Dua puluh tiga

926 52 1
                                    

Kakiku membaik, jadi aku bisa melakukan aktivitas seperti biasa. Namun kemungkinan besar aku dipecat, sebab baru saja masuk kerja seminggu sudah meminta izin tidak masuk dengan alasan sakit. Bodo amatlah! Aku sedang kesal, mood ku kacau. Gara-gara membaca percakapan Mahesa dan Adara, dan tahu mereka masih berhubungan sedekat itu, apa aku harus selebay ini? Ah! Terserah penilaian kalian. Aku tahu aku tidak dewasa, tapi menurutku cemburu wajar.

Aku mencuci baju, membersihkan piring dan melakukan hal-hal yang dilakukan oleh seorang wanita. Dulu kegiatan ini dilakukan oleh pembantu rumah tangga. Dan kebetulan waktu itu Bi Nur pulang ke kampung halamanya karena suaminya sakit-sakitan. Lalu Adam hanya memperkerjakan pembantu baru sampai sore saja. Jadi di jam selanjutnya di jam malam, jika aku lapar aku sendiri yang masuk ke dapur.

Setelah semua sudah beres, aku memilih balkon kamar sebagai tempat istirahat. Hangat mentari di jam delapan dan perkotaan di bawah menyambutku. Sesekali angin semilirnya menerpa. Rasanya kalau sedih begini, aku selalu merindukan Adam berkali-kali lipat. Kucengkram besi balkon, menahan gemuruh emosi yang meluap. Menahan tangis yang nyaris pecah, sesak, senyap. Kakiku kembali bergetar.

Jika kau tanya kemana Mahesa pergi, aku sendiri tidak tahu. Sedang tidak igin tahu. Bagus, dia tidak ada di sini dan tidak perlu menyaksikan sisi diriku yang rapuh dan seperti orang depresi.

Ponsel berdering. Kulihat Zeva menghubungi lewat video call. Aku merejectnya. Lalu mengirimnya pesan yang menerangkan sedang tidak bisa angkat vicall. Kemudian dia membalas dengan via voicenote dan mengatakan jika dia dan Rubby mau berkunjung ke ruamh sore ini. Sudah lama katanya kami lost kontak. Dan iya, aku juga merasa begitu. Aku sibuk mengurusi kehidupanku yang rumit ini. Dan mereka terlupakan. Hmmm, tapi aku sedang bad mood, apa aku tolak saja? Tapi kasian. Mungkin tidak salahnya jika aku kembali bergaul. Siapa tahu mereka bisa sedikit mengalihkan beban pikiranku.

Akhirnya aku menyutujui kunjungan mereka. Mereka bilang akan berkumpul di rumahku. Aku menolak, tentu mereka tidak tahu bagaimana cerita hidupku beberapa bulan terakhir.

Aku mengundang mereka ke sini, ke apartemen. Akan kuceritakan pada mereka apa saja ya g terjadi. Sepertinya, aku rindu bercerita dan butuh kembali berbagi. Bagaimana pun mereka adalah sahabatku.

.
.
.

"Mmm... love you, don't fear dont worry. Kita di sini buat lo," Kata Rubby. Kemudian memelukku dan Zeva ikut-ikutan. Mereka baru beres mendengar cerita hidupku. Rubby agak berlebihan, dia sampai menangis. Tapi itulah Rubby, si pemilik hati lembut.

"Udah ah pelukannya gua sesek," kataku ketika beberapa menit dilewati hanya dengan pelukan.

Rubby dan Zeva melepaskanku. Zeva memberiku senyuman yang berarti, semangat. Sedang Rubby masih menatapku nanar. "Udah deh lo," kataku sambil menjepit hidungnya yang merah karena menangis.

"Aw! Mayang... sakit idung Uby," gerutunya dengan lirih. Aku dan Zeva tertawa.

"Katanya tadi lapar, mening makan yuk!" kataku, menarik mereka ke dapur sambil menyembunyikan kakiku yang lemas.

Rubby dan Zeva datang dua jam lebih awal dari waktu yang telah disepakati. Alasannya mereka lapar dan kangen pasakan Bi Nur. Sayang sekali aku juga rindu. Dan mereka hanya mengehela napas sedih saat tahu cerita Bi Nur.

Kami membuat bakso. Bahannya Zeva yang bawa. Dulu ketika masih duduk di sekolah SMP, kami sering melakukan kegiatan masak-masak bersama seperti ini. Meski pun yah aku merasa masih asing pada mereka. Ingatanku sempat rusak, ingat itu kan? Tapi mereka selalu berada di sampingku, menemaniku dan selalu menghiburku. Setelah kehilangan keluaragaku, ternyata aku menyadari jika kehadiran mereka patut untuk aku syukuri.

BILURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang