Setiap kali Darren terdiam dan termenung pasti yang ada di kepalanya adalah Yurika Elliana Mahendra. Bagaimana wanita itu tersenyum, bagaimana wanita itu tertawa, bagaimana wanita itu marah dan menangis. Semua hanya tentang El. Namun Darren berusaha menepis bayangan itu karena itu hanya akan membuatnya sakit hati seperti bagaimana dia kehilangan Lisa dulu.
"Permisi, Pak!" suara itu mengagetkan Darren.
"Ya?" jawab Darren sedikit terkejut.
"Hari ini pukul 09.00 ada meeting bulanan dengan direksi, Pak!" kata Cindy dengan sopan.
"Baik." jawab Darren singkat.
"Kalau gitu saya permisi pak untuk menyiapkan bahan untuk presentasinya!"
Darren hanya mengangguk. Dia melirik jam tangannya. Waktu menunjukkan pukul 08.30 WIB masih ada waktu sebelum meeting dimulai dan dia ingin menikmati secangkir kopi.
"Hallo Cin. Saya ingin kopi hitam sekarang, antar ke ruangan saya ya!" titah Darren melalui sambungan telepon yang ada di ruangannya.
Segera Cindy mengiyakan pinta sang Boss dan menelepon petugas pantry untuk segera membuatkan kopi hitam untuk diantarkan ke ruangannya.
Petugas pantry pun datang membawakan pesanan Darren. Secangkir kopi yang masih mengepul kini tersaji di depannya.
"Ini Pak kopinya!" kata petugas itu dengan sopan.
"Ya makasih." jawab Darren sambil mengangguk.
Tercium aroma khas kopi hitam yang menenangkannya. Perlahan Darren meneguk kopi tersebut.
"Andai hidupku semudah menikmati kopi!" Darren berbicara pada dirinya sendiri sebelum akhirnya dia meneguk kembali kopinya.***
"Pak Darren!" panggil Cindy seraya mengejar Darren yang sudah berjalan di depannya.
"Ada apa? Bukannya schedule hari ini hanya meeting bulanan dengan direksi saja?"
"I.. Iya Pak! Tapi ada satu hal lagi. Bapak meminta saya untuk menghubungi Ibu Elliana untuk datang pada hari ini! Dan sekarang Ibu Elliana sudah menunggu di lobby, Pak! Resepsionis bilang beliau sudah menunggu dari sebelum kita rapat."
"Dia datang? Kamu tidak memberitahu saya secepatnya?" tanya Darren mengkerutkan dahinya.
"Ma.. Maaf Pak! Sejak rapat tadi saya tidak melihat hape saya, Pak! Dan lagipula Ibu Elliana belum mengiyakan waktu itu jadi saya pikir beliau belum pasti datang hari ini!"
"Ya sudah! Antar dia ke ruangan saya!"
"Ba.. Baik, Pak!" Cindy terbata takut-takut boss-nya akan sangat marah padanya. Ternyata tidak seperti apa yang dia pikirkan.***
Dengan perasaan cemas El duduk di sofa lobby yang empuk. Kakinya tak bisa diam mengetuk-ngetuk lantai. El menggigit bibir bawahnya sambil celingukan berharap sosok yang ditunggunya menunjukkan batang hidungnya.
"Ibu Elliana?" tanya resepsionis terhadap El yang sedari tadi sudah menunggu hampir 2 jam itu.
"Iya, saya!" El sontak berdiri dan menatap wanita yang berada di depannya itu penuh harap.
"Ibu ditunggu Pak Darren di ruangannya sekarang, mari saya antar, Bu!" jelas si wanita resepsionis dengan lembut dan sopan.
"Oh.. Ya... Baik." El segera mengambil tas nya yang tadi dia taruh di sofa.
"Mari Bu!" ajak si resepsionis setelah melihat El siap mengikutinya.
"Iya, terimakasih!""Silakan masuk, Bu! Bapak sudah menunggu di dalam!" resepsionis itu mempersilakan El masuk ke ruangan Darren, sang owner PT Artha Group.
El hanya mengangguk lalu membuka pintunya secara perlahan. Setelah masuk ruangan itu El mendapati Darren yang sedang berdiri menatap keluar jendela besar yang memperlihatkan suasana ibu kota pada ketinggian.
"Permisi!" kata El berusaha membuat Darren menyadari kehadirannya.
"Tidak bisa mengetuk pintu dulu?" tanya Darren tanpa menoleh masih memandang keluar jendela.
"Tapi... Tadi... Katanya... "
"Kamu datang, Elliana!" Darren berbalik dan menatap El yang masih terpaku.
"Aku tahu kamu pasti datang!"
"Sebenarnya ada apa kamu memanggilku begini?"Darren perlahan mendekati El yang masih terpaku di tempatnya. Sementara nafas El kian memburu menahan rindu yang selama ini dia pendam pada Darren.
"Elliana... " lirih Darren.
"Hm... " mata El membulat lidahnya kelu seketika saat tangan Darren menyentuh bahunya.
"Aku rindu padamu!" Darren mendekatkan wajahnya pada wajah E dan mendaratkan ciuman di bibir manis El dengan lembut. Menemukan El yang terdiam tak berkutik, Darren meneruskan ciumannya dan melumatnya penuh perasaan. Matanya terpejam menikmati hasrat yang selama ini dia pendam terhadap El.
El masih terdiam terpaku saat ciuman itu sudah berakhir pun.
"Kamu merindukan aku, bukan?" tanya Darren kali ini matanya lekat menatap El.
El mengerjapkan matanya beberapa kali berusaha mengembalikan kesadarannya setelah beberapa saat terhipnotis oleh pangeran pujaan hatinya itu.
"Apa-apaan ini, Darren? Setelah kau meninggalkan aku sekarang kau mau aku menuruti keinginan kamu?" tanya El dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Darren menghela nafas panjang. "Maafkan aku! Aku tak bisa menahan hasratku untuk bertemu denganmu, aku selalu memikirkan kamu dan itu membuat aku gila!"
"Aku sudah tidak berharap apa-apa lagi padamu, Darren! Aku minta maaf!" El membalikkan tubuhnya berniat meninggalkan ruangan itu. Namun Darren menghentikan niat itu dan menarik tubuh El di pelukannya.
"Aku mencintaimu, Elliana! Beri aku kesempatan!" Darren memeluk El begitu erat dan menciumi pucuk kepala El dengan lembut.
"Kesempatan apa lagi? Kamu akan menikah dan aku tidak bisa berbuat apa-apa!" El tak kuasa menahan lagi rasa sakitnya. Airmatanya berhamburan membasahi wajahnya.
"Beri aku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku pantas untukmu, Elliana!"
El menarik tubuhnya dari tubuh Darren dan menatap Darren dengan wajahnya yang basah. Tatapannya nanar. "Maksud kamu?"
"Aku tidak akan meninggalkanmu! Aku akan bercerai dengan Marry setelah anak itu lahir!"
El menggeleng pelan. "Tidak Darren! Bukan seperti itu!"
"Lalu seperti apa?"
"Pernikahan tidak semudah dan sesimpel itu! Kamu harus menghargai pernikahan, istri dan anakmu! Jika aku penghalang maka aku lebih baik pergi daripada harus menghancurkan sebuah pernikahan! Darren... Aku tidak ingin kamu melakukan itu pada Marry! Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatanmu dan jika semudah itu kamu mempermainkan pernikahan makan bukan hal besar jika kamu juga mempermainkan aku!"
Darren menggeleng cepat. "Tapi aku hanya ingin dirimu, Elliana! Kamu yang harusnya jadi istriku!" Darren mengguncang bahu El cukup keras. Wajahnya memerah dan Darren tak kuasa menahan tangisnya. Depresi.
"Aku juga mencintaimu kamu, Darren tapi bukan berarti aku akan menghalalkan segala cara untuk memiliki kamu!" kata El lirih.
"Aku mohon... " Darren begitu terlihat sedih.
"Maafkan aku, Darren!" El pun melepaskan tangan Darren yang sedari tadi memegang pundaknya. El pergi meninggalkan ruangan itu, meninggalkan Darren dalam kesedihan.
Darren menatap punggung El yang akhirnya tak terlihat lagu saat pintunya kembali ditutup. Dia tak bisa menahan El lagi, itu membuat El sakit begitupun dengan dirinya. Dengan derai airmata Darren meremas kepalanya dengan kasar.
"Aku hanya ingin hidup denganmu Elliana! Apa permintaanku terlalu besar!"
.
.
.
.
.
Yeeayyy akhirnya nerusin juga cerita ini... Maaf menghilang beberapa saat kemarin hehe enjoy the story yaaa...
KAMU SEDANG MEMBACA
My Annoying Girlfriend
Teen FictionPERINGATAN (21+) . . "Kamu emang hebat, Darren!" wanita bernama Marry itu mengelus dada kekasihnya dengan lembut. "Kamu juga. Wanita yang tidak pernah puas! Aku suka itu!" Puji Darren dengan nafas yang masih belum stabil. "Ya sudah aku harus pergi...