part 23

3.1K 266 12
                                    

Faza mengemudikan mobilnya di jalanan kota. Entah kemana ia harus mencari maira. Berjam-jam Faza mengitari setiap jalan hampir seisi kota. Selalu ada harapan jika maira akan ia temukan kembali tapi sampai tepat pukul 2 malam tak ada sedikitpun tanda keberadaan maira sekarang. Semakin larut jalanan pun mulai menyepi. Walau tangan faza nampak sudah tak kuat lagi tapi ia tidak akan menyerah, ia harus menemukan maira secepatnya.

...

"Kak Faza, apa aku boleh bertanya sesuatu? Kenapa setiap aku menatap kak faza lama, kakak selalu menunduk? Kakak juga melakukan itu pada aulia, kenapa?" Tanya maira ingin tau.

"Karena kita harus menjaga pandangan kita dari lawan jenis yang jelas bukan mahram kita, maira."

"Apa aku juga harus tundukan pandanganku pada kak Faza?"

"Iya maira, karena aku bukan mahrammu, jadi kamu juga harus tundukan pandanganmu itu. tapi bukan hanya kepadaku saja, semua laki-laki yang bukan mahram mu, kamu harus menundukkan pandanganmu, maira." Jelas Faza.

"Tadi kak Faza bilang kita tidak mahram, kita bisa mahram bagaimana?"

"Ada satu cara untuk membuat kita mahram,"

"Dengan apa?"

"Menikah."

"Menikah?"

"Iya maira, dengan menikah yang bukan mahram bisa jadi mahram."

"Berarti kalo kita menikah aku bisa menyentuh kak Faza?"

...

"Kak Faza akan pergi? Kemana? Apa akan lama?"

"Iya maira, aku akan pergi ke Bandung untuk mengurus pesantren di sana, entah berapa lama tapi biasanya aku pulang sebulan atau dua bulan sekali kesini."

"Jadi aku akan jarang bertemu dengan kak Faza?"

"Iya maira, kita akan jarang bertemu."

"Kak Faza, kakak yang telah menyelamatkan aku, kakak yang sudah membawaku ke sini, dan kak Faza akan pergi?"

...

Bayang maira kembali terngiang membuat hampir saja mobil yang dibawa faza oleng dan menabrak palang di samping jalan. Faza dengan cepat menghentikan mobilnya. Deru nafas terdengar menderu. Ia mengusap wajahnya frustasi lalu melipat tangannya di stir mobil sebagai sandaran kepalanya sekarang.

Mata faza terpejam. Hatinya sangat tak karuan juga tak tenang, dimana keberadaan maira sekarang? Bagaimana keadaannya? Apa maira baik-baik saja? Kekhawatiran semakin menyeruak di pikiran Faza saat melihat di luar mobil hujan turun dengan derasnya malam ini disertai kilatan petir membuatnya semakin takut jika terjadi hal yang buruk pada maira.

"Maira, kamu dimana?" Lirih Faza menatap sendu hujan di balik jendela mobilnya.

"Maafkan aku, Maira."

Drttttt.. drttttt..

Suara dering ponsel milik Faza berbunyi, nampak nama Aulia terpampang di layar depan ponselnya. Faza menarik nafasnya pelan. Entah berapa kali Aulia menelponnya dan ia tidak mengangkatnya, Faza mengambil ponselnya dan mengangkatnya.

"Iya, Aulia ada apa?"

"Astaghfirullah, mas Faza, mas di mana sekarang? Mas tau ummi di rumah khawatir sama mas, ini sudah larut malam aku mohon pulanglah."

"Aku tidak akan pulang aulia, aku akan tetap mencari maira."

"Mas Faza! Maira akan di temukan, tapi jangan malah sampai menyiksa tubuh mas juga, mas Faza harus istirahat."

"Aku yang menyebabkan maira pergi dari pesantren, maka aku sendiri yang mencarinya sampai maira ketemu."

"Tapi bukan seperti ini caranya, jika maira tau apa yang mas Faza lakukan ini, aku yakin maira pun tidak suka, aku mohon demi maira, pulanglah, ini sudah sangat terlalu malam untuk mencari maira, lanjutkan besok, mas, tapi sekarang istirahatkan dulu dan aku tidak akan mencegah mas Faza untuk mencarinya lagi."

Faza menghela nafasnya panjang. Ia pun mengangguk. Dan mengiyakan perkataan Aulia padanya.

"Baiklah, aku akan pulang."

Mobil Faza berhenti di depan rumahnya sekarang. Ia keluar mobil dan melangkah masuk menuju pintu rumahnya dengan langkah yang nampak lelah. Di ruang tamu ummi tersenyum menguatkan faza. disampingnya juga ada Aulia yang menemani umi sejak tadi. Setelah mendengar apa yang telah terjadi antara maira dan Faza umi hanya mencoba mengusap anak lelaki satu-satunya dengan tulus menguatkan hati anaknya yang masih merasakan kebersalahan dan kehawatiran dihatinya.

Faza luluh didekapan ummi dengan suara tangis yang menyusul.

"Ummi, kemana maira pergi? Apa Faza tidak akan bertemu dengan maira lagi?" Lirih Faza hampir serak.

Dengan mata yang berkaca-kaca ummi mengusap lembut punggung Faza yang nampak bergetar, hatinya benar-benar rapuh sekarang.

"Kamu harus tenang, nak."

"Bagaiamana Faza harus tenang, ummi, Faza telah berkata kasar pada maira dan mengusirnya dari sini, bagaimana Faza bisa tenang saat Faza belum bisa menemukan maira sampai sekarang?"

Faza mengeratkan dekapannya. hatinya benar-benar rapuh sekarang, sosok maira terus terbayang dipikirannya hingga rasa bersalah terus menghantuinya tanpa henti.

"Faza menyesal, ummi, bagaimana Faza meminta maaf pada maira?" Ucap Faza semakin tersedu.

Tak pernah dilihatnya anak lelaki yang selalu nampak kuat, selalu menebar senyum, tak pernah sedih. Kini, di malam itu Faza menangis tersedu dengan penuh penyesalan di hatinya. Menangis karena apa yang telah ia lakukan pada maira, bahkan Aulia disampingnya tak bisa berkata-kata saat seorang ustadz yang terkenal akan kewibawaan, kini dihadapannya, faza menangis karena hanya seorang wanita. Tak bisa ia sembunyikan Aulia pun ikut menangis seolah merasakan bagaimana menyesalnya Faza di malam itu.

"Insyaallah nak, maira akan segera ketemu," Faza mengangguk di dekapannya.














***
Gimana ceritanya? Harusnya sedih sih ini, tapi susah kalo harus membangun sebuah fell sampai pembaca itu ikutan nangis.😂

Bye byee❤️❤️❤️

Ouh iya jangan lupa follow akun wattpad aku, gak bayar kok luthfia_Dn

Bidadariku, Almaira[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang