Part² Alay, takut gak kuadhhh😂
MAHESA
Glock 20 di tanganku menggantikan Desert Eagle milik ku yang disembunyikan Ali entah dimana. Tadinya aku mencari pistol milik ku, tapi malah menemukan Glock ini di brangkasnya. Aku tentu saja aku bisa memcahkan sandinya dengan mudah. Karena walau pun Ali itu terlihat keras, tapi dia cukup kemayu dan bodoh dengan menggunakan tanggal jadiannya untuk sebuah sandi brangkas. Tadinya aku hanya coba-ciba saja, tapi ternayata sandi nya tepat. Aku tahu tanggal jadian konyol itu sebab Zaen masih sepupuku dan sempat curhat padaku tentang hari jadian mereka. Dasar brewok alay.
Sebelum Ali kembali aku seger ke parkiran untuk segera pergi menuju ke tempat sasaran.
Jalanan pagi yang padat merayap membuatku segera mengambil tindakan menelusuri jalan-jalan tikus dengan kecepatan tinggi. Berbelok-belok, sampai akhirnya layar map di ponsel yang ku tempel ke holder motor berubah dengan tampilan panggilan masuk dari ibuku.
"Kamu dimana kenapa gak pulang-pulang?" Kalimat interogatif itu merambat masuk ke dalam bluetooth-headseat yang ku kenakan.
"Sore ini ma, Eca ini lagi di jalan mau ke kampus."
"Hari minggu emang gak libur?"
"Cuma nugas aja."
"Oke, hati-hati jangan ngebut. Kemarin Mayang nanyain lagi. Jangan berantem mulu."
Aku tak punya kata apa pun, ketika nama Mayang disebut seketika aku semakin memacu kecepatan motorku. Ibu akhirnya mengakhiri panggilan, setelah beberapa detik mungkin menunggu reaksiku, dan aku tetap diam.
Masalah kali ini berat Ma, maafin Mahes.
Sampai di tempat tujuan, turun dari motor yang kuparkirkan agak jauh dari gerbsng, segera kutinggalkan setelah memindahkan Glock 20 dari kotak bagasi ke dalam saku jaketku. Saat sampai di hadapan gerbang yang tertutup seorang penjaga berpakaian hitam-hitam menyambut dengan wajah sangarnya.
"Cari siapa mas?"
"Mahendra."
"Sudah ada janji?"
"Buka gerbangnya."
"Sudah ada janji?" ulangnya lebih tegas.
"Ya!"
Dia malah memicingkan mata menatapku. Aku balas menatapnya untuk meyakinkan. Akhirnya, dia percaya bualanku dan segera melaksanakan titahku. Setelah agak dalam masuk, ternyata dia tak sendiri, masih ada bodyguard lainnya yang berjaga di dekat sebuah pos. Aku melangkah dengan cepat. Lalu akhirnya dihentikan oleh salah satu dari mereka yang menyusul dan menghalau jalanku."Anda yakin sudah punya janji?"
Aku menatapnya tajam. "Persetan dengan itu!" Kutabrak dia dan kembali melangkah. Tapi kini dua orang yang lainnya ikut menghalauku. Mereka sudah berancang-ancang hendak menangkapku.
"Mahesa abimanyu, beri saya izin." Ujarku kemudian mencoba menahan amarahku agar tidak ada yang menjadi korban. Atau mungkin aku yang malah gagal karena mati duluan oleh ketiga raksasa ini. "Adiknya!" Dikteku lebih tegas.
"Lalu anda marah-marah--"
"Karena saya kesal Mahendra tidak memberi kabar jika dia di Indonesia. Kalian seperti tidak mengerti laki-laki saja." Ucapku menginterupsi mereka.
"I'll give him surprise."Setelah menimbang-nimbang akhirnya mereka mau menyingkir memberiku jalan, "dimana kakak ku kalau pagi begini?" Mataku fokus menyidik bangunan megah di depanku.
"Minggu pagi ini, beliau sedang berada di taman, berolah raga."
Mataku tertambat pada lorong jalan ke kanan, entah datang dari mana tapi feeling ku yakin jika lorong itu menuju taman. Segera aku pergi ke sana. Lagi-lagi aku dihadang oleh para penjaga. Sialan!
"Jika saya sudah bisa masuk, itu artinya saya diperbolehkan masuk." Tukasku sebelum mereka bertanya.
Dua dari mereka menunduk dan mengangguk, namun salah satu dari mereka menatapku lalu berbisik pada telinga salah satu mereka.
"Kau, adiknya tuan?" tanyanya.
"Ya."
"Maafkan kami." Mereka melangkah mundur mempersilahkan jalan. Kacung tidak berguna! Siapa pun nisa lolos akalau mengaku kerabat Mahendra.
Aku segera kembali berjalan. Sampai akhirnya aku menemukan keparat itu. Suara langkahku yang bersentuhan dengan rumput cukup bisa didengar di pagi yang hening ini. Mahendra berdiri membelakangi sepuluh langkah dariku, sambil membawa tongkat kasti. Baru saja dia memerintahkan para pelayannya pergi. Dan sekarang dia sendiri.
"Apa kabar?" tanyaku. Dengan Glock 20 yang sudah teracung di tanganku ke arah punggungnya. Sepertinya dia agak terkejut mendengar suaraku.
"Fine, Mahesa adikku." What the fuck?! Reaksinya begitu tenang. Kemudian dia berbalik dan menatapku dengan seringaiannya.
..
.
MAYANG
Seharian aku mengunci diri di apartment. Rasanya seolah menjadi satu-satunya makhluk asing di bumi ini. Aku dipusingkan oleh pikiranku sendiri. Mencari-cari kemungkinan alasan dari Mahesa dan Elang yang mungkin belum siap mengatakan kenyataan ini. Tapi apa bedanya dengan cepat atau lambat?
Aku tidak tahu, apakah aku membencinya setelah ini? Tapi jika bukan karena mereka aku juga tidak akan tahu, kalau bukan karena Mahesa juga aku mungkin sudah mengakhiri nyawaku sejak lama. Tapi tetap saja aku belum siap untuk merasa baik-baik saja pada Mahesa mau pun Elang.
Sekarang sudah jam dua belas lebih, dan Mahesa belum juga menghubungi atau pun menemuiku. Mau tidak mau aku juga mengharapkannya datang. Walau sudah berada di sini mungkin saja aku akan mengusirnya. Entahlah!
.
.
.Aku terbangun, dan mendapati diriku masih di atas sofa, pemandangan sekitar masih berantakan bekas amarahku kemarin. Belum juga mataku terbiasa terbuka, bell berbunyi. Berspekulasi jika itu adalah Mahesa, atau pun Elang. Namun ketika kubuka ternyata,
"Bumi? Ada apa?" Mataku terasa perih dan masih bengkak karena menangis. Dan perasaan tidak enak mulai bercampur tatkala Bumi memperlihatkan gestur yang gusar.
"Mmm, ini May, Mahesa masuk penjara."
Aku tak punya kata-kata, bahkan untuk menulis bagian ini. Aku bingung bagaimana menjelaskan perasaanku yang berkecamuk nyaris dibuat lebih dari kata hancur.
"Kenapa?" tanyaku kemudian.
"Dia dilaporkan atas pembunuhan Mahendra."
Tersentak. Tubuhku menggelepar dan merosot ke lantai. Otak ku menolak untuk menerima apa yang diucapkan Bumi.
"Nggak mungkin Bum," lirihku. Aku kehilangan kontrol dan mulai menangis. Bumi berjongkok berusaha meraihku ke dalam pelukannya. "Gak mungkin, Eca bukan pembunuh Bumi, dia baik sama aku gak mungkin dia jahat sama orang lain."
"Tenang May," lirihnya memelukku. Kepalaku dan tarikan napasku memberat, peralahan aku kehilangan kesadaran. Gelap. Sunyi. Dan menakutkan.
Sayang, kenapa?
.
.
.Gimana? Rasa sinetron kan? 😂

KAMU SEDANG MEMBACA
BILUR
Teen Fiction"Tuhan mengirimkan kamu, sebuah paket yang diletakan begitu saja di depan pintu usang." Mayang: Kalau udah kenal banget... Eca itu... banyakin sabar pokonya!! Mahesa: Mampu mengalihkan gue dari titik fokus, dasar cwek freak!