Sejak tadi Kaila hanya memandangi laptopnya dengan lemah tak berdaya Orion meyuruhnya mengerjakan sesuatu yang membuat kepalanya terasa seperti berputar.
"Kenapa, Kai?" Siera meletakan laptopnya dekat dengan Kaila, ia baru saja dari tim AP memverifikasi beberapa pembayaran hutang pada vendor tetap.
"Otak gue kriting nih." Kaila menghela napas rendah, ia pikir Orion akan sedikit mengasihaninya dengan tak memberi pekerjaan yang membuat hatinya sesak karena tak kunjung selesai.
"Kenapa?"
"Biasa, anak kesayangan dapet job tambahan." Anggi tertawa meledek wajah Kaila yang semakin terlihat kusut.
"Anak kesayangan dari mana, gue udah capek." keluh Kaila, ia menenggak air mineral dari tumblr hingga tak tersisa. "Gantian dong, jangan gue terus yang sengsara kayak gini."
Kaila melihat deretan angka yang menjelaskan banyak makna.
"Ngeluh terus nggak akan selesai, Kai." Siera menepuk-nepuk pundak Kaila, "Harusnya lo bangga, Orion mempercayakan ngerjain ini ke lo. Karena dia yakin lo bisa ngerjain, nggak ada niat nyiksa lo kok. Lo aja kadang suka ke baperan."
"Tumben otak agak beneran itu," celetuk Farhan.
"Ye ellah, otak konslet salah, otak gue bener dikit dipertanyakan." cibir Siera.
"Siera, kamu bisa bantu saya bales email yang dikirim ke kamu soal data yang dibutuhkan anak Exim." Orion yang baru saja keluar dari ruangannya mampu membuat Siera menahan semua keluhannya pada Farhan.
"Bisa, Pak!" Siera segera memeriksa emailnya, mengabaikan Kaila yang menatap sinis pada Orion.
"Kaila, kamu bisa ke ruangan saya?"
Farhan berdehem setelah Orion menutup pintu ruangannya. "Kai, jangan lupa siapin hati dan perasaan. Inget juga gajian akhir bulan, biar nggak kesel kalau lagi dikasih ceramah."
Helaan napas Kaila terdengar berat, "Udah kebal gue diceramahin sama mulut tajem Orion."
Tangan Kaila sedikit ragu saat mengetuk pintu ruangan Orion, jauh dalam hatinya ia masih takut kena marah Orion. Terlebih tadi pagi ia melakukan kesalahan, meski tak fatal tapi mampu membuat kepala Orion pusing.
"Pak," cicit Kaila. Ia membawa laptop di tangannya. Menaruhnya pelan di atas meja Orion. "Soal biaya entertaint."
"Kamu udah makan?"
"Hah?"
"Kamu udah makan? Saya denger dari Gisel kamu melewatkan makan siang." Orion tak membahas pekerjaannya, Pria itu melirik ke arah Kaila yang kini hanya menunduk menatap layar laptopnya.
"Makan kok Pak," suara Kaila masih terdengar pelan. Ia memang melewatkan makan siangnya karena tak berselera setelah pekerjaannya yang cukup membuat kepalanya berdenyut. Kaila hanya minum teh hangat dan biskuit saat jam isrirahat tadi.
"Kaila," Orion memanggil nama Kaila dengan gemas. Gemas karena perempuan di depannya sungguh pandai membuat kepalanya pusing. "Kamu kesal saat saya tadi pagi marah?"
"Nggak kok Pak," Kaila menggeleng cepat.
"Terus kenapa diam saja?"
"Saya dari tadi nggak diem kok, saya kerja." Kaila memberanikan diri menatap Orion dengan sisa-sisa rasa bersalah yang bersarang di hatinya. "Saya cuman sedang introspeksi diri, supaya kesalahan tadi pagi tidak terulang."
"Makan!" entah darimana asal asal cup cake yang Orion miliki sekarang.
"Saya nggak selera makan," aslinya Kaila merasa lapar karena ternyata pusing tak membuat perutnya kenyang. Tapi yang ia mau bukan cup cake.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIRAMISU
ChickLitUmur kamu berapa? Sudah punya pacar? Kapan nikah? Temen kamu udah punya anak lho, nggak ada niat nyusul? Kerja terus kapan ke pelaminannya? Kaila merasa pertanyaan seperti itu lebih mengerikan dibanding nonton film horror sekalipun, semua orang terl...