Aluna Vein
Chapter 3 "Ancaman"Kami terus meneruskan perjalanan kami menyelusuri seluk beluk kota Eldea, kota para imigran dan pedagang asing untuk bertemu. Banyak sekali pedagang-pedagang berjajaran di sepanjang pinggiran kota menjual beraneka ragam makanan dan peralatan aneh lainnya.
"Oh ya tuan. aku lupa menanyakan namamu, namamu siapa?"
"Lagi-lagi pertanyaan yang sama."
"Namaku Zen... Hanya... Zen."
"Zen yah!, simpel sekali... Namaku Avion Del'vam shalvitiori El shinara, panggil saja Avi."
"... Nama yang... Unik."
"Sungguh? Aheheh terima kasih, ibuku yang memberikan nama itu... Lalu, nona yang di sana?"
Natia yang berjalan di belakangku menatap ke arah Avi. Mulut nya berucap namun tidak mengeluarkan suara. Sangking anehnya dia malah memalingkan pandangannya ke arah lain, tapi aku bisa mengerti perasaanya. Itu adalah rasa gugup yang sering aku rasakan ketika berhadapan dengan orang asing untuk pertama kali.
Bagi Natia mungkin akan terasa berat meskipun lawan bicaranya terlihat masih muda seperti Avi, untuk itu tidak ada salahnya bila aku sedikit membantunya."Namanya Natia... Hanya... Natia."
Natia terkejut sembari menatap ke arahku.
"Oh Natia rupanya... Bukan bermaksud lancang, tapi namanya memilik arti yang cantik loh."
"Ya aku tahu..."
Aku melirik ke arah Natia yang tiba-tiba tersenyum manis ke arahku."kenapa dia menatapku sambil tersenyum seperti itu yah?"
"Ngomong-ngomong tuan Zen dan nona Natia kesehariannya bekerja apa?"
"Ketahuan, aku harus menjawab apa? Apa aku harus mengatakan yang sejujurnya bahwasannya keseharianku hanya mengutak-atik rongsokan dan jadi pengangguran karena ditolak banyak perusahaan? Itu malah akan jadi citra buruk bagiku. Bagaimana ini... Bagaimana ini..."
*Tanpa disadari Zen memakan waktu lama untuk memikirkan jawaban yang pas untuk pertanyaan Avion, tanpa mengurangi ataupun memperbesar kata-kata yang akan keluar dari mulutnya. Karena berdasarkan pengalaman yang ia dapatkan setelah ditolak oleh banyak perusahaan ia menjadi kapok untuk mengatakan sebuah kebohongan.
"Ah gawat."
Suara itu mengagetkanku yang sedang berpikir.
"Tuan Zen, saya harap kalian tidak keberatan bila perjalanan kita akan sedikit tidak mulus."
Avi menunjuk ke arah jalanan luas dengan dipenuhi kerumunan orang yang ricuh seperti mengantri sembako gratis.
"Aaaa... Apa tidak ada jalan yang lebih mulus dari ini? Karena aku tidak mau terdesak seperti mereka yang ada di sana."
"Ada, lewat sana."
aku tidak mengerti maksudnya Avi karena kali ini ia menujuk ke arah langit.
"Sayangnya jalan kesana dilarang di sini, kalau kalian mau coba jalan kesana kalian bisa lakukan di daerah sekitaran perbukitan."
"Aku benar-benar tidak mengerti apa maksud orang ini."
Aku menelan ludah. Menandakan jiwa dan ragaku sudah siap untuk menerobos kerumunan orang yang sedang berbelanja rusuh di depan.
"Ugh.... Baiklah, aku rasa... kita tidak punya pilihan lain selain mengambil jalan yang kau pilih."
"Baiklah kalau begitu, mari..."
Avi melangkah duluan untuk membuka jalan bagi kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aluna Vein
FantasyMenceritakan tentang Zen dan Natia, sepasang laki-laki dan perempuan yang tak sengaja terkirim ke dunia yang asing tanpa mengenal satu sama lain, petunjuk satu-satunya yang mereka miliki adalah barang yang masih mereka bawa. keadaan mereka diperpara...