part 8

3K 311 3
                                    

Selepas shalat berjamaah ashar, para santri telah dulu kembali ke asrama dibantu Aulia yang juga sudah siap bergegas untuk kembali pada tugasnya.

"Maira?" Panggil Aulia.

Maira yang sedari tadi hanya menunduk dengan mukena yang masih terpasang dengan cepat menoleh saat Aulia memanggilnya.

"Iya."

"Masih mau duduk disini?" Maira mengangguk.

"Iya, kamu duluan aja."

"Ya sudah, aku tungguin di teras mesjid aja, ya?"

"Iya Aulia."

Selepas Aulia pergi, tinggal lah Maira sendiri di dalam mesjid. Helaan nafas begitu terdengar nyaring. Mata itu terpejam.

Entah kenapa, rasanya Maira masih merasa tidak pantas untuk bisa duduk ditempat suci seperti ini. Kesalahan, dosa, mungkin tak terhitung lagi seberapa banyak yang ia lakukan dulu.

Mata itu perlahan kembali terbuka. Seulas senyuman terukir di bibir Maira sekarang.

"Ya Allah, hamba tidak tau apa wanita sepertiku ini pantas untuk mengangkat tangannya memohon padamu untuk berdoa. Tapi hamba mohon, jaga mereka yang selalu mengajari hamba tentang agama-Mu, lindungi mereka yang mengajari hamba tentang bagaimana mencintai-Mu sesungguhnya. Ya Allah, istiqomahkan hamba untuk terus mengenal-Mu. Aamiin..." gumam Maira.

Tak terasa air mata kembali membasahi pipinya. Maira menghela lalu menghapus air matanya perlahan.

Kini Maira kembali melangkah menyusul Aulia yang mungkin sudah menunggunya lama. Tepat di daun pintu mesjid mata Maira memperhatikan Aulia yang tengah mengobrol dengan Faza.

"Ouh iya Aulia, bagaimana dengan Maira, apa ada masalah atau apa saat ia bersamamu?" tanya Faza. Maira terus memperhatikan mereka dari jarak yang tak lebih dari 8 meter darinya.

"Tidak ada, mas, Dia sangat baik, bahkan dia selalu membantuku untuk mengurus para santri disini," jelas Aulia.

"Bagus kalo gitu, aku ingin kamu menjaganya, mengajarinya selagi aku tidak ada disini nanti."

"Mas akan pergi ke Bandung lagi?"

"Iya Aulia, disana aku punya amanah, aku tidak bisa berlama-lama disini."

Maira yang mendengar percakapan itu menautkan kedua alisnya. kak Faza, akan pergi? batinnya.

Entah kenapa kesedihan tiba-tiba melanda hati Maira. Ia benar-benar tidak ingin di tinggal pergi oleh Faza. Dia yang telah menolong hidupnya, dia yang telah membawanya ke pesantren ini dan dia juga yang sudah mengajarinya banyak hal. Dan sekarang dia akan pergi?

Dengan tergesa langkah Maira menghampiri Faza dan Aulia. Tatapannya tertuju pada Faza yang sekarang dihapannya.

"Kak Faza akan pergi? Kemana? Apa akan lama?" Pertanyaan beruntun itu terlontar begitu saja dimulut Maira.

Tatapannya begitu lirih. Faza seolah mengerti ia hanya tersenyum singkat lalu mengangguk.

"Iya Maira, aku akan pergi ke Bandung untuk mengurus pesantren disana, entah berapa lama tapi biasanya aku pulang sebulan atau dua bulan sekali kesini."

"Jadi aku akan jarang bertemu dengan kak Faza?"

Faza terdiam, tatapan Maira seolah benar-benar tidak ingin kehilangannya. Aulia disampingnya juga terkejut dengan Maira yang sedih akan ditinggal Faza.

"Iya Maira, kita akan jarang bertemu," ucap Faza pelan.

"Kak Faza, kakak yang telah menyelamatkan aku, kakak yang sudah membawaku ke sini, dan kak Faza akan pergi?"

"Aku harus pergi Maira, lagi pula di sini ada Aulia yang akan terus menjagamu dan mengajarimu."

Maira menunduk, lalu menghela. Tangan Aulia sekarang menyentuh kedua bahu Maira. Aulia tersenyum, ia faham kenapa Maira begitu tidak ingin kehilangan Faza.

"Maira, aku tau dan aku mengerti kamu ada disini karena mas Faza, dan kamu sedih karena Faza akan pergi. Tapi Maira, aku ada disini, bukannya kamu sudah menganggap ku sebagai kakakmu? dan kamu tidak akan pernah sendirian disini karena ada aku, Maira."

Maira mengangkat wajahnya menatap Aulia lalu tersenyum kecil. Tatapannya sekarang beralih pada Faza.

"Maafkan aku jika aku bersikap seperti ini, kak."

"Tidak apa-apa, Maira, aku mengerti," ucap Faza. "Ouh iya, Maira, ada sesuatu untukmu, sebentar, biar aku ambilkan di mobil."

Aulia dan Maira saling tatap apa yang akan diberi Faza untuk Maira? Faza kembali dengan satu bingkisan biru. Kembali berdiri berhadapan dengan Maira.

"Ini untuk kamu Maira, ambilah," ucap Faza sambil menyodorkan bingkisan itu.

"Untukku?"

"Iya Maira, mungkin tak seberapa harga barang ini, tapi semoga saja dengan barang ini kamu menjadi lebih giat lagi untuk terus belajar mengenal -Nya."

Maira mengangguk lalu tersenyum. Ia mengambil bingkisan itu dengan senang. "Terimakasih banyak kak Faza." Faza mengangguk.

"Ya sudah, aku harus pergi sekarang, Maira, Aulia, aku pamit, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Faza berlalu pergi menaiki mobil lalu menghilang di balik pagar tinggi pesantren. Tatapan Maira tak henti menatap jalan. Kembali menatap bingkisan dari Faza untuknya. Setidaknya bingkisan ini yang akan menggantikan diri Faza yang pasti akan jarang ditemuinya.








***
Ditunggu vote dan saran dari kalian..
:)

Bidadariku, Almaira[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang