part 11

2.8K 267 8
                                    

Maira melangkah menuju rumah pemilik pesantren Al-Ihsan setelah menerima pesan dari Aira untuk menemani Umi ke pasar belanja keperluan dapur pesantren.

Langkahnya berhenti sejenak tepat di pagar depan rumah itu. Dahi Maira mengkerut, bukannya itu mobil Faza? Apa ia sudah pulang?

Maira enggan melanjutkan langkahnya. Rasa bersalahnya kemarin masih terasa. Ia tak berani menatap Faza lagi. Walau dihatinya ingin sekali menemui lelaki itu. Tapi panggilan Umi di teras rumah membuat Maira harus terpaksa melangkah dan menghampirinya. Disana ada Aira yang sudah siap berangkat ke pasar menemani Umi juga.

"Apa Umi merepotkanmu, Nak?" ucap Umi. Maira tersenyum lalu menggeleng.

"Tidak Umi, Umi tidak merepotkan Maira, kok, lagi pula Maira lagi tidak ada kerjaan dirumah," jelas Maira.

"Ya sudah, tunggu disini, mang pandinya belum datang dari tadi," ucapnya. Maira mengangguk.

"Lama sekali, mang pandi nih kemana sih?" celoteh Aira yang sedang duduk bosan di kursi depan rumahnya.

"Sabar Aira," jawab Umi disampingnya.

Tak lama Faza yang didalam rumah berjalan keluar, pakaianya nampak santai, kaos putih dengan celana training nya. nampak tampan pikir Maira.

'Astagfirullah ....' batin Maira segera setelah sadar apa yang ia ucapkan.

"Umi, tadi mang pandi telpon Faza, katanya gak bisa nganterin ke pasar soalnya anaknya tiba-tiba sakit."

"Ahh ... mang Pandi mah bukannya bilang dari tadi jadi kita gak usah lama nungguinnya."

"Aira, jangan begitu, mang pandi lagi dapat musibah harusnya kita doain supa anaknya segera sehat lagi," ucap Faza memberi tahu. Ucapannya diangguki Umi.

Aira mengkrucutkan bibirnya lalu mengangguk meminta maaf. Maira yang memperhatikan itu hanya tersenyum kecil.

"Yaudah Umi, biar Faza aja yang nganterin ke pasar."

"Tidak Faza, kamu baru saja pulang dari Bandung, kamu pasti Lelah."

"Tidak apa-apa Umi, Faza bisa istirahat setelah pulang dari pasar."

"Yaudah," ucap Umi akhirnya.

Semuanya naik ke dalam mobil Faza. Maira dan Aira duduk dibelakang sedang Umi disamping Faza yang menyetir.

Maira masih menatap tak percaya siapa yang ada di depannya itu. Faza telah kembali setelah sekian lama Maira menunggu. Entah kenapa melihatnya saja ada didepannya sudah cukup mengobati kerinduannya.

Pandangan Maira sekarang beralih menatap jalanan lewat kaca mobil. Helaan nafasnya begitu terasa pelan.

Maira memperhatikan setiap bangunan, rumah, pepohonan yang dilewatinya. Tunggu, dahi Maira mengkerut tiba-tiba. jalan ini? Ini jalan menuju rumahnya.

"Umi," ucap Maira memecahkan keheningan dimobil.

"Iya, Maira, ada apa?"

"Apa kita akan ke pasar sari?"

"Iya, kita akan belanja disana."

Maira sudah menduganya. Pasar sari itu tidak jauh dari rumah kediamannya. Ia takut jika ada seseorang yang mengenalinya. Wajahnya nampak gugup dan gelisah ditempat.

Aira disamping Maira menatap heran. "Ada apa kak?"

Maira berusaha tersenyum menyembunyikan kekhawatirannya. "Tidak apa-apa, Aira," jawab Maira diangguki Aira.

Faza yang sedang menyetir menoleh sebentar pada spion kaca mobil yang mengarah lurus ke Maira.

"Maira, jika kamu belum terbiasa ke pasar atau ada yang kamu hawatirkan bilang saja, takutnya malah kenapa-napa nanti, biar aku putar balik saja mobilnya."

Maira menggeleng cepat. Ia berusaha baik-baik saja.

"Tidak kak Faza, aku baik-baik saja, tidak ada yang aku hawatirkan kok."

"Baiklah."

Setibanya di pasar, Faza memilih menunggu di mobil sekalian untuk mengistirahatkan tubuhnya Umi pun mengiyakannya.

Sekarang Umi, Maira dan Aira memulai untuk mencari keperluan dapur.

"Aira?" panggil Maira di samping Aira, Aira menoleh.

Sambil berjalan-jalan membiarkan Umi di depan mereka.

"Iya kak?"

"Kakak mau tanya, bukannya kak Faza kemarin ada di Bandung ya, bukannya dia lagi sibuk?" tanyanya.

"Iya kak, kak Faza lagi sibuk disana tapi Abi sendiri kemarin yang menyuruhnya untuk pulang jadi kak Faza tidak bisa menolaknya," ucap Aira, Maira hanya mengangguk-angguk.

"Kak?" Sekarang Maira menoleh pada Aira yang tiba-tiba memanggilnya.

"Iya?"

"Soal kemarin ... Aira minta maaf, ya? Karena Aira udah paksa kakak."

"Sudahlah, Aira, tidak apa-apa,"

"Ouh iya kak, kata kak Faza juga ia ingin minta maaf jika kemarin perkataannya menyakiti kakak."

"Tidak kok, wajar jika Faza seperti itu kemarin."

Aira tersenyum senang sekarang. Rasa bersalahnya kini sudah menghilang setelah Maira disampingnya tersenyum mengusap puncak kepala Aira dengan sayang.

Setelah hampir setengah jam lebih mereka berkeliling. Sekarang tangan mereka dipenuhi kresek hitam penuh dengan kebutuhan dapur. Tinggal beberapa bahan lagi barulah mereka akan pulang.

"Umi, ditangan Maira sudah banyak barang bawaan, biar Maira simpen dulu saja ke mobil nanti Maira kembali," ucap Maira.

"Yasudah, kamu simpen aja di mobil dan tunggu saja di sana, soalnya hanya satu bahan lagi yang belum kebeli," jawab Umi. Maira mengangguk.

Maira melangkah menuju mobil dengan penuh kresek berisi keperluan dapur ditangannya.

Maira bersiap mengetuk pintu kaca supaya Faza membuka bagasi mobil tapi tangan itu berhenti di udara saat melihat lelaki itu terlelap tidur di kursi mobilnya. Nampak wajah itu kelelahan setelah semalaman harus menyetir berjam-jam. Maira tak berani membangunkannya.

Maira memutuskan untuk menunggu Umi dan Aira yang masih ada di dalam pasar. menyandarkan tubuhnya di mobil sesekali memperhatikan orang-orang lalu lalang didepannya.

Matanya tak sengaja menatap sebuah motor yang baru datang dan memarkirnya tak jauh dari mobil milik Faza berkisar 10 meter jarak mereka, terhalang kendaraan lain yang terparkir juga disana.

Maira memperhatikannya. Motor itu? Ia mengenalinya. Hatinya mulai tak karuan. Lelaki itu membuka helmnya dan tepat saat melepas helm itu wajah yang dikenalnya nampak begitu jelas. Maira melangkah mundur perlahan dengan deru nafas begitu kencang.

Dia Wira. Dan Maira takut padanya.

Maira dengan cepat membalikan tubuhnya dan mengetuk dengan keras pintu kaca berusaha membangunkan Faza yang masih terus terlelap.

"Kak Faza buka pintunya kak! Kak Faza!" Suara Maira bergetar nampak ketakutan melanda hatinya kini.

Faza tak mendengarnya. suara Maira yang hanya nampak kedap tak terdengar begitu jelas didalam mobil. Maira tak berpikir panjang, kakinya berlari menutup sebagian wajahnya dengan kerudung dipakainya.

Faza yang merasa ada yang memanggilnya dan perlahan membuka matanya. nampak disana Maira tiba-tiba berlari menjauh meninggalkan mobil.

Dahinya mengkerut. "Maira? Apa yang terjadi?" ucapnya begitu pelan.











***
Yukk jangan lupa votenya.. biar bisa update terus setiap harinya...

Bye bye..

Bidadariku, Almaira[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang