Terkadang kita terlalu khawatir dengan takdir yang telah Tuhan tentukan untuk kita, selalu ada keraguan dibalik kepercayaan yang goyah.
Bagi seorang perempuan menemukan pasangan hidup memang tak mudah, ada banyak hal yang menjadi bahan pertimbangan. Salah satunya cara berpikir, bagaimana awak dan nahkoda bisa bekerja sama jika tujuan mereka saja tak searah.
"Kai," suara Ibu Kaila memanggil dengan lembut saat Kaila masih menikmati kegiatan bergelung dalam selimut. "Udah siang nak."
Kaila tak pernah menyangka jika Tuhan akan mengirimkan sesosok Orion untuknya, seorang Pria yang bahkan tak pernah Kaila khayalkan dalam mimpinya. Dulu saat usianya menginjak dua puluh lima, rasa khawatir merongrong mengisi hati.
Kapan ia akan menikah sementara kekasih saja tak punya? Banyak stigma orang di luar sana tentang perempuan dengan usia melewati batas dua puluh lima namun masih saja tak menemukan pasangan hidup.
Mereka selalu mengira jika perempuan baik-baik saja saat ditanya kapan akan menikah? Kenyataannya Kaila tak baik-baik saja, ada luka yang tergores setiap kali pertanyaan seperti itu muncul.
Kapan menikah?
Memangnya nggak bosan hidup sendiri?
Dulu saya umur dua puluh lima udah punya anak, lho.
Kapan kamu serius cari suami, kalau sibuk kerja kayak gitu.
Wanita karir biasanya memang punta ekspektasi tinggi terhadap pria.
Jangan nyari cowok yang sempurna, yang mau aja sama kamu. Yang penting nikah.
What the hells going on?
Kita menikah bukan untuk membungkam pertanyaan dari mereka, dulu Kaila sempat dilanda krisis kepercayaan diri karena belum menikah diusianya yang sudah menginjak dua puluh lima.
Hanya saja, semakin melewati usia itu Kaila semakin sadar. Bahwasanya menikah hanya dilakukan sekali seumur hidup, jadi jangan salahkan Kaila jika ia benar-benar ingin yang terbaik. Mencari pria yang benar-benar mau menerima ia apa adanya, tidak mengeluh ketika lelah. Tetap berjuang meskipun berat, karena hidup bersama tak lebih mudah dari hidup melajang.
Jangan biarkan pertanyaan kapan nikah menekan kepercayaan diri kita, karena menikah bukan hanya tentang menemukan seorang pria yang mau hidup bersama kita.
"Bangun, Kaila." lagi-lagi suara Ibu Kaila yang ditanggapi dengan lengguhan. "Ini udah minggu siang lho, bukan pagi lagi. Kamu mau jemput Orion di bandara kan?"
Kaila mencoba mengumpulkan sisa-sisa kesadarannya, ia melirik jam di dindingnya yang menunjukan pukul sebelas, pesawat Orion landing pukul dua.
Dengan cekatan Kaila membersihkan diri, ia tak mau terlambat menjempyt Orion di Bandara. Meski Orion sudah bersikeras melarangnya untuk menjemput, namun entah kenapa kali ini Kaila lebih keras kepala dari Orion. Ia tak mau dibantah, maka dengan kelapangan hatinya Orion membiarkan Kaila menjemputnya sendiri tanpa ditemani supir.
Perjalanan dinas ke Samarinda selama sepuluh hari sungguh menyiksa untuk Kaila, padahal hari pernikahannya dengan Orion tinggal menghitung hari. Lebih tepatnya delapan hari lagi Orion akan mengucap ijab qabul dengan menjabat tangan Ayah Kaila.
Orion : Aku udah di Bandara APT Pranoto. See you in Jakarta.
Pukul delapan pagi pesan itu masuk dari Orion. Kaila segera mencari kunci mobil ford miliknya. Menghiraukan panggilan Dimas yang ingin ikut dengannya, dalam satu kali tatapan tajam pada Dimas Kaila sudah mampu membungkam adiknya.
Memangnya siapa yang mau diganggu setelah sepuluh hari tak bertemu.
Jangan sampai ada Dimas di antara kita.
Kaila menunggu di tempat kedatangan, ia melirik gelisah mencari sosok Orion yang sudah lama tak ia sapa.
Dalam balutan kemeja biru laut dengan celana coklat. Orion melambaikan tangannya pada Kaila dengan senyum yang membuncah, sampai keduanya bertemu dengan saling menatap penuh rindu.
Satu kecupan dihadiahi Orion pada kening Kaila.
"Kalau rindu ini adalah sebuah penyakit, maka aku telah berada di stadium akhir." Orion mengecup ujung hidung Kaila dengan lembut, menatap lekat-lekat gadis di depannya yang sama-sama merindu.
"Geli tau nggak," Kaila mencubit pinggang Orion. "Sepuluh hari nggak ketemu, kamu jadi alay."
"Nggak ada ucapan aku rindu kamu gitu?" Orion merangkul Kaila lebih dulu, lalu melepaskan rangkulannya setelah beberapa saat. Ia lalu mendorong kopernya dengan sebelah tangan yang sudah menggenggam jemari Kaila erat.
"Nggak," ejek Kaila, padahal ia sama merindunya dengan Orion. Hanya saja Kaila lebih suka menggoda Orion yang mudah sekali merajuk.
"Jangan-jangan kamu selingkuh yaa selama sepuluh hari aku tinggalin," Orion menatapnya dengan mata menyipit. Seolah-olah sedang mengintrogasi Kaila.
"Gimana mau selingkuh, kalau yang ada di pikiran aku cuma kamu seorang."
Orion tersenyum, lebih tepatnya tersipu. Ada segaris rona merah di pipinya yang hadir malu-malu.
"Kai," Orion menatap Kaila lekat, menahan langkahnya agar segera tiba di parkiran. Ia mengusap pelan cincin yang melingkar manis di jari Kaila.
"I love you."
Tiga kata yang mampu membuat ribuan kupu-kupu kembali menyeruak di perut Kaila, perasaan bahagia yang muncul menyeruak mengisi setiap cela kosong yang lama tak berpenghuni.
"Kenapa kamu yakin banget mau nikah sama aku?" tanya Kaila, ia membalas tatapan Orion.
"Karena aku enggak bisa bayangin kamu hidup dengan lelaki lain selain aku."
END
02-10-2018Tamatttttt dan Selesaiiii.
Ini jumlah partnya udah banyak yaaa, jadi selamat menikmati sampai di sini.Ini cerita udah hampir setahun baru tamat wkekkw. Lama beuttt ternyata yaaa nyelesainnya, tapi akhirnya dengan dorongan rahmat Tuhan YME, kita telah sampai pada akhir kisah Kaila dan Orion *tiup terompet*
*Tebar bunga*Sampai jumpa di kisah lainnya 🙏
💕
Bye and See you gaeeees 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
TIRAMISU
ChickLitUmur kamu berapa? Sudah punya pacar? Kapan nikah? Temen kamu udah punya anak lho, nggak ada niat nyusul? Kerja terus kapan ke pelaminannya? Kaila merasa pertanyaan seperti itu lebih mengerikan dibanding nonton film horror sekalipun, semua orang terl...