4

296 62 55
                                    



"Sebab Mencintaimu Tak Membutuhkan Alasan"



"Malam, Nona Jiyeon. Hati-hati di jalan," kata Ahsung diikuti yang lain, saat melewati Jiyeon yang sedang mengambil mobilnya di parkiran. Jiyeon membalas dengan melambaikan tangan dan mengucapkan hal yang sama. Sebagian besar penjaga butik itu naik kendaraan umum. Hanya Jiyeon, Ahsung, dan Hyunwoo yang membawa kendaraan pribadi.

"Malam, Bae Ahjussi. Saya duluan," pamit Jiyeon. Bae Ahjussi yang berdiri di gerbang mengangguk dan tersenyum. Syal sudah terpasang dilehernya. Dia lalu membantu Jiyeon keluar dengan aman dengan memberi tanda pada pengendaran lain untuk memperlambat laju kendaraannya.

Sambil jalan, Jiyeon mengigat kejadian tadi. Sebenarnya, ada benarnya juga ucapan lelaki itu. Kalau dia bertemu Yein, urusan akan cepat selsai. Minimal, ada kejelasan kalau Yein tidak akan mau menikah dengannya. Namun, kalau Yein sendirian menghadapi dia, Jiyeon juga ragu kalau perempuan itu dapat tahan dengan pendiriannya. Habis lelaki sangar begitu. Siapa dapat menjamin dia tidak mengancam Yein dan membuatnya berubah pikiran.

Kesimpulannya, boleh saja dia menemui Yein, tapi Yein harus ada pendamping. Apa dia perlu memberi tahu ke laki-laki itu untuk datang lagi kalau ibu dan ayahnya sudah pulang?

Ah, hampir lupa kalau dia harus ke rumah Jieun. Sampai perempatan de depan, dia harus belok ke kanan. Semoga di perempatan lampaunya hijau, Jiyeon tidka suka berhenti di lampu merah lama-lama. Berisik dan waktu terasa begitu lama.

Yah, doanya tidak terkabul. Lampu baru saja merah.

Tanpa sadar sambil menunggu lampu berubah warna, mata Jiyeon menatap kotak di atas lampu lalu lintas yang memberitahukan masih berapa detik menuju lampu hijau. Pada detik ketiga puluh, tiba-tiba ada sesuatu yang membuatnya menoleh ke kiri. Semacam sinyal dari alam bawah sadar kalau ada orang yang sedang memperhatikan. Jantungnya langsung berdetak keras karena benar-benar ada sepasang mata menatapnya lurus. Sepasang mata dari seseorang yang berhenti di sebelah mobilnya. Dia!

Sial, cowok itu masih ada di sekitar sini? Kirain dia sudah benar-benar pergi. Jangan-jangan, dia menguntitku. Kalau begini, aku nggak bisa ke rumah Jieun dulu. Pikiran Jiyeon ribut sendiri.

Segera dimatikan lampu ritingnya. Dia harus merubah haluan.

Lelaki itu masih saja menatapnya. Karena grogi, Jiyeon mengalihkan pandangan ke depan, berpura-pura tidak tahu keberadaan lelaki itu. Namun, entah kenapa walaupun terhalang kaca mobil, hawa panas yang dikeluarkan mata lelaki itu masih tetap terasa. Hhhh...

Duh, nggak hijau hijau juga. Buruan please.

Begitu angka di kotak lalu lintas tertulis nol, Jiyeon tancap gas, lurus, tidak jadi belok. Smeoga Godzilla itu tidak mengikutinya.

Sambil menambah kecepatan, Jiyeon melirik ke spion. Namun, agak sulit memastikan lampu motor di belakangnya adalah si "Sunggyu" karena ada beberapa motor.

Jiyeon menjadi bingung mau kemana, selain pulang ke rumahnya sendiri. Mau mampir ke tempat siapa untuk mengulur waktu atau mengalihkannya, rasanya akan sia-sia. Mempelajari sikap laki-laki itu dalam dua hari ini, Jiyeon tahu laki-laki itu tidak akan menyerah sebelum mendapatkan yang dia mau.

Empat puluh lima menit kemudian, Jiyeon sudah sampai di depan rumahnya sendiri. Laki-laki itu beneran ada di belakangnya. Beneran menguntit.

Hei, kok ada mobil di car port. Ayah dan Ibunya sudah pulang! Jiyeon merasa lega. Buru-buru, dia keluar dari mobil dan membuka pintu gerbang, lalu masuk ke mobil kembali dan memasukkan mobil ke car port. Baru saja dia akan menutup gerbang, si "Sunggyu" sudah masuk dan menghalanginya.

SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang