Part. 12

35.5K 2.1K 115
                                    

Esok paginya Drake Lincoln bertolak ke Malibu, California dengan pesawat jet pribadi. Cassie kembali ke rutinitas, mengejar bis menuju kampus. Kemiskinan tidak membuatnya gentar menjalani hidup, tekadnya sudah bulat ingin kehidupan yang lebih layak untuk dirinya dan mom. Beasiswa yang Ia peroleh dengan kerja keras, Cassie tidak cukup pintar tapi Ia belajar dengan sangat giat. Semua mimpi bisa dikejar dengan tekad kuat dan keyakinan untuk menang.

Dipekerjakan Professor Smith sebagai asisten dosen menambah pengalaman referensinya. Ia juga suka mengajar dan kelak ingin bertugas di universitas. Setelah kontrak dengan Drake Lincoln berakhir, Ia berencana mengejar program beasiswa kuliah lanjutan ke Belanda. Jika beruntung Cassie ingin menetap di sana, di tempat Ia akan merasa aman, dimana saja asalkan jauh dari Drake Lincoln.

Cassie sudah dua kali menghela nafas yang cukup ketara oleh Professor Smith. Pria itu tanpa disadari memperhatikannya sejak awal masuk kelas. Cassie merasa kepala nya sedikit berat sejak bangun tidur. Mungkin pengaruh begadang yang disebabkan oleh Drake. Drake membuatnya terjaga dan kurang tidur semalam. Ditambah Ia juga meminum dua gelas anggur saat menemani Drake sarapan. Seharusnya Ia membeli obat anti pengar.

Professor Smith menghampirinya setelah kelas berakhir. "Apa kau sakit?" Tanya Professor Smith.

Cassie menegakkan kepala dan mengabaikan denyut di dahinya. "Sedikit." Ucapnya mengulum senyum.

"Jangan memaksakan diri membantu jika sedang sakit. Pulanglah." Pria itu berjalan kembali ke meja dan merapikan buku ke dalam tas.

Di luar jendela langit memerah karena matahari mulai bergerak jauh. Cassie bertopang dagu dan memperhatikan pria di depannya. Selama ini Ia tidak memperhatikan bibir sensual Professor Smith menghiasi wajah serius itu. Pria itu jarang tersenyum di kelas, bicara secukupnya. Sikap dingin yang membuat mahasiswi enggan mendekati meskipun termasuk sasaran paling diincar di kampus.

"Professor Smith." Ia mengejar hingga ke koridor. Cassie menunjukkan senyum termanis, seperti anak kucing. "Aku bebas malam ini. Sepupuku sudah pulang ke California, jadi ketikannya biar aku yang mengerjakan."

Professor Smith mengamati wajahnya, sejenak merenung kemudian dengan mengejutkan berkata. "Menginaplah malam ini, jika serius ingin membantu."

Senyum di bibir Cassie membeku, perlahan memudar. Tatapan mereka berserobok, Professor Smith mengunci mata Cassie. Ia harus mempertimbangkan kata membantu karena mengarah ke sesuatu yang berbahaya.

"Karena kemarin kau bolos, tugasmu sudah menumpuk. Jika tidak sanggup, cukup katakan tidak." Ucap Smith lagi dengan tatapan mengintimidasi.

Ini sudah gila. Batin Cassie. Professor Smith menekan hingga ke titik terlemah Cassie. Untuk bernafas pun Ia kesulitan. Jawaban paling masuk akal adalah mengatakan tidak. "Ya. Aku akan menginap."

"Ucapanmu tidak bisa ditarik lagi." Bibir sensual Professor Smith membingkai senyum tipis. "Ke mobilku sekarang."

Cassie mencoba mengumpulkan akal sehatnya kembali. Ia berjalan pelan menuju parkiran. Professor Smith sudah duduk di bangku kemudi dan menyalakan mesin mobil. Pria itu kemudian berjalan ke luar membukakan pintu untuknya, tetap berdiri di sana sampai Cassie masuk dan pintu ditutup. Secepat kilat mobil melaju dari parkiran dan melesat di jalan beraspal. Mobil sport Professor Smith cukup trendi meskipun tidak sebagus milik Drake. Tidak lama kemudian mobil menikung ke halaman bangunan apartemen dan menempatkannya pada parkiran pribadi. Cassie dan Professor Smith menaiki lift dan tiba di kamar yang terletak di lantai teratas.

"Duduklah dulu, aku mandi sebentar."

Cassie menggigit bibir bawahnya membayangkan Professor Smith mengenakan handuk yang melilit di pinggul. Bukan kali pertama baginya berada di kamar Professor Smith, tapi mengapa jantungnya berdebar kencang hari ini hingga Ia takut pria itu akan mendengarnya.

Deal With The Devil (The Affair)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang