mengingat Jiyeon. Apalagi setelah perempuan itu sengaja menghindarinya. Sialan, si cantik yang menggemaskan itu benar-benar membuatnya kepikiran.

Myungsoo rindu dengan semangatnya, kepolosannya, ekspresi sebalnya, bahkan konflik-konflik kecil diantara mereka. Sifat Jiyeon yang terkadang agak impulsif, membangkitkan rasa ingin melindungi dari dalam dirinya. Ah, ini pasti karena dia sudah lama tidak memberikan dirinya kesempatan untuk berdekatan dengan perempuan sehingga begitu Jiyeon datang tiba-tiba dalam hidupnya, hormon Myungsoo sontak jadi tidak seimbang. Hati dan pikirannya jadi terusik sampai ke dalam-dalam.

Secara penampilan, Jiyeon memang bukan tipe perempuan yang biasa disukainya, tapi saat Jiyeon berada dipelukannya rasanya mengapa begitu sempurna.

"Ah, kacau." Myungsoo menjambak-jambak rambutnya.

Berminggu-minggu tidak dibalas telepon dan pesannya, bagaimana dia bisa tahu perempuan itu baik-baik saja. Pergi tanpa ada kata perpisahan, menghilang begitu saja semaunya, apa Jiyeon tidak mengerti kalau itu semakin membuatnya penasaran?

----------------------

"Ayolah, Ji. Sekali saja kita double date. Nggak asyik kalau hanya aku perempuannya. Lagian sama Hongbin ini, kamu sudah kenal baik." Jieun mengikutinya dari belakang. Sejak datang ke butik kerjaannya tidak lain memaksanya untuk pergi bersamanya malam minggu nanti.

"Bilang saja kamu sengaja menjadikanku date-nya Hongbin. Sudah dibilangin aku nggak mau macam-macam. Aku nggak suka sama Hongbin. Aku nggak akan mutusin Seungho. Sudah dong jangan provokasi melulu."

"Hah, cuma dapat kiriman baju dari Seungho saja langsung alergi sama laki-laki. Kalau sudah dilamar tuh baru boleh. Kamu kan nggak beneran nge-date, Ji. Cuma jadi obat nyamukku saja, tapi ditemenin Hongbin." Jieun menghadang Jiyeon.

"Nggak."

"Bilang saja pilih kasih. Sama Myungsoo sampai dibawa ke keluarganya kamu mau," sindir Jieun.

"Berisik ah. Itu kan demi Yein. Sudah, lupakan saja kejadian itu, anggap pengalaman mengerikan." Jiyeon membuka ruangan kantornya. Beberapa desain yang dia simpan di folder harus ditata ulang untuk ditunjukkan di rapat siang nanti.

"Dia tidak menghubungimu? Si Kim Myungsoo itu?"

"Hm? Nggak," kata Jiyeon bohong. Myungsoo masih menelepon dan mengirim pesan berkali-kali, tapi tidak ada satu pun yang dibalas. Nomornya bahkan sudah dia hapus dari kontaknya. Hanya saja karena sudah hafal nomornya, Jiyeon tahu itu dia.

Menurutnya ini adalah yang terbaik. Dia tahu Myungsoo masih sayang pada Soojung dan melihat perkembangannya, kemungkinan besar dia akan mendampingi Soojung di masa-masa sulit. Cinta lama mereka akan tumbuh kembali dan kalau Soojung bercerai dari Kim Jongin, dia yakin mereka akan bersama lagi. Cinta sejati tidak akan pernah mati, kata orang.

SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang