part 10

3.1K 292 2
                                    

Maira berjalan menuju rumah sang pemilik pesantren, dengan setumpuk buku membuat Maira merasa kesulitan dan kelelahan. Aira yang baru saja selesai belajar segera berlari menghampiri Maira dengan senyumnya.

"Assalamualaikum kak Maira," sapa Aira. Maira menoleh lalu membalas senyumnya dengan ramah.

"Waalaikumsalam de Aira."

"Kakak kesulitan membawa buku-buku ini ya, sini, biar Aira bantu," tawar Aira. Maira menggeleng ia tidak mau menyusahkan orang lain.

"Tidak dek, tidak usah, kakak tidak mau menyusahkan siapa pun."

"Ihh kak sini ah, Aira tau kakak pasti capek iya kan?"

Maira menghela lalu mengangguk mengiyakan. Ia memberi beberapa buku lainnya pada Aira lalu kembali berjalan beriringan.

"Mau dibawa kemana buku ini, kak?"

"Kerumahmu, dek, kakak diberi pinjam sama pak kyai. Dan Alhamdulillah udah selesai. Ini kakak mau mengembalikan semua buku ini."

"Sebanyak ini? Dalam waktu sebulan?" Maira mengangguk.

"Iya, dek, kakak dari dulu emang suka membaca, satu buku ini mungkin bisa sehari atau paling lama tiga hari baru selesai."

Aira mengangguk-angguk. Perbincangan mereka tak terasa sudah tepat didepan rumah Aira. Aira mencoba membuka pintu dan mempersilahkan Maira untuk masuk duluan.

Tepat disana ada ummi yang tersenyum menyambut Maira begitu ramah.

"Umi, ini buku yang Maira pinjam sebulan yang lalu, Maira mau mengembalikan semuanya," ucap Maira.

"Masyaallah, gimana bukunya?"

"Alhamdulillah Umi, banyak pelajaran yang bisa Maira ambil dan insyaallah maira terapkan dalam kehidupan sehari-hari."

"Ya sudah simpan kembali bukunya di rak buku disana."

"Iya Umi."

Maira dan Aira kembali berjalan menuju ruangan yang dipenuhi buku-buku, dan kitab. Maira menatap kagum semuanya. Maira menyimpan buku diatas meja ditengah ruangan begitu juga Aira.

"Baguskan kak ruangan ini," ucap Aira, Maira menoleh lalu mengangguk.

"Iya, bagus sekali, dek."

"Ini ruangannya kak Faza, biasanya kalo kak Faza pulang ia selalu menghabiskan waktunya dengan membaca semua ini. Sama seperti kak Maira, kak Faza juga sangat suka membaca."

Mendengar nama Faza hati Maira kembali merasakan sebuah kerinduan pada lelaki yang pernah menolongnya. Maira tersenyum berusaha menyembunyikan kesedihannya, Aira tidak boleh tau. Tetapi Aira memperhatikan itu.

"Kak Maira kenapa?" Maira berusaha menggeleng mengatakan tidak ada apa-apa. "Kakak rindu ya sama kak Faza?" Tebak Aira benar sekali.

"T-tidak Aira, kakak tidak merindukannya," ucap Maira tampak gugup. Aira tersenyum kecil.

"Katakan saja kak, jika kak Maira memang merindukan kak Faza, tidak papa kok, insyaallah Aira tidak akan kasih tau siapa-siapa termasuk kak Faza."

Maira menghela lalu menunduk. "Tuh kan kak Maira memang sedang merindukannya."

Maira tak bisa membantah ucapan Aira. Ucapannya memang benar, dirinya begitu merindukan sosok Faza. Tidak bisa ia sembunyikan lagi.

"Ouh iya bentar ya, kak," ucap Aira sebelum pergi meninggalkan Maira sendiri didalam ruangan.

Tak lama Aira kembali dengan sebuah ponsel ditangan, dihadapan Maira, Aira mengetik beberapa pesan. Lalu tak lama kemudian pesan itu terbalas. Aira bersorak senang membacanya membuat Maira dibuat bingung akan tingkah adik dari Faza ini.

"Kak maira rindu kak Faza kan, sekarang kak Faza sedang tidak sibuk, dia mau video call."

"Eh?"

"Tenang, aku yang video call, kak Maira duduk saja disampingku, ya?"

Maira tidak bisa menolak permintaan Aira, ia hanya mengangguk mengiyakan permintaannya.

Video call tersambung menampilkan Faza dengan pakaian santainya.

"Assalamualaikum kak Faza ...."

"Waalaikumsalam, adekku."

Maira disamping Aira tersenyum, seolah kerinduan telah terobati di detik itu.

"Ada apa mau video call? Bukannya baru kemarin kamu video call kakak?"

"Aira rindu kak Faza. Kapan kak akan pulang?"

"Secepatnya, Dek, kalo ada waktu kosong kakak akan pulang."

"Jangan lama-lama tapi ya, kak?"

"Iya dek, insyaallah," ucap Faza tersenyum." Dek, kamu sendiri disana."

Sekejap Aira terkejut, ia tidak ingin Faza tau jika ada Maira disampingnya. Dengan cepat aira menggeleng.

"Tidak ada siapa-siapa, Aira sendiri disini, kak, " ucap Aira pura-pura.

"Beneran?"

"I-iya, Kak, " ucap Aira mulai gugup, membuat Faza semakin yakin jika Aira berbohong padanya bahwa Ia tidak sendiri disana.

"Dek, jangan pernah bohong sama kakak, dibelakangmu ada kaca, dan kakak lihat itu, ada seseorang disampingmu," ucap Faza. Aira menoleh pada Maira lalu kembali menatap layar ponselnya.

"Iya, kak, maaf Aira sudah tidak jujur," ucap Aira menyesal.

"Adek tau, kakak tidak menyukai jika Adek berbohong, kenapa adek lakukan itu, hm?" ucap Faza nampak kecewa.

"Siapa yang ada disamping adek, seharusnya katakan pada kakak sebelumnya, tidak usah berbohong karena seseorang hanya untuk bisa video call kakak."

Aira terdiam hanya menunduk tak berani menatap Faza yang sekarang marah padanya. Maira mengambil alih ponsel Aira nampak Faza terkejut disana.

"Maira?"

"Iya, ini aku Maira, Kak Faza, Aira tidak salah, disini aku yang salah, seharusnya aku tidak mengiyakan permintaannya, jadi maafkan aku, karena aku kakak marah pada Aira, sekali lagi maafkan aku kak Faza," tutur Maira kembali menyerahkan ponsel itu pada Aira yang masih terdiam.

Tangan Maira mengusap lembut bahu Aira. Maira tersenyum menenangkan. "Dek Aira, maafin kakak, karena kakak, Aira harus berbohong pada kak Faza dan harus dimarahi olehnya." Sekejap Maira kembali menatap layar ponsel Aira yang masih terhubung dengan Faza lalu kembali menatap Aira didepannya.

"Sekali lagi maafin kakak, kakak harus pergi, Assalamualaikum."

Pamit Maira. Aira menjawab salamnya pelan. Kaki Maira melangkah lelah, ia menghela. Tubuhnya. Sekarang bersandar di dinding bagunan yang berhadapan langsung dengan mesjid berlantai dua dengan dua tiang yang menjulang.

"Melihatnya bersikap seperti itu, membuatku semakin tidak nyaman sekarang disini, aku hanya menyusahkan orang saja, seharusnya aku tidak ada disini, aku kesini karena kak Faza, jika sekarang kak Faza tidak menyukai sikapku jadi untuk apa aku disini?" Sekali lagi Maira menghela nafasnya berat. Ia menunduk.

"Kak Faza, Aira, maafkan aku."









***

Yuk votenya jangan lupa..

Bidadariku, Almaira[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang