Dua puluh lima

807 47 0
                                    

Mahesa.

Aku segera pergi mencarinya ketika hari sudah mulai gelap karena Mayang tidak juga kembali. Dasar kerasa kepala, sedang sakit malah marah-marah tanpa alasan, lalu pergi. Memang dia jago sekali membuatku cemas. Aku sudah mencarinya kemana-mana, bahkan menghubungi teman-temannya untuk menanyakan keberadaan Mayang, tapi tak satu pun dari mereka yang tahu.

Akhirnya Mayang mengangkat telponku stelah beberapa kali dihubungi dan tidak aktif. Emosiku tersulut ketika mendengar suara laki-laki di ujung sana. Sepertinya sengaja Mayang mengangkat telponku dan membuatku bisa menguping pembicaraannya. Mendengarkan mereka bercakap-cakap dan kutelaah, sepertinya bukan Mayang yang mengangkat telpon, tapi lelaki tersebut yang sengaja melakukan ini. Panas di ubun-ubunku makin memuncak ketika nama Elang disebut oleh Mayang.

Mereka mengobrol. Mayang mengeluarkan curhatannya dengan suara lirih. Dan berhasil membuatku terhenyak bungkam, kemudian aku menutuo telponnya dan memutuskan kembali menunggunya di apartemen, setelah kudengar dia akan pulang.

Sepertinya Elang sengaja mengangkatnya, agar aku mendengarksn keluhan Mayang dan permasalahan kami selesai. Setrategi yang cukup keren dan menantang.

Merebah di sofa, lalu kembali teringat dengan yang Mayang katakan pada Elang, "kamu tahu kan Lang, cewek itu udah dari sana nya cemburuan. Aku gak sengaja liat chattan dia sama mantannya. Iya sih gak ada apa-apa, tapi kan kenapa harus menjaga komunikasi? Perasaan itu bisa kembali, aku gak suka dia deket sama mantannya, aku udah pernah bilang. Tapi dia kek gitu aja."

Kapan? Kapan Mayang menyentuh gawai milik ku. Aku mencoba mengingat-ngigat. "Pake punya gua aja."
Oh, jadi malam kemarin saat pesan makanan delivery.

Oke, kuakui aku salah. Aku merasa bersalah dan menyesal. Tapi itu tidak seperti yang dia pikirkan, aku bahkan menghindari Adara. Aku membalas pesannya karena memang dia menanyai beberapa hal tentang Mahendra padaku. Dan itu sangat menganggangguku. Aku tidak suka membicarakan orang yang beberapa tahun terakhir menjadi musuh keluarganya sendiri. Ya, aku sangat terganggu oleh Adara.

Sebenarnya, aku juga tidak suka Mayang bersama Elang. Sangat! Mengetahui bagaimana Elang padanya yang punya maksud. Tapi menurutku, kalau pun Mayang mau pada Elang, kurasa sudah dari dulu Mayang jadian sama Elang. Mereka satu kelas dan sangat akrab. Elang populer dan banyak disukai perempuan. Nyatanya tidak, Mayang tidak tertarik. Jadi aku tak perlu terlalu khawatir. Dan bisa kah Mayang berpikir seperti itu padaku? Kalau mau, aku bisa balikan dengan Adara, nyatanya tidak.

Aku berusaha menenangkan diri.
Arrrggh!! Sial! Kuakui aku juga cemburu.

Setelah beberapa lama, bel berbunyi dan aku segera terperanjat menghampiri pintu. Pintu terbuka ke dua sisi, menampilkan wajahnya yang tertunduk. Di tangannya terdapat dua bungkus arumanis dan entah papper bag berisi apa. Mengernyit karena aku telah melewatkan tempat itu saat mencarinya. Tanpa mengucapkan apa-apa dan aku yang belum sempat berujar, tiba-tiba dia melangkah lalu memeluk ku. Aku menghela napas, ada perasaan lega yang sulit aku jelaskan. "Sorry," katanya dengan suara mencicit kecil. Aku balas menagkup kedua lenganku ke tubuh kecilnya. "Me too," sahutku pelan. "Gimana kakimu?" tanyaku setelah beberapa detik hanya diisi kekosongan.

"Baikan," sahutnya, lalu menatapku dengan mimik manja. Oh shit! Ayolah kenapa harus menatapku begitu. Lucu. Aku gemas melihatnya kalau bertingkah seperti ini. "Ca!" serunya tiba-tiba meruntuhkan tatapan kosongku yang jatuh ke dalam retinanya.

"Mm?" sahutku dengan jantug yang tiba-tiba berdetak kencang. Dia pasti bisa mendengarnya.

"Lepasin," katanya. Sial, sontak aku merasa kikuk kemudian melepaskan pelukanku yang meringkusnya. Kenapa aku jadi gelagapan seperti ini. Dia melengos dan menghempaskan diri ke sofa, aku membuntutinya kemudian duduk di sebelahnya dengan agak canggung.

BILURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang