Cassie tidur nyenyak semalam. Ia tidak mau memikirkan Drake Lincoln. Pagi ini Ia terpaksa mengenakan terusan berwarna merah motif bunga, Cassie belum sempat membawa pakaian kotor ke laundry. Penampilannya seperti api, rambut dan baju sama terangnya. Cassie menghela nafas frustasi, apa ini takdirnya sebagai perempuan berambut merah. Ia sudah menggulung rambutnya dengan rapi sejak keluar kamar, tapi baru setengah hari ikatan rambutnya sudah lepas sehingga Cassie terpaksa bersembunyi di ruangan olahraga. Ia berusaha mengatur rambutnya lagi, ikat rambut itu putus saat menariknya terlalu kencang. Cassie mengumpat menyumpahi rambutnya yang terurai bebas.
"Tunggulah sampai aku menghapus warnanya, seharusnya dari dulu diwarnai cokelat atau hitam. Pokoknya tidak mencolok perhatian." Ia berbicara sendiri dalam sunyi.
Sebuah suara langkah kaki membuat Cassie terlonjak nyari berteriak. Sesosok bayangan hitam keluar dari balik loker yang tersusun membentuk lorong.
"Miss Fleur."
"Astaga, Professor Smith. Anda membuatku ketakutan. Apa yang Anda lakukan di sana?" Cassie memperhatikan mata pria di depannya tampak lelah.
Professor Smith menunjukkan ponsel di genggaman tangannya. "Putriku baru saja menanyakan kabar. Kami butuh privasi."
Cassie mengulum senyum di bibir. "Tentu saja, Saya juga pasti menjaga rahasia kita."
Rahasia kita. Kalimat itu mengandung makna romantis yang membuat situasi menjadi canggung. Cassie menyibak rambutnya ke belakang. Ia baru menyadari mengapa Ia berada di tempat sepi ini.
"Bolehkah Aku berpendapat? Tentang rambutmu."
Cassie mengangguk pelan. Ia penasaran apa yang disarankan Professor Smith untuknya.
"Kepribadian seseorang tidak selalu dilihat dari warna rambut. Tapi warna kepalamu terlalu berani dan bisa saja membangkitkan gairah pria yang melihat." Professor Smith berkata dengan wajah serius, tatapan matanya mengunci Cassie.
Cassie bertanya dalam benaknya, apakah Professor Smith juga terangsang melihatnya? Itukah sebabnya pria itu selalu memintanya merapikan rambut.
Cassie tidak tahan dihujani tatapan itu, Ia mengerjapkan mata, mengalihkan perhatiannya menatap bangku yang berjajar mengelilingi lapangan indoor.
"Bukan salahku jika warna rambut ini merah. Sejak lahir sudah seperti ini." Cassie menjawab sedih. Ia melangkah menjauh tanpa sadar mendekati deretan lemari loker yang remang. Bahunya tiba-tiba ditarik ke dalam dekapan. Tangan itu menangkup pipi Cassie dalam belaian lembut.
Nafas Professor Smith berhembus menerpa wajah Cassie saat bibir milik pria itu mendekat tanpa peringatan menyentuh bibirnya. Cassie memejamkan kedua matanya. Ciuman perlahan, tanpa desakan, hanya membujuk. Cassie merekahkan bibir karena ingin mengetahui sejauh mana pria itu mampu bertindak.
Cassie mendengar erangan Professor Smith sebelum bibir itu memperdalam ciumannya. Kali ini lebih bernafsu, lidah pria itu bermain liar, Professor Smith menarik pinggang Cassie hingga pinggul mereka menempel erat. Cassie terkesiap, sebuah desahan keluar dari bibirnya saat merasakan tonjolan di selangkangan pria itu menabrak perutnya.
Ia ingin menarik diri tapi kedua tangan pria itu menahan kepalanya. Bibir Professor Smith berpindah ke leher samping Cassie dan mencumbunya, hisapan ringan menyapu kulitnya. Pria itu juga menggunakan giginya. Ia malah memiringkan kepala sehingga Professor Smith lebih leluasa.
Bibir itu kini menggigiti cuping telinganya. Cassie merasa bokongnya diremas kuat oleh kedua tangan itu.
"Demi Tuhan." Ia mendengar Professor Smith mengerang. Kebutuhan bertarung dengan akal sehat. Tangan pria itu sudah berada di balik gaunnya ketika menarik diri menjauh seraya menyumpah serapah.
Cassie ter-engah engah bersandar pada lemari loker, Ia juga salah telah menikmati permainan terlarang ini. Dilihatnya kabut di bola mata Professor Smith belum menghilang. Pria itu tengah memandanginya, dadanya naik turun mengatur nafas.
"Hal itu akan terjadi lagi jika rambut merah itu masih berada di sana." Professor Smith mengakuinya. "Bukan pria lain yang bergairah padamu, tapi aku."
************
KAMU SEDANG MEMBACA
Deal With The Devil (The Affair)
RomanceCassie kehilangan ayahnya ketika berusia sepuluh tahun kemudian ibunya menikah lagi. Ayah tirinya adalah pengusaha yang pernah berjaya namun kebiasaan berjudi membuat perusahaannya bangkrut dan terlilit hutang. Tidak sanggup menghadapi kenyataan Ibu...