Di sebuah mesjid terbesar di ibu kota. wanita itu terduduk di teras mesjid dengan sebuah catatan yang dipegangnya. Tangannya bergerak lincah menuliskan pada selembar kertas. Angin siang yang meniup pelan hijab yang dipakainya sekilas menemaninya yang sedang duduk sendirian disana.Maira menghela nafasnya dibalik cadar, sebuah tulisan yang dibuatnya dari coretan tinta itu membentuk sebuah nama.
Faza.
manik mata maira menatap lama nama yang tertulis di kertasnya itu. Bayang lelaki itu seolah tak henti muncul ketika kerinduan melanda diri dan hatinya. "Kak Faza, bagaimana kabarmu sekarang? Sudahkah kamu bahagia tanpa ada aku disana? Tanpa ada aku yang mengganggumu lagi? Kak faza, sudahkah ada penggantiku? Menggantikan wanita sepertiku ini yang tak pantas tuk dicintai?" Bisik maira bertanya.
Maira menatap langit di atasnya. Lalu tak lama mata itu meredup menunduk disusul helaan nafas yang begitu menyesakkan dadanya.
"Kak Faza, setiap saat aku terus berusaha melupakanmu, menghilangkan bayangmu di pikiranku, melupakan namamu di hatiku, tapi kenapa begitu sulit? Aku tak bisa. Aku berjanji padamu tidak akan pernah mengganggu hidupmu lagi, tapi rindu ini terus menyiksaku, kak Faza. Aku mohon, aku harus seperti apa menyikapi semua ini?" Lirih maira. Matanya nampak berkaca-kaca.
Seseorang menyentuh pundak maira. Membuat maira terkejut dan menoleh. Ternyata Aliya, temannya yang sudah ia anggap sebagai adiknya. aliya ikut duduk di samping maira berniat mengintik coretan yang dibuat maira di catatannya tapi dengan cepat maira menutupnya membuat aliya mengkrucutkan bibirnya cemberut.
"kak rara, menulis apa?"
"hanya coretan biasa." jawab maira.
"Kak rara, kita pulang yuk, acaranya kan sudah beres sejak tadi, " Ucap Aliya.
Maira melirik jam di pergelangan tangannya. menunjukkan hampir 12 siang Tak lama lagi adzan dzuhur akan berkumandang. "Liya, sebentar lagi adzan, mending kita shalat dzuhurnya disini saja."
"Yaudah, kita ambil Widhu dulu yuk."
"Kamu duluan aja, kakak mau simpan dulu catatan kakak di dalam mesjid." Aliya mengangguk ia pun pergi meninggalkan maira sendiri disana.
Maira membereskan catatannya lalu melangkah masuk mesjid untuk menyimpannya. di pintu mesjid seorang lelaki paru baya tersenyum menyapa maira. maira hanya mengangguk membalas senyum dibalik cadarnya.
"Nak Rara, sudah lama kamu jarang berkunjung kesini, apa keadaanmu baik-baik saja?" tanyanya.
"Alhamdulillah, pak, rara baik-baik saja, tapi minggu-minggu ini rara sedikit sibuk dengan mengurus anak-anak dirumah pelangi, jadinya rara jarang mampir kesini, pak."
"Iya tidak apa-apa, nak, Bapak hanya khawatir saja dengan keadaanmu, biasanya kamu selalu mengunjungi mesjid ini setiap hari untuk bersantai di taman depan mesjid ini. yasudah bapak bersyukur jika kamu baik-baik saja, sebentar lagi adzan, bapak harus siap-siap. "
" iya pak." ucap maira mengangguk.
Maira melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti ia pun menyusul untuk mengambil wudhu. Setelah wudhu maira berjalan menuju pintu mesjid, dirinya tengah sibuk memasang jam pada pergelangan tangannya. maira tidak tau dan juga tidak menyadari siapa yang telah berpapasan baru saja dengannya.
beberapa detik. Dalam langkahnya kesibukannya terhenti sebentar. sebuah perasaan aneh tiba-tiba menyentuh pelan hatinya. ada apa ini? perasaan itu menganggu pikirannya sampai ia memutuskan untuk membalikkan tubuhnya. nampak punggung lelaki yang mulai menjauh yang baru saja berpapasan dengannya.
maira tertegun seketika saat hanya satu nama yang terlintas dipikirannya sekarang.
"Faza?" gumamnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadariku, Almaira[Selesai]
Spiritual"Jadikanlah aku bidadari dihidupmu, walau aku sadar, aku bukanlah wanita yang sempurna untukmu akan dirimu dan akhlakmu yang terlalu sempurna untukku." Almaira Maharani_ "Almaira, seorang wanita yang tak sengaja kutemui dijalan kota. Keinginannya un...