Ben dan Drake sangat berlawanan sifat. Ia juga baru mengetahui bahwa istri Drake adalah anak bungsu di keluarga Grey. Lilian, istri Drake lebih mirip Ben dan juga keramahannya. Cassie bingung bagaimana Drake tega menghianati wanita anggun seperti Lilian.
Cassie melambaikan tangan saat mobil Ben bergerak menjauh dari bangunan flat nya. Pria yang murah hati. Sulit menemui pria seperti itu di jaman indvidualis seperti sekarang apalagi Amerika. Tapi bisa dipastikan keluarga Grey keturunan Inggris. Dan ia tidak pernah kehilangan minat terhadap pria Inggris yang terkenal santun.
Dering ponselnya terdengar dari dalam tas, belum juga satu menit pergi Ben sudah menghubunginya.
"Hai, apa ada masalah?" Cassie berjalan menuju ke tangga sembari memegang ponsel di telinganya.
"Hanya mengingatkan saja, pesta besok siang di rumah temanku."
Cassie berjalan malas memanjat satu demi satu anak tangga hingga ke lantai 5 dimana kamarnya berada. Andai saja ia tinggal di tempat yang memiliki lift. Ben sudah mengatakan padanya saat di dalam perjalanan pulang. Besok teman-teman kampusnya mengadakan pesta dan Ben mengajaknya. Mereka berdua saja. Ia hanya heran Ben tidak mengajak Hellen dan Jeremy. Ben juga mengatakan akan menjemputnya besok jam 11 siang. "Thanks sudah mengajakku pergi, Ben."
"Pakailah gaun yang tertutup, jangan perlihatkan bahumu. Teman-temanku sedikit nakal, aku tidak mau kau menjadi gula di sarang semut."
Demi Tuhan. Cassie berharap Ben tidak mengajaknya mengobrol karena nafasnya mulai terengah-engah.
"Kau baik-baik saja, Cass?"
"Well, Ben." Ia berkata dengan nafas berat. "Aku mendengarkanmu. Sebentar lagi aku sampai di kamar. Tunggu, aku buka kunci dulu."
"Entahlah, aku hanya merindukan suaramu lagi. Apa sebaiknya aku menutup telepon?" Pria itu sebatas bertanya. Tapi tidak melakukan apa yang dikatakannya.
Cassie akhirnya bernafas lega saat menghempaskan tubuhnya di sandaran sofa murah yang dibeli dari sisa uang beasiswa bulanan yang didapatkannya. Tempat tidurnya juga kecil dan cukup untuk dirinya sendiri. Kamar berukuran 3x4 dan disanalah kamar, toilet, dan dapur. Tidak ada ruang tamu apalagi ruang makan.
"Ben, bisakah kita mengobrol lagi besok?" Cassie mengerang pelan. Khawatir melukai hati Ben karena menolak ajakannya mengobrol lewat ponsel.
"Tentu saja. Selamat malam, Cassie."
Cassie menghela nafas lega dan meletakkan ponsel di sampingnya. Ia tertidur di sofa tanpa sadar dan bangun saat fajar saat melihat pakaiannya masih belum berganti dan riasan wajahnya melekat lengket menyebalkan. Ia pergi membasuh wajah dan berganti pakaian kemudian naik ke tempat tidur dan melanjutkan istirahatnya.
Esok paginya sebelum jam 11 ia sudah siap dengan pakaian yang disarankan Ben. Cassie mengenakan blouse bunga-bunga lengan panjang dengan rok dibawah lutut. Ben berdiri di luar pintu kamarnya tepat waktu. Pria itu tersenyum seksi menunjang penampilannya. Kemeja putih dan celana panjang katun berwarna biru langit, Ben terlihat amat segar di hari yang cerah.
Sisi samping pinggang Ben menyandar di bingkai pintu dan tangannya disembunyikan di dalam saku celana. "Kau sangat cantik."
"Masuklah, tampan." Cassie menyambutnya riang. Namun saat berbalik memunggungi pria itu. Cassie merasa lengannya direnggut. "Ben..." keluhnya dengan terkejut. Ben memutar tubuhnya.
"Apa-apaan ini." Telunjuknya menekan punggung Cassie yang telanjang. Gaun itu menutup sempurna bagian depan tubuh Cassie, namun terbuka di bagian belakang.
"Haruskah kau begitu protektif padaku? Aku bisa menjaga diriku sendiri, Ben."
Ben memutar tubuhnya lagi. Mereka berdiri terlalu dekat. Ben mengendus aroma wangi shampo di rambut Cassie. "Si tua Drake saja memperhatikanmu begitu intim semalam. Apalagi teman-temanku nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Deal With The Devil (The Affair)
RomantikCassie kehilangan ayahnya ketika berusia sepuluh tahun kemudian ibunya menikah lagi. Ayah tirinya adalah pengusaha yang pernah berjaya namun kebiasaan berjudi membuat perusahaannya bangkrut dan terlilit hutang. Tidak sanggup menghadapi kenyataan Ibu...