Part. 18

35.5K 2.1K 67
                                    

Cassie selalu berjalan kaki menuju apartemennya. Drake pasti punya banyak properti, memberikannya satu mungkin sama seperti membagikan permen. Ia selalu merasa dirinya ibarat lukisan di dinding kamar Drake, suatu saat pria itu bisa saja bosan dan mengganti dengan lukisan yang lain.

Semua pemberian Drake tidak berarti, mantra itu selalu diucapkannya dalam hati agar tidak salah mengartikan perhatian Drake padanya.

Cassie pulang lebih awal hari ini, langit masih cerah. Professor Smith tidak bisa datang mengisi kuliah sore karena sakit. Ia bertanya-tanya dalam hati, mungkinkah Professor Smith sakit parah? Tapi itu bukan urusannya, meskipun pria itu tinggal sendirian di Boston.

Aaarrghh jangan terlalu peka, Cassie. Ia menyalahkan diri sendiri. Drake sudah memperingatkannya untuk menghindari Smith. Cassie memegangi lengannya yang sakit karena perbuatan Mrs. Lincoln tempo hari. Wajar jika wanita itu marah, di mata Mrs. Lincoln Ia adalah seorang simpanan.

Ia menutupi memar dengan pakaian panjang agar tidak ketara. Ia menghela nafas berat, terlalu banyak masalah yang harus dihadapi akhir-akhir ini. Sesampainya di kamar nanti Cassie berharap bisa tidur sampai pagi dan melupakan sejenak masalahnya.

Cassie membuka pintu apartemennya dan terperangah. Drake tengah duduk di sofa membelakangi pintu, pria itu hanya duduk diam menatap ke luar jendela.

"Kau sudah kembali?" Ujar Cassie menyembunyikan perasaan bahagia melihat Drake di depannya.

Pria itu tidak menoleh tapi menepuk pangkuan dengan tangan. Drake berkata lirih "Kemarilah."

Drake selalu membuatnya gugup, Cassie menggigit bibir bawahnya. "Aku bisa duduk di sofa."

"Kau tidak mendengarku?" Drake meninggikan suaranya. Mata itu seperti ingin menelannya hidup-hidup.

Cassie berjalan dengan langkah ragu, beberapa detik berlalu, Ia hanya berdiri. Pinggangnya ditarik hingga duduk di pangkuan Drake, Cassie terkesiap pelan. Ketika mulutnya membuka itulah Drake mencondongkan wajah melumat bibirnya dengan rakus. Lidah Drake menyusuri pinggiran bibirnya lalu menerobos masuk. Tangan Drake memegangi lehernya agar tidak bergerak, dan tangan yang bebas meremas dadanya. Drake terlalu kuat menggerayangi tubuhnya, Ia mengernyit kesakitan. Bibir basah Drake bergerak turun mencumbu leher hingga ke bahu, jemari handal Drake telah melucuti kancing kemeja Cassie dan meloloskannya ke bawah. Drake mengerang semakin bergairah setelah menyingkap keluar kedua payudaranya dari balik bra.

"God, I wanna fuck you hard."

Cassie merinding mendengar suara serak Drake, berlawanan dengan tubuhnya yang gemetar dan nyeri di pangkal pahanya sudah tak tertahankan. Ia telah siap untuk Drake.

Mulut Drake mengatup di satu payudaranya, mengulum puncak merah muda yang mengeras. Cassie mengerang, Drake menghisap kuat sesekali menggigitinya, Ia berteriak. Drake mencengkram lengannya yang memar.

Kepala Drake terangkat, mata berkabut itu menatapnya lalu ke arah lengannya yang membiru. Nafas keduanya masih memburu oleh hasrat, tapi Drake cepat pulih dan berpikir jernih. "Apa ini?" Lengannya diusap dengan lembut,

"Sudah hampir sembuh, tapi masih sedikit sakit." Cassie berkata lirih.

"Siapa yang melakukannya padamu?"

Cassie menelan ludah. Tenggorokannya tercekat, Ia tidak mau dianggap sebagai pengadu. "Bukan apa-apa."

Mata kelabu Drake menusuk ke dalam matanya. "Apa kau tidak bisa melindungi diri sendiri?"

Drake setengah berteriak, Cassie menutup kedua matanya. Ia hanya diam.

"Kau berharap aku membelamu dengan memarahi istriku?" Drake berkata sinis.

Deal With The Devil (The Affair)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang