17

246 70 101
                                    

:: Selamat Membaca ::


"Sebab Mencintaimu Tak Membutuhkan Alasan"

Tersandar di kursi, mencoba untuk memejamkan mata. Myungsoo mengingat kembali saat dia pertama kali bertemu Soojung. Waktu itu dia sedang menonton Korea Intangible Cultural Heritage, pameran kebudayaan Korea yang diselenggarakan di Jeonju. Ketika mengarahkan kamera ke objek-objek menarik di sekitarnya, bidikannya terhenti pada sosok gadis cantik berambut panjang yang ikut tampil menari.

Baginya momen itu sangat berkesan. Diikutinya dari balik lensa kamera kemana gerakan gemulai gadis itu. Senyumnya, keceriannya begitu menawan. Seketika dia tahu, gadis itulah yang diinginkannya.

Perkenalan mereka bukan tak disengaja. Dari pakaian yang dikenakannya saat itu, Myungsoo tahu sang gadis cantik kemungkinan ikut sebuah sanggar tari. Dicarinya alamat tempat itu, ditelusuri satu per satu tiap cabangnya. Hingga sanggar terakhir, baru dia mendapatkan kepastian keberadaannya. Sayang si pencuri hatinya itu sedang pergi ke luar Jeonju, ikut pagelaran tari di Pyeongchang, sehingga Myungsoo tidak dapat langsung bertemu. Hingga seminggu Myungsoo menunggu, sampai suatu hari mereka bertemu di Hanok Village.

"Jangan... Jangan... Myungsoo... Myungsoo!" Suara itu membuatnya terjaga. Soojung sepertinya sedang bermimpi buruk. Dia bergerak-gerak gelisah dalam tidurnya. "Myungsoo, kamu dimana? Tolong aku...."

"Soojung, Soojung." Myungsoo mengelus tangan Soojung, berusaha menenangkannya. "Aku disini."

Perlahan Soojung membuka mata. Begitu dilihatnya Myungsoo berada disampingnya, tangis mengambang di pelupuk matanya. "Jangan tinggalkan aku," bisiknya lirih.

"Tidak. Aku akan ada disini. Tidurlah."

Tangan Soojung terulur, menggenggam tangannya. Memastikan dia tidak akan meninggalkannya. Hampir lima belas menit kemudian baru Soojung terlelap kembali.

Perlahan Myungsoo melepaskan tangannya. Dia mau keluar sebentar, lapar. Sudah hampir pukul dua belas, dia belum makan malam. Mungkin dia tidak akan makan berat. Setangkup sandwich panggang rasanya cukup untuk mengganjal perut.

Tidak ada penjual sandwich panggang, jadi dia memutuskan untuk membeli ramyeon saja. Sambil menyesap kopi sambil menunggu ramyeon tersedia, Myungsoo mengirimkan pesan. Tidak ada balasan.

Myungsoo tidak berselera untuk makan, tapi mau tak mau dihabiskannya juga, demi menjaga kondisi tubuh. Dalam hidup kadang seperti itulah yang terjadi. Apa yang diinginkan dikalahkan oleh apa yang harus dilakukan.

Apa yang dipikirkan gadis itu, setelah mengatakan ingin menjadikannya kekasih, dia melupakannya. Dan justru sekarang bersama mantan kekasihnya. Tapi Myungsoo juga tidak mungkin meninggalkan Soojung di saat-saat seperti ini.

----------------------

Di depan laptop, dia termangu. Masih meragu bisakah hati berpaling dalam hitungan hari. Bukan seperti itu Jiyeon yang dikenalnya. Mereka memang tidak pernah benar-benar mengucap janji setia, tapi dia tahu Jiyeon hanya menyayanginya saja.

Namun, pesan yang diterimanya tadi sungguh aneh.

Break semesteran nanti pulang ya, Myung. I miss you.

Jiyeon salah menyebut nama.

Apa sekarang saatnya dia harus khawatir? Tidak pernah ada kejadian yang seperti ini sebelumnya. Hubungan mereka dapat dikatakan jauh dari goncangan. Paling berselisih karena salah paham, tidak terlalu prinsipil dan hanya sebentar saja.

Belakangan, Jiyeon menanyakan kepastian hubungan mereka. Menurutnya mereka tidak perlu mendefinikan terlalu spesifik. Gebetan, kekasih, tunangan, hanyalah penyebutan belaka. Yang terpenting adalah seserius apa mereka menjajaki satu sama lain dan pastinya saling setia.

SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang