Beberapa hari setelah pertemuan mereka, Drake belum menemuinya lagi. Professor Smith mengunjungi Cassie di tempat magang membawa selembar undangan. Senyum berbinar di mata pria itu. Tanpa disangka hati Professor Smith akhirnya berlabuh di dermaga hati seorang wanita yang juga dosen pengajar Cassie di kampus. Ia senang melihat Professor Smith dan Alice akhirnya menemukan kebahagiaan mereka.
Sudah satu minggu Drake berada di Manhattan, dan entah mengapa Ia gelisah saat keadaan berbalik. Drake tidak memberi kabar ataupun pesan. Cassie merasa hampa.
Ia mengerahkan tenaga dan pikiran untuk mengalihkan kesepiannya, namun semakin keras mencoba melupakan semakin kuat bayangan Drake menghantuinya. Cassie baru menyadari Ia tidak bisa bertahan tanpa Drake di sisinya.
Cassie mendatangi meja asisten Drake dan menanyakan keberadaan Drake di Manhattan. Setelah mengetahui lokasi Drake tinggal, Cassie menumpang taksi menuju bandara. Pesawat tercepat berangkat dalam lima jam, artinya Ia akan tiba di Manhattan sore hari. Ia bahkan tidak membuat janji dengan Drake. Jika tidak beruntung, Cassie telah memesan tiket pulang besok pagi ke Boston. Ia hanya harus berusaha sebelum menyerah.
Pesawat yang ditumpangi Cassie akhirnya mendarat di bandara Manhattan. Ia memesan taksi dan menuju hotel. Jantungnya berdebar sepanjang perjalanan, Ia memikirkan jawaban dari pertanyaan yang mungkin dilontarkan Drake. Atau bisa saja menemukan Drake bersama wanita lain di Manhattan. Cassie tidak ingin membayangkan kemungkinan yang kedua karena dadanya sesak hanya dengan memikirkannya saja.
Ia berlari keluar dari taksi menuju meja respsionis hotel dan menanyakan keberadaan Drake. Resepsionis menjelaskan bahwa Drake Lincoln baru saja check out setelah makan siang. Pihak hotel tidak menerangkan kemana tujuan Drake selanjutnya.
Cassie dirudung kecewa, Ia sudah gagal. Usahanya mengungkapkan perasaan pada Drake berakhir sia-sia. Dan sekarang Ia berada di Manhattan seorang diri, tempat yang sangat asing baginya. Cassie keluar bangunan hotel dan berjalan tanpa arah. Tanpa sadar air matanya jatuh membasahi pipi, Ia mengusap wajah dengan tegar dan melangkah cepat. Angin malam sedingin es menusuk tulang, Ia bahkan tidak sempat membawa mantel. Cassie terisak kemudian berlari, mengharapkan udara dingin membekukan hatinya.
Sebuah tangan menahan lengannya hingga langkahnya terhenti dan tubuhnya ditarik ke dalam pelukan. Cassie mengenali aroma ini, seketika dunia di sekitarnya memudar.
**************
Drake baru saja keluar dari The Tiffany dan bertolak ke bandara, Ia berencana pulang ke Boston. Ponsel nya terjatuh dari saku jas, sedangkan Ia tidak menyimpan nomor Cassie di tempat yang lain.
Proyek yang telah lama tertunda tidak bisa diundur lagi, Drake terpaksa mengabaikan Cassie. Berharap setelah selesai di Manhattan, Ia akan menemui gadis itu dan melanjutkan hubungan mereka lebih serius.
Kendaraan melewati jalur padat karena Drake harus mengambil pesanan di The Tiffany. Matanya menangkap sosok yang sangat dikenalnya berlari di tengah cuaca dingin tanpa mantel. Drake meminta supir menepikan kendaraan ingin memastikan penglihatannya.
Ia melangkah cepat di belakang bayangan itu, mengulurkan tangan ke depan dan menarik pemilik bayangan ke dalam dekapannya. Memeluk dengan posesif, jas bagian depannya basah. Drake memperhatikan genangan air mata membanjiri wajah cantik itu. Wajah gadis yang selalu terbayang di setiap mimpinya.
"Drake..." Ia mendengar gadis itu terisak di dadanya.
"Ssttt...." Drake menenangkannya, mengusap kepala Cassie dengan tangan. "Kau aman sekarang."
Gadis itu mengusap wajah yang basah, mengangkat kepala menatapnya. "Aku kira kau sudah pergi."
Tubuh Cassie bergetar dingin. Drake melepaskan jas dan memakaikannya ke gadis itu. Lengannya melingkari pinggang Cassie. "Aku tidak pernah meninggalkanmu."
Gadis itu merebahkan kepala di dadanya, "Rasanya menyenangkan dipeluk seperti ini, sebanding dengan tabunganku yang terkuras."
"Astaga." Ia tergelak. "Seperti itukah aku dimatamu, lebih penting uang di tabunganmu."
Cassie membalas pelukannya lebih hangat. "Kau tidak pernah menjadi miskin jadi tidak tahu rasanya. Selama ini aku membencimu karena mengira kau hanya menilaiku dengan uang. Aku..."
Drake membungkam mulut gadis itu dengan ciuman, begitu dingin nya bibir Cassie hingga Ia ingin menghangatkan gadis itu dengan sepenuh cinta.
Drake meraih sesuatu dari saku celananya. Ia membuka kotak merah berlapis beledu dan mengeluarkan sebuah cincin bertahta batu berlian yang dipesannya dari The Tiffany. Drake menekuk lutut di trotoar di hadapan gadis yang sangat dicintainya.
Meraih tangan gadis itu, Drake melingkarkan cincin itu di jari manis Cassie. "Menikahlah denganku dan berada di sisiku seumur hidupmu."
Cassie mengangguk dengan bahagia, menggenggam tangannya. "Aku mau, Drake."
Ia menegakkan kedua kakinya kembali dan memeluk Cassie dengan rasa lega. "Aku mencintaimu, Cassandra Fleur."
"I love you too, Drake."
***********
THE END.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deal With The Devil (The Affair)
RomanceCassie kehilangan ayahnya ketika berusia sepuluh tahun kemudian ibunya menikah lagi. Ayah tirinya adalah pengusaha yang pernah berjaya namun kebiasaan berjudi membuat perusahaannya bangkrut dan terlilit hutang. Tidak sanggup menghadapi kenyataan Ibu...