Maira menyandarkan tubuhnya di dekat jendela. Tangannya terangkat memangku dagu membiarkan angin siang menerpa wajahnya pelan. Sudah satu bulan Faza tak lagi dilihatnya. Tak terlihat lagi orang yang selalu menasehatinya, yang selalu mengajarinya tentang segalanya.
Waktu berjalan begitu lambat pikir Maira, kapan Faza akan segera pulang? Dan kembali menyapanya? mengajarinya seperti sebelumnya. Maira benar-benar ingin bertemu dengannya.
Ia sadar dirinya bukan siapa-siapa bagi Faza, tapi menurut Maira, Faza adalah segalanya, dia yang telah menyelamatkan hidup dan kehormatannya, dia yang telah mengajarinya segala hal, dan apa wajar jika Maira merindukan sosoknya?
Maira mengambil kembali bingkisan berwarna biru didalam lemari. Membawanya dan duduk ditepi ranjang. Tangannya bergerak mengeluarkan sebuah hijab biru indah sekali. Maira tersenyum.
Bingkisan itu adalah pemberian Faza sebulan yang lalu yang ia beri sebelum ia pergi untuk kesibukannya.
Maira membuka hijab yang sekarang ia pakai. berdiri mendekat pada cermin lalu dipakai hijab pemberian Faza untuknya. Nampak cantik sekali, Maira sangat menyukainya.
"Kak Faza, kapan kakak akan kembali? Dan menyapaku lalu mengajariku lagi?" Ucapnya menatap lirih bayangan dirinya dalam cermin.
***
"Kak Faza akan pergi? Kemana? Apa akan lama?"
"Iya Maira, aku akan pergi ke Bandung untuk mengurus pesantren disana, entah berapa lama tapi biasanya aku pulang sebulan atau dua bulan sekali kesini."
"Jadi aku akan jarang bertemu dengan kak Faza?"
"Iya Maira, kita akan jarang bertemu," ucap Faza pelan.
"Kak Faza, kakak yang telah menyelamatkan aku, kakak yang sudah membawaku ke sini, dan kak Faza akan pergi?"
Faza menghela nafasnya berat. Sebulan sudah setelah ia meninggalkan Maira, kenapa nama Maira selalu saja terlintas di pikiriannya? Kenapa di dirinya selalu saja di penuhi dengan namanya?
Bagaimana kabar dia disana?
Apa dia baik-baik saja?
Apa Aulia menjaganya dengan baik?
Dan Pertanyaan itu tak henti menghantui Faza sebulan terakhir ini. Padahal ia tahu, jika Maira bukan lah siapa-siapa, ia hanya seorang wanita yang tak sengaja ditolongnya di sebuah jalan kota. Seorang wanita yang dibawanya dan disuruhnya tinggal di pesantren. Seorang wanita yang bertanya banyak pertanyaan dan ia pun menjawabnya.
Maira.
Sekali lagi Faza menghembuskan nafasnya berat. Wajahnya nampak tak bersemangat. Ia bingung akan dirinya. Bingung dengan semua yang ada.
"Assalamualaikum, Faza." sapa seorang lelaki yang langsung duduk tak jauh darinya.
"Waalaikumsalam." jawab pelan Faza.
"Ente kenapa, Faz, galau?"
Faza disampingnya hanya menoleh sebentar pada Ali. "Entahlah, Li."
Ali menatap bingung temannya ini. Jarang sekali Faza nampak tak bersemangat.
"Soal Aulia?" tebak Ali. Mata Faza kembali menoleh. "Sudah berapa kali ana bilang, cepat halalkan Aulia, bukannya ente menyukainya, apa susahnya katakan ke orang tua ente jika kamu ingin halalkan Aulia."
Faza mengusap wajahnya pelan lalu menghela. Itu yang membuatnya semakin bingung. Ia menyukai Aulia, wanita bercadar dengan sifat lemah lembutnya. Kedewasaannya membuat Faza kagum akan sosoknya. Tapi, Maira? Wanita yang tak sengaja ditemuinya beberapa Minggu lalu itu membuat hatinya kembali dilema.
Faza tidak menjawab perkataan Ali, ia malah menghiraukannya kembali menyibukkan dirinya dengan leptop di meja. Membuat Ali kesal akan tingkahnya.
***
Maira menyimpan kembali bingkisan biru itu di dalam lemari. Matanya tak sengaja menatap sebuah buku harian tepat dibawah tumpukan pakaian Aulia. Ia dengan perlahan mengambilnya.
Ditiupnya buku yang penuh dengan debu. Tangan Maira bersiap membuka apa isi didalamnya. Tepat ia membukanya kertas-kertas yang telah menguning warnanya berjatuhan di lantai.
Maira mendudukan tubuhnya dan berhasil mengambil satu kertas kecil yang telah usang termakan waktu. Maira berusaha membacanya.
Assalamualaikum, Aulia.
Bagaimana kabarmu? Aku harap kamu baik-baik saja disana.
Ini aku, fa-Belum sempat Maira membacanya, Kertas yang dipegang Maira tiba-tiba beralih tangan, Aulia mengambilnya dengan cepat membuat Maira terkejut.
"Maira apa yang lakukan?"
"A-aku aku hanya tak sengaja melihat buku ini," gugup Maira.
"Dan kamu membacanya?"
"Hanya kertas itu tapi jujur aku belum membaca semuanya, Aulia, maafkan aku," sesal Maira.
Aulia tak menjawabnya, ia dengan cepat mengambil semua kertas di lantai dan menyimpannya kembali didalam buku.
"Ini catatan harianku dulu, dan aku mohon jangan pernah membaca atau membuka buku ini."
"Maafkan aku, Aulia," ucap Maira merasa bersalah lalu menunduk.
Aulia tersenyum mengerti lalu mendekap kedua bahu Maira. "Tidak apa-apa Maira, lagi pula aku lupa memberitahumu untuk jangan membuka buku ini, tapi aku harap setelah aku beri tau, jangan pernah buka buku ini ya?"
Maira mengangguk. "Iya, Aulia."
Aulia berjalan menyimpan kembali buku itu pada tempatnya. Ia tidak perlu hawatir jika Maira akan membacanya lagi karena ia tau Maira adalah sosok yang jujur dan akan menepati janjinya.
Maira menatap bingung akan tingkah Aulia barusan. Apa sebegitu rahasianya buku itu sampai jangan ada orang lain yang membacanya?
Apa yang tadi ia baca adalah surat dari seseorang? Siapa Fa? Pasti itu nama orang yang sangat mengagumi dan menyukai Aulia.
Sudahlah, seharusnya ia tidak memikirkannya.
***
Haii semua..
Terimakasih banyak atas 1k nyaa.., jangan segan kasih saran dan kritik ya.. ditunggu votenya juga.. :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadariku, Almaira[Selesai]
Spiritual"Jadikanlah aku bidadari dihidupmu, walau aku sadar, aku bukanlah wanita yang sempurna untukmu akan dirimu dan akhlakmu yang terlalu sempurna untukku." Almaira Maharani_ "Almaira, seorang wanita yang tak sengaja kutemui dijalan kota. Keinginannya un...