23

354 71 98
                                    



:: Selamat Membaca ::


"Sebab Mencintaimu Tak Membutuhkan Alasan"

Gelisah di tempat tidur, Jiyeon hanya bisa berpindah-pindah posisi tidur tanpa bisa memejamkan mata barang sedikitpun. Pikirannya kusut, tidak tahu lagi harus bagaimana untuk bisa menenangkan diri. Pertemuannya dengan Kim Myungsoo tadi siang seperti membalikkan kenyataan yang selama ini dia percaya itu benar.

"Yang kukatakan aku akan ke Jeonju untuk melamar itu untuk Woohyun temanku. Dia memintaku menemaninya melamar Hyomin, istrinya sekarang. Pernikahan yang kusebut waktu itu juga pernikahan Woohyun. Tentang Soojung, aku tidak pernah bilang akan menikahinya. Soojung dan aku sudah selesai dari dulu. Ya, aku masih peduli padanya, tapi tidak lebih dari itu. Sudah ada orang lain dihatiku. Kamu." Begitu kata Myungsoo.

Beraninya dia memberi terlalu banyak informasi di satu waktu. Myungsoo berharap dia akan bereaksi seperti apa setelah hatinya bertekad bulat akan menikah dengan Seungho.

"Aku harus pergi." Jiyeon bangun dari duduknya. Dia tidak yakin bisa menahan diri jika lebih lama lagi berada disana, bersama Myungsoo. Dia akan berubah pikiran. Tidak bisa. Tidak boleh.

"Selama ini aku menghindarimu karena kupikir kau mencintai Seungho. Aku berusaha untuk tidak mengganggu hubungan kalian. Tapi setelah aku tahu kamu nggak bahagia, aku nggak akan tinggal diam," kata Myungsoo. "Sebelum waktunya tiba untuk berdiri berdampingan di altar, masih ada kesempatan bagimu untuk memilih, Jiyeon. Pikirkanlah. Aku sungguh mencintaimu."

Dan lagi-lagi gelombang besar seolah menerjangnya. Hati Jiyeon bergemuruh seperti dilanda angin ribut. Aliran darahnya makin kencang. Emosi menguasainya.

"Maksudmu apa mengatakan ini, Myung? Jangan tiba-tiba seenaknya saja mengatakan kalau kau mencintaiku. Aku sudah memutuskan akan menikah dengan Seungho. Apa kamu nggak mengerti juga? Kita ini nggak pernah ada hubungan apapun. Dan jangan menggunakan alasan kalau aku nggak bahagia untuk membenarkan tindakanmu barusan. Kau ini tidak tahu apapun."

"Jadi kau bahagia dengan Seungho?"

"Ya. Aku bahagia," tanda Jiyeon. Berdusta. Rasanya dia jadi pendusta ulung, berdusta kesana kemari, terlebih pada dirinya sendiri.

"Kau bahagia meskipun kau menangis saat kau berpikir aku menikahi Soojung? Kau bahagia saat tubuhmu gemetaran waktu mengatakan selamat atas kehamilan Soojung?"

"Hentikan. Aku nggak ingin lagi bicara denganmu." Jiyeon benar-benar beranjak bergi, tapi Myungsoo menahannya. "Apa sih maumu? Jangan memaksaku. Aku nggak perlu omong kosong seperti ini untuk membuat pikiranku bertambah kacau." Jiyeon menepis tangan Myungsoo dan melangkah cepat, tapi sekali lagi Myungsoo menghalangi langkahnya. Bahkan menangkap kedua lengannya.

"Aku hanya perlu tahu. Sekali saja." Myungsoo menatap mata Jiyeon dengan putus asa.

"Kamu ini memang bandel ya, nggak mau mendengarkan orang. Apa bedanya aku suka kamu atau tidak, aku pun tetap akan menikah dengan Seungho."

"Jadi kau menyukaiku...."

"Iya! Aku menyukaimu! Puas?!" Seru Jiyeon, antar jengkel, terpojok dan lega.

"Jiyeon...." Saat itu juga Myungsoo menariknya lembut ke pelukannya. Ingin rasanya membalas pelukan hangat yang ia rindukan ini.

Krriiiiiiinggggg! Bunyi alarm hampir saja membuat jantung Jiyeon berhenti seketika. Lamunannya pecah.

Sudah pukul enam, dan dia belum tidur barang semenit pun.

Dengan lunglai Jiyeon ke kamar mandi, mengambil air untuk membasuh wajahnya yang keruh. Setelahnya kembali ke kamarnya, berdiri di depan meja di samping tempat tidurnya, berdoa pada Tuhan. Dia butuh pencerahan dan ketenangan. Perasaannya masih gonjang-ganjing. Pengakuan dari Myungsoo bahwa dia jatuh cinta padanya membuatnya melambung hingga ke langit, tapi sekaligus memerangkapnya dalam kilat. Dia dan Myungsoo saling mencintai, kenyataan yang menyebabkannya gila, hingga rasanya ingin berbuat hal gila juga. Sekarang dia tidak tahu lagi harus bagaimana. Apalagi hingga sekarang, Seungho belum membawa keluarganya untuk menemui keluarga Jiyeon, membicarakan hubungan mereka. Hanya waktu itu saja Seungho bilang dia melamarnya, tapi kapan pastinya belum ada kejelasan.

SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang