Tiga puluh lima

1.3K 56 0
                                    

Mahesa mengacungkan senjata api ke arah Mahendra begitu juga sebaliknya. Dari gerak bibirnya kami berusaha menangkap kata-katanya, dan butuh beberapa hari untuk membuahkan hasil.

Kurasa percakapannya hanya narasi basa-basi, namun cukup membuat hatiku teriris. Bagaimana bisa, kakak dan adik saling mengarahkan pistol?

"Kau kemari Mahesa adik ku, tersayang?"
"Aku cukup paham, kau begitu menyanyangi gadis itu. Ya. Kenapa menatapku begitu Mahesa? Aku melakukannya juga karena aku menyayangi Ibuku. Jadi mau tidak mau aku harus mau diperintah apa pun olehnya. Termasuk meniadakan pelacak itu, sahabatmu. Adam. Teman seperjuanganku di perkuliahan. Miris sekali hidupku."

"Bacot!" Mahesa bergumam.

"Jangan kotori tanganmu, cukup tanganku saja yang bergelimang dosa. Kau tidak boleh tersiksa seperti aku tersiksa menelan berbagai penyesalan. Darah Ayah kita. Abimanyu, jangan sampai buruk semua."

"Apa mau lu Mahendra!?" Teriakan Mahesa mengundang beberapa pengawal, pelayan dan Ibu. Ibuku. Ibu dari seorang Elang yang bajingan ini. Ternyata benar, mana mungkin anjing terlahir dari sapi. Tapi tembakan ke udara yang sontak dilakukan Mahendra menghentikan mereka semua. Para pengawal diam di tempat, dan para pelayan menjerit. Sedang Ibuku berlari mendekati putra sulungnya.

Putra sulung? Dan aku putra bungsu. Yang disembunyikan, diasingkan, dimanjakan hartas hasil kejahatan. Sedang kakak ku diperalatnya menjadi boneka, menjadi bom waktu yang akhirnya meledak.

Tangan Mahesa bergetar, pistolnya jatuh. Jika aku yang berdiri di sana. Ketika mendengar suara timah panas melesat itu, kurasa di kepalaku akan tercipta adegan yang menumpulkan hasratku untuk membunuh. Sepertinya itu yang terjadi pada Mahesa. Mahendra menggerakan tangannya, menaruh ujung selongsong pistol di dekat pelipisnya, sementara Ibu gusar mendekat dan menangis. "Hentikan! Apa yang kau lakukan Mahendra!!!" teriaknya.

"Cukup Ibu! Hentikan! Hentikan dendam dan ketamakan! Aku lelah menjadi bonekamu selama ini!"
"Mahesa, kamu pergi!" Tapi Mahesa hanya bisa diam mematung.
"Terlepas dari semua tindak kejahatan dan kesalahanku, aku tetap menyanyangi semua adik-adikku." Peluru akhirnya menembus pelipis kirinya, memncarkan darah segar yang membuat semua yang melihat menjerit dan menangis. Begitu pun Mahesa yang jatuh ambruk.

Ibu menangis, menangisi jasad anaknya yang berlumur darah ke pangkuannya. Kupikir ia menyesal. Tapi apa yang dilakukan Ibu? Dia menelpon polisi dengan tuduhan pembunuhan atas nama Mahendra oleh Mahesa.

Kesimpulannya, Mahesa bisa tetap masuk meski apartment dipenuhi penjaga. Sebab Mahendra sudah memprediksi kedatangannya. Dan dia merencanakan pembunuhan dirinya sendiri. Dan fitnah ini, adalah akal-akalan ibuku saja, tidak termasuk rencana Mahendra.

Entah ke berapa kalinya aku mengulang-ulang rekaman cctv ini. Berharap ada sedikit perubahan narasi dan alur cerita. Nyatanya tidak. Ibuku bersalah. Termasuk Ayahku. Juga Kakak ku Mahendra.

Dan kemarin, aku menjadi peran utama dalam sebuah tragedi ironis. Seorang anak yang memenjarakan Ayah dan Ibunya sendiri. Cctv ini nyaris dihancurkan oleh orang-orang Ibu, tapi berhasil aku selamatkan sehingga menjadi bukti kejahatannya.

Kututup laptopku. Dan segera memasukannya ke dalam tas, untuk menjadi bagian barang akan ku bawa ke London.

