11

233 59 30
                                    






:: Selamat Membaca ::



"Sebab Mencintaimu Tak Membutuhkan Alasan"

Besoknya, Jiyeon sudah sampai di pool bus dari sekitar satu jam yang lalu. Namun, sosok Myungsoo tetap belum terlihat. Jiyeon gelisah. Ponsel Myungsoo yang dia hubungi tak kunjung tersambung.

Jiyeon gelisah.

Satu per satu bus datang dan penumpang yang berkepentingan masuk. Awak bus membnatu menata tas-tas besar di bagasi, memastikan jumlah penumpang sesuai perhitungan dan memanggil nama penumpang yang belum masuk.

Bus yang akan mereka tumpangi masuk ke pool, tapi Myungsoo belum juga muncul. Jiyeon mendatangi salah satu awak bus, menyebutkan namanya apakah benar ada di daftar. Ada. Dia memutuskan naik lebih dulu ke bus. Dia tidak mau tekad bulatnya untuk pergi ke Gochang harus batal karena lelaki itu. Kalaupun nanti dia harus sendiri, ya sudah, begitu pikirnya.

Kopernya masuk bagasi bus, tas satunya dibawa ke atas. Tempat duduknya tiga bangku di belakang sopir. Diambilnya tempat duduk di dekat jendela. Sambil meletakkan tas dibawah bangku, tidak muat ditaruh di bagasi atas, Jiyeon mencari-cari sosok Myungsoo.

Jiyeon merasa was-was. Tiket bus miliknya dipegang oleh Myungsoo, jika nanti ada pemeriksaan, lalu diusir, ia harus bagaimana?

"Ahjussi, masih ada yang belum naik, teman saya. Sudah dihubungi tapi tidak diangkat. Tolong tunggu sebentar lagi ya," kata Jiyeon pada kondektur saat dirasakannya bus mulai bergerak.

"Sudah waktunya berangkat, Ahgassi. Kalau menunggu lebih lama lagi, kita bisa ketinggalan jadwal. Kami juga sudah meneleponnya, tapi tidak diangkat. Penumpang seharusnya datang satu jam sebelum keberangkatan."

"Lalu, bagaimana ini?"

"Permisi, Ahjussi." Di belakang kondektur, Myungsoo muncul. Mengenakan jaket hitam yang pertama dipakainya saat pertama bertemu Jiyeon dulu dan kemeja kotak-kotak warna kombinasi hitam dan putih.

"Kamu yang ditelepon tidak diangkat-angkat?" tanya kondektur.

"Maaf, Ahjussi." Tidak ingin memperpanjang urusan, Myungsoo meminta maaf. Kondektur segera menyuruhnya duudk, lalu sekali lagi mengecek kelengkapan penumpang.

Myungsoo menaruh tas ranselnya di atas. Hanya itu bawaannya. Ransel kecil. Kempes pula., seolah tidak ada isinya. Dia duduk disamping Jiyeon, memundurkan sandaran kursi, memasang bantal kecil dibelakang lehernya, lalu memejamkan mata. Selimut warna biru kecil dari bus tidak dipakainya, masih tersampir diatas kursi.

Tidak ada kata sapaan, tidak ada kata maaf sudah membuat Jiyeon khawatir, bahkan Jiyeon merasa seolah Myungsoo tidak mengenalnya. Menyebalkan! Rutuk Jiyeon, tapi hanya dalam hati. Dia harus simpan energi untuk perjalanan panjang yang dia yakin akan melelahkan. Apalagi, bersama laki-laki ini.

Jiyeon memasang earphone, menghidupkan iPod Touch kesayangannya yang ia miliki sejak tiga tahun lalu, mencoba menenangkan diri dan menyenangkan hati. Menikmati lagu-lagu favorit sambil mencoba membuat skenario bagaimana nanti kalau dia berhasil menemui Yein.

Perjalanan diiringi dengan musik yang disediakan oleh bus. Yang diputar adalah kumpulan lagu-lagu kpop perdekade dalam bentuk karaoke, lengkap dengan videoklip dan liriknya. Jiyeon mengamati pemandangan di sekitarnya. Penumpang bus tidak terlalu banyak anak muda. Sebagian besar adalah bapak-bapak dan ibu-ibu.

Pandangannya berakhir pada laki-laki disebelahnya, yang masih memejamkan mata. Setelah mengamati wajah yang tengah pulas itu, Jiyeon baru dapat memahami mengapa Myungsoo langsung tidur tanpa basa-basi dulu. Wajahnya terlihat lelah. Seperti orang yang banyak pikiran dan kurang istirahat.

SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang