Persiapan pernikahan hampir selesai. Dari ketering, kartu undangan sampai tempat untuk melaksanakan akad dan serepsi semua sudah siap. Maira kembali memperhatikan dekorasi yang bernuansa biru juga putih, warna kesukaannya.
Besok adalah hari ijab akan terucap membuat keduanya tak sabar dan pastinya hari yang sangat dinantikan.
Sebuah pesan masuk pada ponsel yang dibawa Maira. Itu ponsel Faza, sengaja Faza yang menyuruhnya untuk dipakainya mempermudah komunikasi antara mereka berdua.
Pesan dari nomer tidak di kenal. Maira mengkerut kan keningnya. Pesan dari pemilik butik katanya. Untuk kembali memastikan gaun itu. Dengan alamat yang berbeda dari Minggu lalu.
Tepat dari sana ada Aulia yang menghampirinya.
"Aulia, apa lihat kak Faza?"
"Mas Faza sedang mengurus persiapan di mesjid untuk akad."
"Ya sudah, jika bertemu Faza, katakan aku akan ke butik."
"Ke butik? Bukannya Minggu kemarin kalian sudah mengurusnya."
"Entahlah, tapi pemilik butik menyuruhku kesana kembali. Ke alamat ini." Maira memperlihatkan pesan itu pada Aulia.
Aulia mengangguk-angguk. "Datang saja, mungkin memastikan lagi jika gaun yang kamu pakai benar-benar pas." Maira mengangguk mengiyakan.
"Ya sudah aku pergi dulu ya, Aulia. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, hati-hati dijalan, Maira."
"Iya."
***
Maira menghentikan tukang ojek yang membawanya. di sebuah rumah sesuai alamat yang ditujukan dari pesan pemilik butik. Lingkungan ini nampak aneh pikirnya. Dimana butiknya? Jalanan pun nampak sepi disini. Tak ada kendaraan yang melintas.
Maira kembali melangkah memastikan alamat yang ditujunya. Alamat ini. Bukan mengarah pada sebuah butik atau sebuah rumah. Tapi menuju tempat bangunan yang sudah runtuh dan nampak sudah tua.
Maira kembali mengecek alamat itu. Mungkin ia salah tempat tapi tidak. Alamat pada pesan itu tertuju ke sini.
Perasaan Maira mulai tidak karuan. Langkahnya melangkah mundur dari bangunan itu. Belum Maira berbalik untuk pergi seseorang telah menyekapnya dengan obat bius pada sapu tangan membuatnya terjatuh pingsan.
***
Faza mengedarkan pandangannya di tempat untuk melaksanakan resepsi tapi tak terlihat wanita yang dicarinya ada disana. Beberapa kali Faza menelpon Maira tapi tak ada jawaban darinya.
Ia melangkah setengah berlari menuju tempat Aulia berada.
"Aulia, apa kamu lihat Maira?""Dia bilang mau pergi ke butik, katanya pemilik butik menyuruhnya untuk kesana," ucap Aulia, Faza menautkan kedua alisnya.
"Butik?"
"Iya, katanya mas Faza juga tau soal itu makanya Maira datang kesana?"
"Aku tidak tau apa-apa soal itu. Bukannya Minggu kemarin kami sudah datang ke butik?"
"Itu yang Aulia bingung, alamat yang diberikan pemilik butik pada Maira dan diperlihatkan pada Aulia itu berbeda."
"Kamu masih ingat dimana tempatnya?"
Aulia mencoba kembali mengingat-ingat, ia hanya melihat alamat itu selintas jadi tidak begitu jelas tapi ia terus berusaha mengingatnya.
"Jalan ... Melati nomor 145 dekat perumahan purtawijaya," ucap Aulia.
Faza terkejut. Tempat itu? Ia yakin Maira sedang tidak baik-baik saja. Seseorang telah menjebaknya.
"Ada apa mas?"
"Aulia, tempat itu bukan butik, itu perumahan dekat bangunan tua. Dan alamat yang sebut itu tertuju kesana. Ya Allah.. Maira, aku yakin seseorang telah merencanakan ini." Faza menghela nafas kasar mengusap wajahnya yang mulai tak karuan.
"Siapa?" tanya aulia sama hawatirnya.
"Wira." Nama itu terlintas begitu saja. Ia yakin dia orangnya.
"Wira?"
Drttt.. drtttt..
Sebuah nomor tidak di kenal. Faza mengangkatnya.
"Benarkan ini dengan calon suaminya Maira?"
"Wira."
Terdengar tawaan dari sebrang sana. "Iya, benar, ini Wira, dan Maira, ada bersama gue."
"Jangan pernah apa-apa kan Maira. Kalau tidak-"
"Kalau tidak? Kalau tidak apa, huh? Tenanglah, dia baik-baik saja sama gue, bahkan dia sedang menikmati hobinya itu."
"Hobi?"
"Apa Maira tidak menceritakannya sama Lo? Maira sangat suka bir juga anggur. Seperti minuman yang wajib untuknya."
"Tidak mungkin."
"Masih tak percaya?"
"Diam! Maira tidak akan pernah melakukan itu lagi, Jika Maira kenapa-napa maka saya tidak akan pernah memaafkan anda!"
Faza memutuskan sambungan dengan sepihak. Wajahnya nampak emosi. Ia dengan cepat mengambil kunci dan melajukan mobilnya dengan cepat.
Aulia tak bisa melakukan apa-apa hanya terdiam tak menyangka dengan keberadaan Maira sekarang.
"Semoga kamu baik-baik saja, Maira," gumam Aulia.
Faza melajukan mobilnya menuju alamat yang dikatakan Aulia, Tidak mungkin, tidak mungkin Maira kembali melakukan hal sangat dibenci Faza. Maira sudah berjanji tidak mungkin jika ia mengingkarinya.
Faza memanggil polisi. Apa yang telah dilakukan Wira sudah di luar batas. Penjara adalah tempat yang pantas untuknya.
***
Hwaaa... Udh 3k gak kerasa...
Makasih semuanya yg masih setia menunggukelanjutan cerita bidadariku, AlMaira, yang tak hentinya beri vote dukungandan lainnya.Makasih 😭😄💞
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadariku, Almaira[Selesai]
Duchowe"Jadikanlah aku bidadari dihidupmu, walau aku sadar, aku bukanlah wanita yang sempurna untukmu akan dirimu dan akhlakmu yang terlalu sempurna untukku." Almaira Maharani_ "Almaira, seorang wanita yang tak sengaja kutemui dijalan kota. Keinginannya un...