21

261 68 93
                                    

:: Selamat Membaca ::


"Sebab Mencintaimu Tak Membutuhkan Alasan"

Jiyeon tidak tahu mengapa dia begitu menderita. Setiap detiknya begitu menderita. Dia tidak berselera makan, tidak bisa tidur, tidak ingin beranjak dari ranjang. Sepertinya dia mengalami sindrom patah hati tingkat tiga.

Matanya sembab karena menangis. Meskipun sadar sepenuhnya, tidak ada gunanya dia melakukan itu, tapi dia tidak bisa menahannya.

Hari ini Kim Myungsoo menikahi Soojung, cinta sejatinya. Dan dia hanya bisa mengunci diri di kamar, menangisi kebahagiaan orang. Berharap yang sebaliknya. Meski dia mendoakan agar Myungsoo bahagia, tapi dia benar-benar tidak rela.

"Ji." Pintu kamarnya diketuk. Suara Ibunya. "Eomma panggilkan dokter Moon ya untuk meriksa kamu." Nyonya Hwang Misun membuka pintu.

"Nggak perlu, Eomma, aku nggak apa-apa. Cuma capek saja."

"Tapi kamu nggak nafsu makan sudah tiga hari, padahal kamu biasanya yang paling banyak menghabiskan makanan. Pasti parah itu sakitmu." Nyonya Hwang Misun menempelkan telapak tangannya di dahi Jiyeon, memeriksa apakah dia demam. "Nanti Seungho ya balik lagi kesini. Dia hanya ke Pohang seminggu saja, tidak usah dipikir berat-berat. Kapan sih dia berangkat?"

"Besok."

"Waktu dia berangkat ke Spanyol kamu sehat-sehat saja, kok sekarang dia hanya ke Pohang saja kamu pakai sakit segala. Tidak perlu dalam-dalam lah memikirkan laki-laki, Ji. Dibawa santai saja." Nyonya Hwang Misun tidak tahu anaknya sedang memikirkan laki-laki lain.

Aku ditinggal menikah, Eomma, teriak batin Jiyeon. "Eomma, boleh nggak aku cuti seminggu? Aku ingin pergi ke rumah Halmoni."

"Eomma sih boleh-boleh saja. Tinggal kamu selesaikan pekerjaanmu. Atau limpahkan pada orang yang bisa meng-handle. Jangan sampai kamu liburan terus mengganggu pekerjaan kantor."

"Aku juga nggak full liburan begitu, Eomma. Sekarang kita sudah pakai sistem online. Aku bisa saja kerja dari rumah Halmoni kalau memang diperlukan. Aku cuma ingin refreshing, menenangkan pikiran."

"Kamu harus sembuh dulu, baru Eomma kasih ijin. Oke? Sekarang kamu harus makan. Jinjoo sudah masak sup ayam untukmu." Nyonya Hwang Misun mengambil tisu yang berserak didekat kepala Jiyeon, lalu keluar dari kamar.

Jinjoo, pembantu yang baru, datang sepuluh menit kemudian mengantarkan makanan. Baru saja pintu kamar Jiyeon ditutup olehnya saat pergi, sudah dibuka lagi oleh seseorang. Lee Jieun. Rupanya sudah pulang dia dari Busan.

Gadis itu mondar-mandir di depan Jiyeon. Menggelengkan kepala tidak percaya. "Baru kutinggal dua hari, masa sudah sakit. Jangan manja gitu ah. Aku hanya dikenalkan sama keluarganya Minhyun, nggak ada maksud yang lebih jauh. Seperti yang pernah kubilang, kita akan nikah sama-sama. Nggak, nggak, kalau aku duluan." Datang-datang langsung ge-er. Siapa juga yang memikirkan dia dengan Minhyun. "Tapi keluarganya Minhyun sudah bicara serius banget, Ji. Mereka nggak mau kami pacaran terlalu lama. Jadi ngeper juga aku. Tuh anak kan masih kecil, baru tingkat tiga. Kalau kami menikah terus gimana, masa aku kerja dia kuliah." Jieun duduk di tepi ranjang, menampakkan wajah pilu.

"Bukannya sekarang juga begitu."

"Bedalah kalau sudah menikah. Aku kan inginnya di rumah saja, menikmati kekayaan suami. Nah ini, aku masih harus kerja, mengurus anak kuliahan pula. Iya sih keluarga Minhyun kaya, tapi Minhyunnya belum. Aduh, pusing lah kalau mikirin harus serius." Jieun mengambil mangkuk sup di meja dan mulai memakannya. "Hm, enak sekali supnya. Bikinan Jinjoo? Rasanya seperti sup di restoran. Eh, Ji, sakit apa sih kamu?"

SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang