Maira melangkah kembali menuju mesjid untuk mengambil catatannya yang tertinggal. menaiki satu persatu anak tangga menuju mesjid yang sudah cukup lama mengajarinya arti bersabar dan kekuatan. menjadikan tempat curahan hati satu-satunya ketika tidak ada satu orang pun yang tahu apa yang sedang maira sembunyikan dihatinya.
Maira memasuki mesjid seperti biasa, melangkah pelan mencari dimana ia menyimpan catatannya. Wajah itu menapilkan senyuman ketika buku yang dicarinya ada tersimpan di dekat kaca. tangan maira siap untuk mengambilnya. tapi lantunan ayat yang menggema di seisi mesjid membutnya terdiam seketika.
Senyuman seolah hilang dari wajahnya. perlahan memudar terganti dengan desiran aneh yang menyelubungi dirinya. tangan maira menyentuh dadanya yang berdegup kencang tiba-tiba. perasaan itu kembali menerpa hatinya yang kedua kalinya.
Suara itu. kembali ia dengar. suara adzan yang membuat hati maira tak karuan, kini lantuanan ayat Al-qur'an kembali membuatnya merasakan hal yang sama sekali lagi.
"Sebenarnya siapa kamu?" bisik maira terpejam.
Maira menghembuskan nafasnya pelan. beralih menatap tirai yang memisahkan shaf dirinya. Perlahan ia melangkah. Suara itu semakin membuat sesak maira di setiap langkah. ingatannya hanya tertuju pada satu nama. suara khas yang begitu ia rindukan saat ini. dan juga suara yang membuatnya terluka begitu perih.
Kini langkahnya terhenti terdiam didepan tirai yang memisahkan dirinya dengan pemilik suara itu. degup jantung masih tak karuan sampai saat ini. berharap suara itu bukanlah milik lelaki yang telah memberinya luka. tangannya terangkat perlahan membuka sedikit celah pada tirai. membukanya untuk mengetahui siapa pemilik suara itu yang sebenarnya.
Perasaannya sejak tadi memang tidak salah. tepat saat terbuka, seorang lelaki sedang bersandar pada satu tiang dengan memejamkan matanya, melantunkan ayat di bibirnya dengan sebuah quran digenggemannya.
"kak Faza." lirihnya tak menyangka.
**
"Cukup, maira! Seharusnya aku tidak pernah percaya pada perempuan kotor sepertimu! kamu sadar apa yang kamu lakukan saat itu sangat keterlaluan maira, bukan berarti aku adalah calon suamimu, dan sebentar lagi aku akan halal untukmu, lalu kamu berani-beraninya menyentuhku dan menciumku, maira!"
"PERGILAH, MAIRA!!! Seharusnya aku tidak menolongmu malam itu, Seharusnya aku tidak pernah bertemu denganmu, DAN SEHARUSNYA AKU TIDAK PERNAH MENCINTAIMU, MAIRA!!"
**
Mata maira memanas seketika, isakan tangisnya terdengar begitu perih tak bisa ia tahan. kejadian di mana faza mengusirnya dulu kembali teringat begitu jelas. perkataan faza saat itu seolah kembali membuat hatinya sakit, sangat sakit.
Tubuh maira gemetar bahkan catatan yang sedari tadi di dekapnya tak sengaja terjatuh membuat sebuah suara yang membuat lelaki itu terdiam membuka matanya.
Maira yang menyadari itu dengan cepat menutup kembali tirai memutar balik tubuhnya lalu menutup mulutnya. jangan sampai faza mendengar suaranya. tapi terlambat, faza yang tengah terduduk menyadari ada seseorang yang sedang memperhatikannya disana.
"Siapa di sana?!" ucap faza sambil berdiri dari duduknya.
Maira menggigit bawah bibirnya. Ia tidak mau faza mengetahui bahwa ada dirinya disana. ia harus pergi. ia tidak mau jika faza melihatnya. sudah cukup sekali faza melukai hatinya dengan ucapannya dulu dan jangan sekali lagi ia harus mendengar perkataan yang membuat dirinya sesak dan sakit yang kedua kalinya.
Dengan tangan yang masih menutup mulutnya maira memilih berlari menjauh keluar mesjid sebelum faza menyadari memang ada seseorang yang memperhatikannya. tetapi tepat di pintu yang terbuka. hujan turun begitu deras. membuat langkah maira terhenti menatap lebatnya hujan dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadariku, Almaira[Selesai]
Spiritual"Jadikanlah aku bidadari dihidupmu, walau aku sadar, aku bukanlah wanita yang sempurna untukmu akan dirimu dan akhlakmu yang terlalu sempurna untukku." Almaira Maharani_ "Almaira, seorang wanita yang tak sengaja kutemui dijalan kota. Keinginannya un...