Drtttt.. drtttt...
Panggilan video call membuat seorang lelaki yang sedang menyetir di tengah deras hujan menoleh pada ponsel di samping joknya.
Nampak nama Aira terpampang didepan layar ponselnya. Mobil itu berhenti ditepi jalan yang tak begitu ramai mungkin karena sekarang sudah jam 11 malam.
Video call terhubung.
"Assalamualaikum, kak Faza," sapa seorang gadis yang tengah tersenyum manis dilayar ponsel milik seorang pemuda yang dipanggilnya Faza.
"Waalaikumsalam, Aira, adek kesayangannya kakak," jawab Faza ikut tersenyum.
Senyum diwajah Aira berganti, Ia menatap kakaknya dengan kesal. "Kak Faza sekarang sombong ya? Jarang telpon atau video call Aira disini."
Faza menghela, senyumnya tak pernah pudar di wajahnya. "Bukan begitu, dek, tapi kakak disini sedang sangat sibuk mengurus pesantren Abi di Bandung, Aira taukan itu?" ucap Faza berusaha menenangkan.
Aira mendengus sebal, tampak dilayar ponsel milik Faza tangan Aira terlipat di depan dada. Adiknya itu sepertinya sedang marah padanya.
"Aira tau itu, tapi dari 24 jam masa tidak ada waktu sepuluh menit pun untuk adik kesayangan sih?" Wajah Aira nampak cemberut. "Aira marah sama kak faza," lanjutnya dengan kesal.
"Ya sudah, kalo Aira marah, kakak putusin ya video callnya-"
"Ehh jangan ... Kak Faza mah suka gitu." Kedua mata Aira memanas. Nampak mata itu mulai berkaca-kaca. "Kakak ...," Rengek Aira.
Faza tertawa kecil. "Iya, Aira, ada apa, hm?"
"Aira rindu kak Faza, kenapa kakak jarang pulang ke bogor sekarang? Kakak tidak rindu Aira kah? Ummi? Juga Abi?"
"Kakak juga rindu kamu, dek, rindu umi juga Abi disana, tapi kamu tau, kan, Abi sudah memberikan amanahnya kepada kakak untuk mengurus pesantren di Bandung. Jadi pastinya kak Faza akan sibuk disini," tutur Faza lembut. Helaan nafas terdengar begitu panjang disebrang sana.
"Sempatin beberapa hari saja pulang kesini kak, Aira sudah sangat teramat rindu sama kak Faza ... ya?" Faza kembali terkekeh akan tingkah adiknya.
"Yaudah iya, insyaallah, malam ini kakak usahain kesana, dek. gimana? Sekarang kamu senang, hm?"
Wajah yang tadi nampak sedih itu berbinar seketika. Senyum Aira kembali mengembang memperlihatkan gigi putih gingsul milik Aira yang membuat Faza hanya ikut tersenyum menatapnya. Manis sekali. Aira sudah pasti sangat senang dengan perkataan kakaknya barusan. Faza, kakak tersayangnya akan segera pulang ke bogor.
"Malam ini? Sungguh? Wah ... Aira sangat seneng kak!" sorak Aira. Membuat Faza geleng-geleng kepala akan tingkah adiknya ini. "Tepati janji kakak, nanti subuh-subuh Aira tunggu didepan gerbang pesantren kita, ya?" Faza mengangguk, tersenyum.
"Iya Aira ...," Balas Faza dengan gemasnya. Aira tertawa geli diseberang sana.
***
Pukul 4 subuh di sebuah Ruangan gelap penuh debu, sunyi dan juga pengap. Suara isakan pelan terdengar diruangan itu. Sebuah tempat yang berada di tengah kota. rumah yang sudah lama tak berpenghuni lagi, Jauh dari keramaian kota.
Seorang wanita tengah terduduk disebuah kursi dengan tangan dan juga kaki yang terikat. Tubuh itu gemetar hebat, tangisnya terus turun membasahi pipi putihnya. Ketakutan melanda dirinya.
"Wira! Keluarin aku dari sini!" teriak histeris wanita itu.
Tak lama, terdengar suara derap langkah mendekat kearahnya. Ditengah gelapnya ruangan Seorang lelaki dengan tawa puas itu datang menghampirinya. Kakinya kini berdiri tepat didepan wanita itu. Menurunkan tubuhnya menyetarakan dengan posisi wanita yang terkunci dengan ikatan yang dibuatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadariku, Almaira[Selesai]
Spiritual"Jadikanlah aku bidadari dihidupmu, walau aku sadar, aku bukanlah wanita yang sempurna untukmu akan dirimu dan akhlakmu yang terlalu sempurna untukku." Almaira Maharani_ "Almaira, seorang wanita yang tak sengaja kutemui dijalan kota. Keinginannya un...