Bab. 7

37.6K 1.9K 27
                                    

Langit mulai fajar saat Cassie membuka mata, lengannya memeluk keheningan. Drake sudah pergi.

Ia bangun dengan letih yang masih melekat. Pantulan wajahnya terlihat pada kaca di atas meja nakas. Rambutnya kusut dan riasan wajahnya persis pelacur yang baru selesai melayani pelanggan. Matanya terpaku pada perabotan perak di atas meja, tatapannya kosong. Haruskah Ia mengasihani diri sendiri. Pria itu hanya berminat pada tubuhnya. Apakah Ia terlalu naif mengira ada cinta untuknya?

Cassie berjalan ke arah kamar mandi, mengisi bak dengan air hangat dan merendamkan tubuhnya. Sebuah jendela kaca menampakkan sinar matahari terbit memerahkan langit. Cassie merasa dirinya ibarat langit, terang saat matahari muncul dan gelap ketika matahari pergi, hanya bisa menerima tanpa bisa berbuat apapun.

Nafasnya menghela berat, Ia benci situasi ini. Ben tidak jauh berbeda, memandangnya penuh nafsu. Hanya seks di pikiran para pria yang mendekatinya. Salahnya apa? Ia bahkan tidak mengenakan pakaian seksi di depan mereka.

Cassie memukul air di dalam bathtub dengan tangan terkepal lalu merebahkan kepala. Seks yang diberikan Drake memang luar biasa, tapi sudah lama Ia ingin berkencan dengan pria yang baik. Mungkin seharusnya Ia mulai memikirkan hal itu agar tidak terpaku pada Drake. Jauh di dalam benaknya, Cassie khawatir hatinya jatuh pada Drake.

Setengah jam kemudian Cassie sudah mengenakan pakaian yang dikenakannya semalam. Hari masih terlalu pagi, Ia berniat pergi sebelum makan pagi disiapkan. Cassie sudah melewati koridor dan tiba di pintu utama yang terkunci, Ia sedang memutar anak kunci ketika Ben memergokinya.

"Kau mau pergi secepat ini?" Suara Ben yang lembut menyapu tengkuknya. Pria itu pasti berdiri amat dekat di belakangnya.

Cassie berhati-hati saat berbalik dan bergeser ke samping. Ben menyandarkan satu tangannya di daun pintu, memerangkap tubuhnya.

"Apa perlu kujelaskan, Ben?"

Alis Ben terangkat naik terkejut dengan nada suara tinggi Cassie. "Kau harus menjelaskannya. Aku tidak menyadari letak kesalahanku."

Cassie menurunkan lengan Ben dengan tangannya. Ia bergeser menjaga jarak. "Semalam Kau hampir memaksaku tidur denganmu."

Ben tertawa singkat. "Aku mabuk saat itu. Harusnya Kau bisa mengerti." Tangan Ben terangkat naik, jemarinya mengelus pipi Cassie. "Aku minta maaf, Cass."

Cassie meraih tangan Ben di wajahnya dan diturunkannya. "Aku tidak suka pria mabuk. Jika Kau berharap lebih dari sekedar teman padaku, sebaiknya kita saling menjauh mulai sekarang."

Wajah Ben berubah pucat. Pria itu membasahi bibir karena gugup. "Cassie, kita bisa membicarakannya. Jangan pergi, kumohon." Ben bahkan mengacak rambutnya yang telah rapi. Pria itu sudah mandi dan tidak pengar. "Drake yang memaksaku minum sampai mabuk. Sebelumnya tidak pernah terjadi padaku, percayalah."

Kata itu lagi yang diucapkan. Cassie sulit mempercayai orang yang mengatakan percayalah. Meskipun tidak mabuk, Ben sudah berniat menidurinya. Drake hanya menghalangi jalannya. Perlukah Ia berterima kasih pada pria itu. Drake juga sama brengseknya.

"Ben, sebaiknya kuperjelas lagi. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini, ada banyak hal yang tidak bisa diterima. Masih banyak wanita cantik yang bisa kaupilih. " Cassie membuka pintu hendak pergi tapi Ia teringat sesuatu dan berbalik menghadap Ben lagi. "Mengenai kesenanganmu pada ganja, sebaiknya pikirkan lagi tentang masa depanmu. Aku perduli padamu, bukan cuma Aku, tapi Mr. Grey dan Mrs. Grey juga berharap sama. Hentikan sebelum keadaan berubah menjadi buruk. Kau tetap bisa menghubungiku sebagai teman." Cassie merangkul Ben dengan hangat.

"Cassie..." Tangan Ben terulur ke arahnya.

Cassie pergi tanpa menatap Ben. Meninggalkan pria itu adalah keputusan terbaik. Ia juga tidak sanggup menghianati Ben. Meniduri paman dan keponakan sekaligus bukanlah keputusan yang bijak, Ia masih waras.

Deal With The Devil (The Affair)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang