Pagi ini seperti biasa El harus berlari kesana kemari mencari yang dia butuhkan di hari pertamanya kerja di perusahaan Darren. El tadinya merasa sial bisa berurusan dengan pria tampan itu tapi akhirnya dia merasakan juga keuntungan darinya.
"Aku pakai baju yang mana yah?" Kata El pada diri sendiri. "Ini kali ya? Hm... Nggak nggak! Aku kan sekretaris jadi harus pakai yang sedikit menarik perhatian supaya si pria jutek itu nggak ngomentarin lagi penampilanku!" Katanya lagi sambil sibuk mencari pakaian di closet nya. "Nah!!! Aku pakai ini aja!!!"Akhirnya El memilih stelan blazzer berwarna tosca dengan kemeja putih di dalamnya dan celana putih bahan. Ditambah sedikit riasan natural yang masih menampakkan freckless di wajahnya (secara gitu-gitu El juga bule lho) dan rambutnya dia ikat 'kucir kuda' agar terlihat lebih rapi.
El menuju ruang makan untuk sarapan. Lucy dan ayahnya, Doni Mahendra sudah berada disana.
"Pagi Mom, Dad!!!" sapa El begitu riang.
"Pagi sayang. Kata Mommy kamu sudah kerja ya?" tanya Doni sambil tetap menatap layar ponselnya.
El duduk di depan Doni. "Iya, Dad. Aku kerja di Artha Group sebagai sekretaris!"
"Seriously????" Lucy membelalak tak percaya. Ta menyangka jika anaknya yang ceroboh dan pemalas itu bisa jadi sekretaris. "Kamu gak bohong kan, El?"
"Ih serius Mom! Jangan remehin aku terus dong!" kata El sambil manyun.
"Mommy hanya tak menyangka aja. Beberapa perusahaan kecil saja menolak kamu tapi ini perusahaan besar malah menerima kamu!" kata Lucy masih dengan raut wajah keheranan.
"Sudah! Mungkin ini sudah rezeki El! Tidak perlu diperdebatkan lagian yang terpenting sekarang kamu harus bekerja yang rajin supaya kamu terpakai oleh perusahaan!" kata Doni sambil tersenyum pada anak semata wayangnya itu.
"Oke, Dad!" jawab El disertai cengiran khas darinya.***
Pagi ini Darren merasakan sesuatu yang aneh. Mengapa dia ingin menghubungi El karena dari semalam hanya El yang ada di kepalanya. Darren tidak tahu pasti apa yang dia pikirkan tentang El. Kali ini berbeda, tidak seperti wanita lainnya yang pernah Darren sukai, biasanya yang Darren pikirkan hanya tentang fisik tentang bagaimana wajahnya, bibirnya, dadanya, bodynya yang selalu membuat pikiran liar Darren meningkat menjadi hasrat untuk meniduri mereka. Tapi apa yang dia rasakan kali ini terhadap El jauh berbeda, perasaan ini seperti perasaan yang dulu pernah dia rasakan namun terpaksa harus dia kubur dalam-dalam.
Darren masih tidak mengerti mengapa wanita konyol dan lemot itu bisa terus saja nangkring di kepalanya. Saat dia sibuk dengan pikirannya tentang El tiba-tiba ponselnya berbunyi pertanda panggilan masuk.
"Hallo." sapa Darren.
"Hallo sayang... Kamu sibuk hari ini?" suara lembut itu terdengar begitu menggoda dari sebrang sana.
"Sedikit." jawab Darren singkat.
"Sepertinya akhir-akhir ini kamu sibuk terus! Sampai melupakan aku!"
"Ya begitulah." jawab Darren singkat lagi. Entah mengapa Darren begitu merasa malas pada Marry padahal biasanya Marry lah yang selalu membuatnya bergairah. Mendengar suaranya saja Darren selalu langsung berfantasi akan Marry. Namun tidak kali ini, dia merasa biasa saja.
"Kamu marah karena waktu itu aku tidak bisa menemani kamu? Aku minta maaf Darren aku sudah bilang suamiku sudah pulang dari Australia. Jadi aku harus menemaninya!" jelas Marry.
"Entahlah." jawab Darren dingin.
"Baiklah aku akan membayar semuanya! Aku sudah ada di apartemen kamu. Aku tunggu kamu satu jam!"Klik. Terputus.
Darren menghela nafas panjang. Marry sudah berada di apartemennya? Tidak heran karena sejak lama Marry memang menyimpan duplikat kunci apartemen Darren. Kali ini Darren benar-benar malas entah apa yang membuatnya begitu tidak bergairah, namun, Darren tetap akan pergi menemui Marry, dia tahu bagaimana Marry kalau keinginannya tak dipenuhi wanita itu bisa berbuat nekad."Kamu ke kantor hari ini?" Marco yang sedang sarapan lekas bertanya pada Darren yang sedang menuruni tangga.
"Ya. Tapi aku ada urusan sebentar!"
Marco mengangguk-angguk sementara Darren berlalu menuju bagasi mobilnya.Darren melaju dengan mobil hitamnya. Meskipun akan menemui Marry tapi mengapa yang dipikirkannya masih El. Senyum El yang manis, tingkahnya yang polos membuat Darren begitu... merindukannya? Ah yang benar saja! Darren berusaha menapik itu semua.
Darren akhirnya tiba di apartemennya dan langsung disambut pertanyaan dari Marry.
"Kamu terlambat! Kenapa lama sekali?"
"Jalanan macet kamu tahu sendiri bagaimana Jakarta!" jawab Darren sambil membuka sepatunya.
"Baiklah. Jadi hari ini kita mau disini saja atau mau mencari tempat lain?" tanya Marry dengan suara menggoda.
"Aku tidak bisa berlama-lama aku harus segera ke kantor!" Darren tetap dingin dia mengambil air untuk kemudian dia minum.
"Baiklah!" jawab Marry seraya melucuti pakaiannya. Tinggalah dia dengan lingerie sexy berwarna merah hitam menampakkan buah dadanya yang menyembul dan g-string yang membuatnya terlihat begitu sexy.Darren yang menyaksikan penampakan itu langsung terkesima hampir saja dia memuntahkan air yang sedang dia minum. Meskipun awalnya tidak bergairah tetapi lelaki tetap saja lelaki yang dengan natural akan merasa panas dan seketika mengeras menyaksikan perempuan secantik Marry hampir telanjang di depannya.
Marry menarik Darren kemudian membuka kancing bajunya satu persatu. Biasanya Darren akan dengan bringas langsung menyerang Marry namun kali ini entah mengapa dia hanya ingin diam dan menikmati saja dan membiarkan Marry yang bermain dominan.Bibir mereka bertautan. Marry mencium dan melumatnya dengan hasrat tinggi. Dia memeluk Darren sambil tangannya gelisah tak bisa diam. Darren pun mengangkat Marry yang masih sibuk melumatnya penuh nafsu.
Sampai di pembaringan Marry membuka baju dan celana Darren dengan cepat. Darren sudah telanjang tanpa sehelai benangpun tertidur diatas pembaringan.
Kini giliran Marry membuka g-string dan lingerienya kali ini Darren langsung menyentuh kedua payudara Marry yang sudah terpampang di depannya dengan indah.
Sementara itu Marry berada di atas memainkan pinggulnya. Merekapun terhanyut dalam kenikmatan."Ada yang salah denganmu!" Marry duduk di ruang tv masih tanpa pakaian, kemudian dia mengambil sebatang rokok dan menyalakannya.
"Apa?" jawab Darren sambil memakai kemejanya.
"Entahlah. Aku rasa kamu berbeda sekali tidak seperti biasanya!" Kata Marry lagi sambil mengisap rokoknya.
Darren tersenyum miring. "Perasaan kamu saja kali!"
Tiba-tiba Marry tertuju pada sesuatu yang tersempil di bawah meja.
"Punya siapa ini?" Marry menunjukkan sebuah ikat rambut berwarna pink pada Darren.
Darren menyerngit. "Aku tidak tahu! Mungkin itu milikmu yang lama tertinggal"
Marry menggeleng. "Kau tahu kan aku tidak suka warna pink!"
Darren menelan ludah. Wah... Sepertinya itu milik Elliana. Dia ingat pertama kali bertemu El memakai baju dan tas pink. Pasti benda itu miliknya. Terlebih akhir-akhir ini yang ke apartemennya hanya Marry dan El.
"Punya siapa, Darren? Kamu punya wanita lain?" Marry mengkerutkan dahinya.
"Lalu kenapa kalau aku punya wanita lain?" jawab Darren santai seraya memakai sepatunya. "Kau juga punya suami, bukan?"
Kali ini Marry menatap Darren tajam. Sepertinya Marry tidak suka dengan jawaban Darren yang seperti itu. "Aku hanya bertanya ini milik siapa?"
"Tidak penting! Itu hanya milik sekretarisku yang kemarin aku suruh dia bereskan apartemenku! Aku tidak tertarik padanya." Darren lalu membuka pintu. "Oya, sebaiknya kamu pulang! Sebelum ada paparazzi melihat kita!" Darren pun berlalu meninggalkan Marry.
Marry masih belum bisa terima dia rasa Darren menyembunyikan sesuatu darinya. Lagipula sejak kapan sekretarisnya bertugas membereskan apartemennya?
"Aku harus cari tahu!" katanya seraya menghisap lagi rokoknya.
.
.
.
Wah Marry cemburu!!! Dia lupa dengan komitmen tanpa perasaan yang pernah Darren dan Marry janjikan rupanya. Tapi wanita tetap wanita ya guys bagaimanapun mereka selalu pakai perasaan jadi wajar kalo Marry sampe baper sama Darren!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Annoying Girlfriend
Fiksi RemajaPERINGATAN (21+) . . "Kamu emang hebat, Darren!" wanita bernama Marry itu mengelus dada kekasihnya dengan lembut. "Kamu juga. Wanita yang tidak pernah puas! Aku suka itu!" Puji Darren dengan nafas yang masih belum stabil. "Ya sudah aku harus pergi...