Aku hanya berusaha menegakan keadilan, aku bukan pahlawan, dan tetap ada rasa berdosa yang amat besar karena telah memenjarakan Ibuku atas kesalahannya. Menghilangkan nayawa kedua orang tua Mayang. Mayang pun menderita oleh kehilangan itu. Dan aku, merasa layak merasakannya juga.

Kulirik jam ditanganku, segera kubawa koporku, turun dari apartment dan segera masuk ke dalam mobil jemputan yang sudah menunggu. Mobil melaju menuju bandara, membelah jalan sore yang disapa oleh gerimis. Pikiranku kalut. Tak ada diksi yang bisa menjabarkan betapa hancurnya semua di mataku. Yang ingin kulakukan adalah meninggalkan Indonesia. Meninggalkan Ayah dan Ibu yang baru kulihat, meninggalkan teman-temanku, sahabatku. Dan gadis yang kucintai.

Setlah sampai, aku menunggu di bangku, karena mobil jemputan menjemputku satu jam lebih awal dari jadwal jam penerbangan London sore.

Ponselku berbunyi, belum sempat kurogok, seorang gadis bermata coklat teduh menghampiri. "Elang," ujarnya. Diikuti seorang pria yang kemudian menatapku.

"Ah, kalian," ujarku. Kemudian berdiri menyambut mereka.

"Gua mau ngucapin. Ah! Sebenarnya entah, gua harus ngucapin apa. Makasih mungkin, atau sorry. Gua gak tau mana kata yang tepat agar lo merasa gua gak bermaskud jahat."

Aku terkekeh. "Yang ada gua makasih. Terutama sama cewek lo." Kulirik Mayang. "Karena, dia nggak menutut untuk menghukum mati kedua orang tua gua. Harusnya gua syukuri itu."

"Gua udah ikhlas kok, dan gua rasa. Sumpah! Kehilangan orang tua itu menyakitkan, dan gua juga gak mau lo merasa kek gitu Lang."
"Gimana kalau kita minta bebasin kedua orang tua lo? Gua udah ikhlas. Kekecewaan gua kemarin kekanakan dan--"

"Wajar, dan sudahlah. Alangkah baiknya Ibu dan Ayah menerima imabalannya. Supaya mereka bisa menjadi lebih baik."
Kulirik Mahesa yang sedari tadi menatapku. Dia tersunging. "Kenapa?"

"Lo mirip abang gua," ujarnya.

Aku mendengus, "dia juga abang gua."

"Secara gak sengaja kalian sodaraan." Ujar Mayang berusaha mengalihkan kesedihan aku dan, Mahesa?

Aku terkekeh meski hampa, begitupun yang kulihat dari Mahesa.
"Ya tapi sayang, persaudaraan ini harus terpisah jarak. Aku butuh sesuatu yang baru."

Mahesa dan Mayang mengangguk-angguk faham. "Life alive," ujar Mahesa. "Even the seconds trying to kill you every time," lanjut Mayang. Bagiku selama ini ucapannya memang selalu terkesan suicidal.

"Ya, thanks."

Dan aku segera pamit ketika pengumana penerbangan Swiss menggema.

Selamat tinggal Indonesia.

.

.

.

Mayang : Kita lanjutkan hidup.

Mahesa : Masalah-masalah baru, dan penyelesaiannya yang menjadi takdir.

.

.

The End!!

Ohaaaaaay! Terima kasih telah mengikui Altar Ego selama ini. Cerita absurd. Hehe.
Kalian boleh kecewa, lega, bersyukur atau sedih atas tamatnya cerita Mahesa. Hehe. Makasih banyak pokonya. Butuh dua Tahun untuk membuat cerita absurd kek gini duh hahah, otak ku masih jongkok. Semoga ke depannya tulisanku bisa lebih bermanfaat dan menghibur. Fans Mahesa harus pisah nih, apa Fans castnya nih?...  Manu(el) Rios Indonesia, pokonya siapa pun kalian makasih.

NB :

Aku sangat puas dengan cast Carly dan Manu. Dan aku mendeklarasikan #ClubPendukungMerekaJadian
Selamat nonton vlog nya juga

Ehe

Papay!

Makasih semuaaaaa. Salam sayang dari penulis amatir ini.

❤❤❤❤❤❤

BILURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang