Bonus terakhir?

286 12 0
                                    

Mohon bijak ya adik-adikku yang mungkin membaca ini di under 18.
Keknya bakal aku aktifin matur contennya deh karena keknya emang buat dewasa wmwmw hehehe.

.

.

"Paah~" Juna memanggil ayahnya yang kini menjadi rivalnya bermain game. Sementara Mahesa hanya bergumam menanggapinya dan masih fokus pada layar.

"Juna kan udah SMA, tapi masih aja sendiri."

Mahesa tak habis pikir pada Arjuna. Padahal dia adalah anaknya yang cukup keren karena mewarisi genetiknya, masak tak ada satu pun perempuan yang tertarik padanya.
"Cari pacarlaah!" Sahut Mahesa enteng.

"Bukan itu bro maksud gua brooo!!" Juna yang sedari tadi berposisi merebah lantas bangkit mendengar perkataan dari ayahnya.

"Terus?"

"Juna pengen punya adek!"

Mahesa cukup terkejut mendengar perkataan Juna, sampai-sampai ia kehilangan kendali dan mobil dalam game-nya berakhir dengan menabrak pembatas jalan. Lalu ia menghela napas, menatap anak semata wayangnya yang kini memamerkan wajah cemberut.

"Ayolah paaah~ bikin kek~ kan lucu apalagi kalau cewek. Temen-temen Juna aja punya adek." Seingat Mahesa ketika seumuran dengan Juna, ia agak kerepotan mengurus Cindy, meski memang menggemaskan tapi terkadang Cindy tidak ada lucu-lucunya kalau sedang ngambek.

"Kek nyuruh beli cilok lu!" Celetuk Mahesa lalu beranjak meninggalkan Juna yang kemudian berdecak kesal atas respon ayahnya yang selama ini selalu menghindar.

Mahesa pergi ke balkon kamar, dan menyalakan rokok. Mayang yang sedang asik menata lemari buku sedikit kebingungan dengan air muka Mahesa yang terlihat masam.
"Ada apa yang, kok mukanya ditekuk gitu?"

Mahesa melirik sekilas dan kemabali sibuk menyesap rokok. Karena tak kunjung mendapat jawaban, akhirnya Mayang menghampiri, segera saja Mahesa membuang rokoknya, karena Mayang sangat membenci rokok.

"Kenapa dih?" ulang Mayang, menatap suaminya.

"Gak papa."

"Kalau gak salah aku tuh istri kamu yah, jadi aku tau banget kamu!"

Mahesa menatap, tapi ia enggan berkomentar. Melangkah, Mayang mengalungkan lengannya di bahu Mahesa, berjingjit lantas mengecup bibir Mahesa.

"Bau rokok," ujar Mahesa menghindarkan wajahnya.

"Kamu kenapa Ecaaa~"

"Kan aku udah bilang gak papa," sahutnya datar.

Mayang mengerdutkan bibirnya kesal, "yaudah."

..

Keadaan kembali seperti biasa. Meski Mahesa selalu berusaha untuk menahan diri  tiap Juna merajuk lagi, menginginkan kehadiran seorang adik. Sampai suatu hari, Mahesa dibuatnya marah.

"Adik! adik! adik! Kamu gak tau apa gimana perjuangan ibu kamu ngelahirin kamu! Papa gak mau ngulangin kejadian itu lagi!" Mahesa benar-benar merasa takut kehilangan Mayang saat itu. Di usia pertengahan kehamilan Mayang ketika mengandung Arjuna entah kenapa berangsur-angsur melemah.

Juna yang tidak tahu apa yang terjadi pada ibunya saat melahirkan hanya bisa terkejut dan merasa bersalah.
"Juna gak tau pah, ma-maafin Juna," lirihnya dengan wajah menunduk.

Tak lama Mayang datang membawakan makan menu malam yang selesai ia buat. Saking sibuknya di dapur ia tidak tahu apa yang sudah terjadi, tapi Mayang cukup menyadari bahwa atmosphere sekelilingnya sedang tidak baik-baik saja.

"Ada apa?" Matanya bergantian menatap Mahesa dan Juna. Tapi keduanya tak menyahut apa-apa. Mayang menghela napas lalu mengisi menu dan nasi untuk piring Mahesa dan Juna.

"Juna, makan di kamar aja." Anak itu menlengos setelah mendapat piring dan air dari yang diberikan Mayang.

"Juna?" Mayang kebingungan hendak menyusul Arjuna. Namun Mahesa menahannya. "Biarin. Dia butuh waktu."

"Ada apa sih? Kalian berantem?"

Mahesa masih enggan menyahut, ia terganggu oleh rasa menyesal karena telah memarahi Arjuna.

.
.
.

"Ca, aku serius nanya sama kamu. Kamu sama Juna kenapa?" Mayang memeluk punggung Mahesa yang tidur membelakanginya.
"Sini dong ngadepnya." Mayang tahu jika ada yang tidak beres. Setelah Mahesa berbalik, lekat-lekat Mayang menatap suaminya.
"Cerita sama aku, aku bagian kalian kan?"

Mahesa menghela napas, "aku nyesel bentak Juna."

"Kenapa?"
"Dia neglakuin apa?"

"Aku cuma bilang, kalau dia gak mungkin punya adik. Karena aku trauma dengan kelahirnnya." Mayang terkejut mendengar Mahesa telah menceritakan saat kelahiran Arjuna.

"Kok kamu gitu,"

"Iya aku salah, aku emosi. Maaf."

Mayang mengerti, dan Mayang juga tahu bagaiaman Arjuna. Anak itu tipikal anak yang meskipun terlihat periang, tapi Arjuna sebenarnya suka terlalu memikirkan perkataan orang.

"Dia itu kayak kamu. Suka kepikiran lho. Besok kamu minta maaf sama Juna ya?"

"Iya."
Mahesa menghela napas. "Astaga apa yang udah gua lakuin," lirihnya sambil memejamkan mata.

Mayang mengeratkan pelukannya. "Gak papa. Kalau dah dijelasin dah minta maaf tar juga dia biasa lagi."

"Aku ngerasa jahat banget."
"Sekarang aja gitu ya aku minta maaf,"

"Dia udah tidur tadi pas kuambil piring dari kamarnya."

"Gimana kalau pura-pura?"

"Mendengkur. Udah besok aja." Tegas Mayang. "Kamu jangan banyak pikiran juga, tidur. Besok ada kerjaan kan?" Ucap Mayang sambil sibuk mengusap-usap cukang hidung Mahesa.

"May..."

"Hm?"

"Bisa ngilangin pusing aku gak?"
Mayang melirik Mahesa yang sekarang menatapnya.

"Yuk, tapi aku gak mau makan pil. Karena sebenarnya bukan cuma Juna aja yang mau punya adik. Aku juga mau punya anak ke dua."

"May! Ayolah, aku gak mau kalau harus beresiko."

"Siapa tahu kan yang kedua gak kek yang pertama, Caaa."

Melihat Mahesa yang kemudian hanya diam, Mayang menimpakan dirinya pada dada bidang Mahesa dan menatapnya dekat-dekat. "Ayo doong~"

"Gak jadi deh."

Sontak Mayang cemberut, membuang pandangnya dari wajah Mahesa.

Malam itu berakhir beku.

BILURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang