"Makanlah sebentar bersamaku." Ia berkata lembut tapi matanya menegaskan Aku memaksa.
Professor Smith menahannya untuk tetap tinggal, Cassie baru menyadari bahwa pria itu sama dominan dg Drake. Tatapan mata Professor Smith seakan mengikat Cassie di kursi makan, ia bahkan tidak sanggup bergerak.
Ia duduk dan menyantap makanannya seraya melirik Professor Smith, pria itu tidak tersenyum. Professor Smith tampak memikirkan sesuatu, matanya menatap kosong piring di atas meja. Saat kepala itu mendongak menatapnya, nafasnya seolah tertahan. Dadanya sesak kehabisan oksigen.
Cassie bergerak mengumpulkan piring kotornya di atas meja lalu membawanya ke wastafel. Ia lalu mendekat ke sebelah Professor Smith mengambil piring kotor saat pria itu menyentuh lengannya.
Cassie terkesiap dan mundur satu langkah. "Professor Smith."
Pria itu menggeser kursi dan berdiri. Sosok itu menjulang tinggi berjalan mendekat. Cassie mundur sampai punggungnya menabrak meja dapur, Ia mencoba mengendalikan diri agar piring di tangannya tidak sampai jatuh.
Professor Smith mengambil piring dari tangan Cassie dan diletakkan ke atas wastafel tanpa bergeser sedikit pun.
"Apa kau takut padaku, Cassie?"
Professor Smith menyebut namanya. Cassie menggelengkan kepalanya. "Tidak."
Tangan itu terangkat naik ke kepalanya, memilin rambut merah Cassie. Perlahan jemari itu menyentuh pipinya lalu turun menyusuri leher hingga ke tulang selangka.
Dengan tangan gemetar Cassie menahan lengan Professor Smith. "Jangan menahanku lebih lama, Professor. Aku harus pergi."
"Sepenting itukah dia?" Professor Smith menarik diri menjauhinya. Tangan pria itu memijati alis mata lalu beralih menatapnya lagi.
"Kakak sepupuku menunggu di rumah. Karena itulah aku harus cepat pulang." Cassie berdusta. Andai Ia bisa mengatakan yang sebenarnya.
Tatapan Professor Smith menembus ke dalam matanya mencari kebenaran. Cassie memalingkan muka, Ia mengambil tas dan berkata. "Sampai jumpa besok, Professor. Terima kasih makan malamnya."
Cassie berlari meninggalkan apartemen Professor Smith dan menghentikan taksi yang lewat. Ia pasti dihabisi Drake karena membuat pria itu menunggu lama. Cassie melihat layar ponselnya, tidak ada panggilan tak terjawab. Mengetahui itu malah membuatnya semakin cemas. Drake pasti sangat marah.
Lima belas menit kemudian Ia tiba di parkiran dan tidak sulit menemukan mobil mewah di halaman flat nya. Aston martin berwarna silver menepi di bawah pohon. Cassie mengetuk jendela mobil dan pintu itu terbuka.
Drake muncul dari balik pintu dengan setelan berwarna biru dongker. Tatapan dingin dan bibir yang tidak tersenyum. Aura itu membuat Drake tetap terlihat tampan dan berkelas. Bahkan saat ingin menghabisi perempuan muda berambut merah. Membayangkannya membuat Cassie merinding.
"Apa kau tahu sudah berapa lama aku disini?" Drake berkata dengan suara mendesis.
Melihat Drake berdiri di hadapannya, Ia mengharapkan penderitaannya berakhir dengan mengatakan bunuh saja aku.
"Darimana kau?"
Cassie terdiam. Menelan ludah dengan gugup. "Dari tempat Hellen."
"Pembohong." Bentak Drake. "Apa kau kira bisa menipuku? Aku menerima laporan bahwa Miss Fleur menemui pria yang sama setiap malam di apartemen."
Cassie menatapnya tidak percaya. "Kau memata-matai aku?"
Bibir Drake melengkung miring. "Sekarang kau mengakuinya? Jika aku tidak kembali malam ini, kau pasti sudah mengerang di ranjang pria itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Deal With The Devil (The Affair)
RomanceCassie kehilangan ayahnya ketika berusia sepuluh tahun kemudian ibunya menikah lagi. Ayah tirinya adalah pengusaha yang pernah berjaya namun kebiasaan berjudi membuat perusahaannya bangkrut dan terlilit hutang. Tidak sanggup menghadapi kenyataan Ibu...