part 22

3.1K 274 14
                                    

Ujung mata Faza sekilas menatap wanita yang baru saja pergi menjauh darinya. Wanita yang beberapa waktu lalu ia bawa ke pesantren ini, tapi kini, Faza sendirilah yang mengusirnya dari sana. Langkah faza berjalan masuk ke rumahnya tanpa mau mengejar seorang wanita yang sangat dicintainya.

Bahkan Faza menghiraukan panggilan berulang dari Aulia yang terus mengikutinya. Faza terduduk di sofa mengusap wajahnya frustasi.

"Calon istrimu itu tidak akan pernah berubah! Dia tetaplah wanita penggoda dan pemabuk! Dengar itu Faza!"

Perkataan Wira terus saja terngiang di kepala Faza, yang menjadikannya semakin kecewa pada maira, wanita yang sangat ia cintai tapi hanya kebencian yang tersisa di hatinya saat ini pada maira.

Faza terduduk di sofa. Nampak mata itu memerah. Ia mengusap wajahnya prustasi. Ia mengeram keras.

Aulia yang sejak tadi hanya diam menyaksikan Faza dan maira kini tak tinggal diam. Ia melangkah menghadap Faza yang terduduk. aulia sekarang mulai menangis tapi tatapan itu tertuju pada lelaki didepannya.

"Aku percaya pada maira, aku percaya dengan apa yang di katakannya. Lalu Apa yang mas katakan barusan, huh?! Apa mas sadar apa yang mas katakan itu sangat menyakiti maira!" Ucap Aulia tak terima.

"Diam Aulia! Jangan ganggu aku sekarang!"

"Mas Faza! Bukannya mas sangat mencintainya?!"

Faza berdiri menatap Aulia datar. Nampak emosi berusaha ia pendam. "Aku salah mencintainya, dia tidak akan pernah berubah, Aulia, maira tetaplah maira yang dulu. Dia tidak akan berubah." Pekik Faza sangat kecewa.

"Apa mas tidak mendengar penjelasan maira barusan? Dia dipaksa Wira dan saat itu ia tidak ingat apa-apa, seharusnya mas percaya, dan mengerti bukan malah seperti ini!"

"Untuk apa aku percaya?"

"Mas Faza seharus percaya! mas sendiri yang menolongnya malam itu, membawa maira ke pesantren dan mas Faza yang menjaganya di sini. seharusnya mas tau dan percaya semua yang dikatakan maira adalah benar! Dia dipaksa Wira! Bukan karena keinginannya."

Aulia menarik nafasnya lalu membuangnya perlahan menenangkan. Tangisnya turun perlahan. Matanya menatap lirih Faza di hadapannya.

"Mas Faza sadar? Apa mas tidak lihat kesungguhan maira dalam memperdalam agama Allah? Apa mas tidak lihat ketika maira begitu ingin tau tentang Islam? Dia begitu mencintai Allah, dia mencintai Islam, dan Seharusnya mas mengerti mas sendiri mengajari maira tentang segalanya tapi kenapa mas katakan pada maira jika ia hanya pura-pura, huh?!"

Faza seketika terdiam tak berkutik ketika Aulia menyadarkannya. Ucapannya membuat hatinya yang kecewa mulai berubah dengan rasa bersalah.

"Sekarang aku ingin bertanya, apa benar mas Faza sungguh mencintai maira?! Jika mas mencintainya, mas tidak akan pernah melakukan hal ini pada maira!"

Faza kembali terduduk di sofa. Tangannya menutup wajahnya yang mulai menahan tangis. Ucapan Aulia seperti cambukan keras untuknya. Kenapa ia jadi seperti ini. Kenapa ia begitu emosi tanpa mengerti kondisi yang sebenarnya. Penyesalan mulai menyelimuti dirinya.

"Sekarang aku harus bagaimana? Mas telah mengusir maira begitu keras. Menyuruhnya pergi dari pesantren ini. Aku wanita, mas, yang mas Faza katakan sangat menyakiti hatiku apalagi maira, aku yakin maira sangat terluka," panjang lebar Aulia lalu menangis terisak.

Faza menggeleng keras. Ia telah melakukan kesalahan, tangannya mengambil kembali kunci mobil dan melangkah pergi. Meninggalkan Aulia yang menangis sendiri.

Di dalam mobil yang berjalan mulus dijalanan, mata itu memerah bahkan satu tetes berhasil lolos dan membasahi pipinya, Faza menangis.

"Maira." Lirih Faza begitu pelan. "Maafkan aku." Lanjutnya dengan sejuta penyesalan.
















***
Segini aja dulu ya.
Terimakasih untuk kalian yang udah vote, bila ada typo atau sebagainya jangan enggan kasih saran di komentar ya.. kutunggu

Bye-byee❤️

Bidadariku, Almaira[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang